20. Lukisan itu...

241 29 11
                                    

Datang ke pameran merupakan salah satu keinginan Sienna belakangan ini. Yah, di samping sibuk dengan rutinitasnya sebagai ibu rumah tangga serta meneliti gerak-gerik mencurigakan suaminya, sesekali Sienna berselancar di sosial media sebagai hiburan. Postingan tentang pameran seringkali lewat di timeline membuat Sienna ingin mengabadikan momen di tempat seperti itu juga. Kadang-kadang jiwa anak mudanya masih berkibar tinggi.

Hari ini kesempatan itu datang berkat undangan dari Bhanu waktu itu. Di hari ini juga, Sienna bertekad untuk tidak membebani pikirannya dengan bayang-bayang permasalahannya dengan Jeriko. Sikap dan perilaku suaminya juga seperti biasanya, meski Sienna yakin itu adalah cara Jeriko untuk menyembunyikan sesuatu darinya.

Biarkanlah. Sienna ingin mengabaikan semua problem yang menjeratnya untuk hari ini saja.

Pohon-pohon yang menyambutnya begitu ia datang di Kebun Raya Bogor berhasil menarik kedua sudut bibirnya. Ada Lula, Bhanu, Renata, dan Deril--putra Renata yang sudah jalan mendahuluinya untuk melihat-lihat karya yang berjajar di sepanjang pintu masuk. Renata tidak menolak ketika diajak Sienna ke sini lantaran Ical tidak bisa mengambil cuti dari tempat kerja. Mereka sampai lokasi pukul sebelas siang di saat mentari mulai terik, tetapi tidak begitu terasa karena dihalau oleh dedaunan.

"Mama, cepet jalannya ih!" Sienna yang sedang menikmati suasana yang menyegarkan ini cukup terkejut mendengar teguran Lula dari jauh. Saking menikmatinya, dia sampai tidak sadar Lula tinggal sendiri.

"Yang lain mana?" tanyanya saat sudah di dekat Lula.

"Deril minta gulali, om Bhanu mau siap-siap."

"Oh gitu. Ganti baju dulu, ya, La? Abis itu kita keliling."

Lula mengangguk setuju, anak itu masih menggunakan batik sekolahnya karena pulang sekolah langsung ke sini.

Saat menuju toilet, Sienna sedikit mengamati pameran dengan tajuk Meraki Adiwarna ini. Ada bagian indoor dan outdoor. Outdoor diisi dengan karya-karya pahatan berukuran lumayan besar, serta booth-booth penjual makanan dan tanaman hias. Di bagian indoor, Sienna tidak terlalu jelas melihatnya, tetapi ia menebak kalau yang di dalam sana berisi berbagai lukisan lantaran di depan ruangannya terdapat tulisan, Galeri Amerta.

"Udah selesai, Ma, ayo keliling." Lula ke luar dari salah satu bilik, dia memang sudah bisa ganti baju sendiri tanpa dibantu.

"Sebentar, Mama lipat baju dulu."

Lula berdecak, dia sudah tidak sabar, tetapi mamanya malah terlihat lambat. Begitu Sienna selesai melipat seragamnya, Lula segera berlari meninggalkan mamanya yang bahkan belum memasukkan baju Lula ke dalam tas. Sienna meniup poni ke atas, lelah dengan anaknya yang nggak mau diam.

Wanita itu segera bangkit, menyusul Lula sebelum anak itu terbawa arus orang-orang yang hadir. Sebenarnya Sienna tidak begitu panik melihat Lula berlarian sendiri. Anak itu paham batasan dan tidak mudah terhasut orang asing, mungkin justru orang asing yang takut dengan bocah judes nan bawel seperti Lula.

"Kalo jalan lihat-lihat dong, Tante!" Suara nyaring Lula membuat Sienna mudah menemukan anak itu di depan salah satu karya outdoor. Ia dapat melihat Lula membersihkan baju dan ada wanita yang menunduk mengambil peralatan yang jatuh.

"Maaf-maaf, aku buru-buru. Aduh, kotor, ya, bajunya?" Wanita yang menabrak Lula membuka pouch, memberikan Lula satu set tissue. "Maafin Tante, ya?"

Lula tidak menjawab, ia memberikan tatapan sinis yang bikin Sienna buru-buru menghampirinya. "Ini anak judes banget," desis Sienna.

"Gak apa-apa, Lula, ini tanahnya langsung hilang." Sienna menepuk-nepuk pakaian Lula di bagian perut yang terkena sedikit tanah dari pot yang dibawa wanita ini. "Bawa aja tissue-nya, Mbak."

ColourfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang