Minggu pagi Sienna disibukkan telepon dari ibunya yang mengatakan kalau Viona dibawa ke rumah sakit tengah malam, bersiap untuk melahirkan hari ini. Sayangnya, Abe –suami Viona yang merupakan kakak Sienna– sedang bertugas di luar pulau. Kebetulan Viona memang sedang tinggal di rumah keluarga kandungnya sejak Abe berangkat. Sienna bersiap-siap ke rumah sakit tempat Viona akan melahirkan, menemaninya selama Abe perjalanan pulang ke Jakarta. Ibu bilang, setidaknya Sienna harus datang sebagai perwakilan dari Abe.
Mulanya, rasa bimbang menyelimuti perempuan itu sebab hari ini berbarengan dengan agenda Lula bersama Sera yang akan pergi ke Sea World. Suaminya sudah berangkat survey selepas Subuh ke area bermain yang ada di Sentul—sebelum Ibu menghubunginya sehingga Sienna tidak bisa minta tolong ke Jeriko agar mengambil cuti untuk menemani Lula sekali saja. Namun, anak kecil yang sekarang tengah memakai sepatu di teras itu tidak mempermasalahkan hal ini. Lula bersedia pergi sendiri tanpa ditemani orang tuanya karena Sea World merupakan salah satu tempat yang ingin ia kunjungi, tetapi belum sempat sampai sekarang.
"Beneran gak apa-apa?" Sienna memastikan untuk yang sekian kali. Perempuan itu membawa tas gendong yang berisi perlengkapan Lula pergi.
Lula yang sedang duduk, sedikit mendongak untuk menatap mamanya sebentar. "Yang lebih darurat itu temenin Tante Vio dan adik bayi dibanding temenin aku. Aku udah gede, Ma."
Tidak. Keduanya sama-sama darurat dan penting bagi Sienna, tetapi ia tetap harus memilih salah satu. Di lain sisi, ia juga khawatir dengan Lula. Terlepas dari sikap anaknya yang dewasa itu, Lula tetap bocah yang belum saatnya untuk dilepas sendiri.
"Aku kan sama mamanya Sera, Mama tenang aja." Seolah mengerti yang dikhawatirkan Sienna, Lula mencoba meyakinkan. Anak itu berjalan ke garasi, menepuk-nepuk jok motor Sienna. "Ayo berangkat."
"Kalo gak jadi pergi gimana? Ikut Mama ke rumah sakit aja." Sienna bersuara pelan dengan suara yang ragu. Dia sudah tahu, ucapannya akan ditolak Lula secara mentah-mentah.
Sienna berdiri di dekat pintu utama rumah, dari sini ia dapat melihat Lula meniup udara ke atas.
"Udah lama aku gak jalan-jalan, Ma." Lula berdecak malas, tidak mau agendanya harus batal lagi dan lagi.
"Oke-oke, tapi jangan bandel selama di sana. Jangan ngerepotin keluarga Sera, ya?
Anak itu mengangguk, siap mematuhi perintah dari sang mama. Pukul tujuh lewat seperempat, Sienna melajukan motornya ke rumah Sera. Sienna sudah mengabari orang tua Sera kalau ia tidak jadi berangkat dan mama Sera sangat menyayangkan hal itu. Mereka janjian di rumah Sera untuk berangkat bersama. Untungnya, Sienna paham dengan arahan dari mama Sera.
"La." panggil Sienna di tengah perjalanan. "Maafin Mama, ya?"
"Mama bikin salah?" sahut Lula, balik bertanya.
Sienna menelan ludah, "Mama gak bisa nemenin Lula."
Anak yang duduk di depan Sienna itu mendesah, "Kalo Mama bilang gitu sama aja Mama salahin adek bayi yang lahir hari ini. Kan kita gak ada yang tau kapan lahirnya, Ma."
Sepuluh detik keheningan menyapa, Sienna tersentuh dengan perkataan Lula barusan. "Aku malah seneng, gak ada Mama itu tandanya gak ada yang berisik ngomelin aku." Lula melanjutkan diiringi dengan bahu yang terangkat.
Kali ini Sienna terkekeh, sifat anaknya itu memang nggak bisa ditebak. "Pokoknya jangan bikin masalah selama di sana, nanti kalo makan atau jajan atau beli mainan-mainan pake uang yang dikasih Papamu."
Iya, Jeriko memang telah memberikan anaknya saku karena Lula pasti ingin beli ini-itu. Tidak enak kalo ditanggung oleh keluarga Sera lagi.
"Iya, Mama bawel."
KAMU SEDANG MEMBACA
Colourful
Science Fiction[SLOW UPDATE] Sienna adalah perempuan satu-satunya dari keluarga ayah dan ibu. Siapa saja yang ingin menjalin hubungan dengannya, harus berjanji untuk tidak menyakitinya atau membuatnya menangis. Sampai suatu hari, seseorang yang merupakan teman bai...