38. Bitter

346 48 10
                                    


Ini sudah tujuh hari ini Sienna benar-benar menyendiri di sini—di sebuah desa tanpa ada keluarga atau teman yang dikenalnya. Keputusan ini ia buat berkat ajakan Bhanu kala itu. Bhanu bertugas untuk meliput kegiatan pemberdayaan di Desa Bilebante, Lombok. Pria yang merasa bersalah dengan Sienna karena telah mengenalkannya dengan Jeriko itu menyarankan Sienna untuk menjadi salah satu relawan di sana, seperti keinginan Sienna yang tidak mau diganggu-gugat oleh siapa pun. Kebetulan, Bhanu hanya ada di sana selama satu malam.

Wanita itu nekat berangkat, meskipun ayah dan ibu menentangnya dengan menjadikan Lula sebagai alasan agar Sienna tidak pergi sejauh itu. Namun, Sienna tidak membutuhkan persetujuan, dia hanya ingin memberi tahu dan sudah bulat dengan keputusan tersebut. Toh, anaknya juga tidak masalah jika harus tinggal bersama kakek-neneknya selama beberapa waktu.

Mengenai Jeriko, tentu saja dia terkejut. Sejak pertemuan mereka di mana Jeriko diinterogasi oleh keluarga Sienna, Jeriko memilih pulang ke rumah papanya. Setiap kali Lula menelepon dengan ponsel Sienna ataupun yang lain, dia beralasan kalau Papanya sakit dan harus dirawatnya. Jeriko pikir, dia dapat memberikan ruang untuk Sienna dengan cara ia yang pergi, membiarkan Sienna di rumah untuk memikirkan keputusan yang paling tepat. Namun, tanpa diduganya, Sienna mengirimkan pesan akan pergi ke Lombok, dua hari sebelum keberangkatannya.

Malam itu, Jeriko langsung pulang. Bagaimana pun Jeriko harus bertemu dengan istrinya sebelum ia berangkat, Jeriko takut ... sekembalinya Sienna di Jakarta nanti, mereka tidak akan bertemu dengan status yang sama.

"Gak ke rumah sakit?" Sambutan tidak bersahabat dari Sienna menyentil hati Jeriko dalam sesaat. Meski terlihat enggan, Sienna tetap membiarkan Jeriko masuk rumah tanpa berkata apa-apa lagi. Wanita itu langsung ke kamar, dari ruang TV ini terlihat istrinya tengah bersiap-siap memasukkan pakaian ke dalam koper.

"Papaaa!" Perhatian Jeriko langsung teralih melihat Lula keluar dari kamar lengkap dengan pakaian tidur dan mata yang mengantuk. Anak itu berhambur memeluk papa yang ia rindukan itu. Jeriko menyambutnya, mendudukkan Lula di atas pahanya.

"Kenapa bangun, Lula?" Dari kamar, Sienna bertanya.

"Aku denger suara mobil Papa," jawabnya terdengar sangat senang. "Papa tinggal di sini selama Mama pergi, kan? Aku siang sama Bune, kalau malem sama Papa."

"Enggak, kamu tinggal di rumah Bune selama Mama pergi." Sienna sudah berdiri di ambang pintu. "Papa di rumah Opa."

Lula hampir protes lagi, tapi Jeriko dengan cepat menjawab, "Nanti Papa sering main ke rumah Bune, ya? Atau Lula ke rumah Opa juga boleh."

Menguap dengan lebar menjadi jawaban Lula. Dia terlihat masih sangat mengantuk membuat Jeriko menepuk-nepuk tumbuhnya agar kembali tertidur. "Tapi, Papa nginep kan malem ini?" Jeriko hanya berdehem dan tidak butuh waktu lama, Lula sudah kembali pulas.

Setelah menidurkan Lula di kamar dan membersihkan diri, Jeriko bergegas menemui Sienna. Koper sudah tertutup, hanya tas ransel yang mungkin akan diisi peralatan tambahan yang nantinya akan dibutuhkan Sienna.

"Apa respons Papa setelah tau kelakuan kamu?"

Jeriko mengikuti Sienna yang sudah berbaring, mereka saling berhadapan. Posisi yang mengingatkan pada masa-masa sebelum permasalahan ini datang. Sienna mengamati luka-luka di wajah Jeriko yang mulai memudar, berarti Papa nggak menambah bogeman di wajahnya, kan?

"Papa ... mengancam akan memutus semua ikatan hukum antara aku dengan dia."

"Kayaknya putus-memutus hubungan adalah hal yang biasa di keluargamu, ya?" Jeriko meneguk ludah, entah mengapa ia menjadi lebih gugup. "Papa udah kirim pesan, minta maaf dan ... punya kesamaan pemikiran dengan ayah," ungkap Sienna. "Papa mau kita cerai."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ColourfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang