Di pinggir jalan yang jauh dari tempat tinggalnya, sebuah mobil menepi sejak setengah jam yang lalu. Pria yang duduk di balik pengemudi tampak lelah hingga enggan beranjak ataupun melajukan mobilnya kembali. Perjalanannya tak memiliki tujuan yang jelas, bukan pergi ke kantor seperti yang ia katakan pada mertuanya atau pergi ke tempat lain yang dicurigai istrinya. Ia hanya keluar rumah, mengemudikan mobil tanpa arah, dan berakhir menatapi rindangnya pohon di sini.Potongan-potongan kejadian tadi malam dan malam-malam sebelumnya kembali menghiasi pikiran. Dirinya adalah bumerang untuk keluarganya yang telah mengeluarkan sedikit demi sedikit ledakan. Sampai saat ini dia belum menemukan cara untuk meredakan ledakan-ledakan lain ataupun mematikan pemantik agar tidak menjadi ledakan yang besar. Dia buntu di ujung jalan.
Jeriko meletakkan kepala pada setir mobil, menaruh segala masalah yang menjeratnya. Sikap optimisnya yang meyakini bahwa semuanya dapat diperbaiki semakin pudar. Gerak-gerik Sienna selalu memperlihatkan bahwa perempuan itu sudah tak lagi sudi bersanding dengannya. Meski Jeriko tidak tahu pasti apa yang dipikirkan Sienna lantaran belakangan ini sulit ditebak, Jeriko akan menerima segala keputusannya jika memang tak ada harapan untuk membahagiakannya lagi.
Dia pasrah. Keadaan tidak bisa kembali seperti semula.
Sekeras apapun berusaha, kenyataanya dia memang sudah menjadi pria brengsek perusak rumah tangga. Dia selalu gagal membahagiakan siapa pun sampai kapan pun hingga perlahan-lahan semua orang pergi dari hidupnya.
"Dia bukan anak saya harapkan, untuk apa saya perhatian sama dia?"
Ucapan sang ibu yang tidak sengaja ia dengar saat kecil kembali muncul di ingatan. Berputar berulang kali membuat kepalanya berdenyut. Apakah sejak lahir ia adalah sebuah kesalahan sehingga tidak berhak perbuatan baiknya tak pernah diterima? Jarum-jarum tak kasat mata mulai berdatangan memberikan rasa nyeri pada dada. Rasa sakit itu tetap sama, walau saat ini ujung dari cerita rumah tangganya masih terlihat buram.
Suara ibunya yang masih terdengar perlahan-lahan mulai pudar, diganti dengan suara deringan ponsel. Melihat nama si penelepon, Jeriko sempat ragu untuk menjawabnya, tetapi ia khawatir jika itu adalah panggilan penting. Tak lama setelah ia menempelkan telepon ke telinga, kekhawatirannyaa dibuktikan dengan suara tangis bocah laki-laki seraya berkata,
"Om Koko, Bunda nggak bangun-bangun."
***
Jarak tempuh yang jauh dari tempatnya menyendiri itu membuatnya menghabiskan waktu cukup lama di perjalanan. Begitu ia sampai di kediaman Gita, keadaan sudah cukup membaik. Perempuan itu berbaring di sofa bersama Ansel yang memijat pelipisnya. Jeriko cukup lega.
Menyadari ada seseorang yang datang, Ansel menghentikan kegiatannya dan beranjak menyambut tamu. "Om Koko, kenapa lama banget datengnya?" protes anak itu sembari menuntun Jeriko menuju bundanya. "Bunda sakit lagi gara-gara semalem pulang malem, terus pagi-pagi ngajak aku ke tempat baru. Bunda capek."
"Bunda udah bilang jangan telepon Om Koko lagi. Ngerepotin." Dengan suara lemahnya, Gita berusaha mendebat Ansel. Tubuhnya masih lemas untuk bangkit. Ia hanya melihat Jeriko lewat lirikan ketika cowok itu duduk di sofa sampingnya.
"Ansel, kan, takut," cicit Ansel. Umurnya terlalu muda untuk menghadapi hal-hal semacam ini. Satu-satunya cara untuk meminta pertolongan yang ia tahu hanya kepada orang dewasa yang menjadi teman ibunya itu.
"Nggak, nggak repot." Jeriko mencoba menengahi. "Semalem dan tadi pagi—"
"—Hangout, cuma jalan-jalan biasa sama Ansel," Gita memotong cepat ucapan belum selesai Jeriko. Perempuan itu langsung membuang muka saat merasakan tatapan Jeriko. Ucapannya tidak benar. Pertikaian yang ia lihat semalam menyadarkannya untuk mengambil sebuah keputusan berat untuk Ansel yang ia lakukan pagi ini. Keadaannya yang sekarang menjadi alasan terkuat untuk memantapkan pilihan yang ia ambil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Colourful
Science Fiction[SLOW UPDATE] Sienna adalah perempuan satu-satunya dari keluarga ayah dan ibu. Siapa saja yang ingin menjalin hubungan dengannya, harus berjanji untuk tidak menyakitinya atau membuatnya menangis. Sampai suatu hari, seseorang yang merupakan teman bai...