2700 kata woyyyyy😭🤒
***
Sagita Ayunidya, perempuan berparas ayu dengan mata yang teduh itu pertama kali dilihat Jeriko saat ada festival kampus. Gita datang dengan seorang teman, alih-alih menikmati konser musik yang meriah, Gita menyendiri di balik pohon besar dengan tangan yang sibuk mengarsir di sebuah buku. Gadis itu tengah menggambar dengan tenang. Kedua kaki Jeriko hampir melangkah untuk menghampiri, tetapi diurungkan saat sekelebat bayangan tentang orang lain yang juga senang menggambar hadir memenuhi kepala. Ketika bayangan itu telah hilang dan ingin melanjutkan langkah, perempuan itu justru bangkit menuju kerumunan membuatnya tak sempat menyapa.
Tanpa diduga atau mungkin ditakdirkan, mereka kembali bertemu di tukang fotokopi. Kali ini perempuan itu sedang membeli kanvas dan cat warna. Jeriko dapat mendengarnya bernegosiasi untuk mendapatkan potongan harga, tetapi tak mendapatkan kesepakatan. Hingga Jeriko memberanikan diri untuk menambah kekurangan uang yang harus dibayar.
Setelah beres, mereka pergi dari sana dan mulai berbincang.
"Lima ribunya akan aku ganti," katanya membuka percakapan dengan sopan. "Kamu jurusan apa? Biar aku ke fakultasmu aja besok."
"Kamu anak seni rupa?" Bukannya menjawab, Jeriko malah mengajukan pertanyaan lain.
"Eh?" Diliriknya laki-laki tegap yang ada di sampingnya itu. "Bukan, ini cuma hobi." Dia mengangkat kantong plastik berisi peralatan yang dibeli. "Bapak aku nggak suka anaknya jadi seniman, masa depannya nggak jelas. Jadi, aku beli ini diam-diam. Melukis di kos temen."
Jeriko tertegun, "Terus, jurusanmu?"
"Akuntansi."
Satu sudut bibirnya terangkat, "Kita satu fakultas, saya manajemen."
"Bagus kalau gitu, besok kita ketemu di fakultas aja jam dua belas siang."
Itu merupakan awal mula dari sebuah kisah. Mereka sering bertemu dengan beragam obrolan, salah satunya tentang kerja sampingan untuk bertahan di kehidupan kampus yang nggak murah. Terlalu sering menghabiskan waktu bersama membuat pikiran Jeriko lebih ringan. Sekelebat bayangan tentang seseorang yang pergi meninggalkannya sudah jarang menghantui kepalanya lantaran ia dapat melihat sosok itu melalui mata teduh Sagita. Jeriko dapat merasakan kehadiran sosok itu, rasa rindunya terbalas berkat mengenal Sagita Ayunidya.
Mereka mirip. Sama-sama memiliki hobi melukis, tetapi tak direstui orang tua. Sepenggal namanya pun hampir sama. Jeriko senang tiap kali menyebut akhiran nama mereka yang sama, Ta. Sagita dan ... Jenita.
Jeriko tahu, dia jahat karena melihat Sagita sebagai orang lain. Oleh karenanya, untuk memastikan ia tak lagi melihat sosok lain di mata Gita, Jeriko memberanikan diri untuk mengajaknya lebih dari sekadar teman kampus. Lagipula tak ada salahnya menjalin hubungan yang lebih serius dengan Sagita, sebab perempuan itu memiliki paras rupawan dan kepribadian yang membuatnya nyaman. Tanpa diduga, perempuan itu menerima cintanya.
Mereka menjalin hubungan serius, jarang sekali ada permasalahan yang membuat hubungan mereka retak. Namun, manisnya asmara keduanya tak serta merta menghapus bayangan Jeriko tentang sosok itu. Semakin dilihat, semakin ada banyak kesamaan di antara keduanya, terutama sikapnya yang dewasa. Jeriko tidak tahu bagaimana perasaannya, yang jelas ia nyaman dan tak ingin ditinggalkan lagi. Dia membiarkan hubungan itu terus berlanjut, menurutnya rasa nyaman itulah kunci bertahannya hubungan. Rasa cintanya mungkin segera tumbuh seiring berjalannya waktu. Hingga Gita berhasil menjadi bagian penting di hidupnya selama merantau di Semarang. Ia banyak bergantung pada Gita, tak menyesali pilihannya untuk menjalin hubungan itu. Gita dan ayahnya selalu mengulurkan tangan, membantunya menghadapi hal sulit sehingga tak ada alasan untuk melepaskan Gita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Colourful
Science Fiction[SLOW UPDATE] Sienna adalah perempuan satu-satunya dari keluarga ayah dan ibu. Siapa saja yang ingin menjalin hubungan dengannya, harus berjanji untuk tidak menyakitinya atau membuatnya menangis. Sampai suatu hari, seseorang yang merupakan teman bai...