Ayli yang sedang sibuk mengunyah makanannya dibuat berhenti ketika merasakan elusan lembut di pipi kanannya. Edgar, sang pelaku, hanya menyengir dan lanjut mengelus pipi Ayli beberapa kali lagi.
"Lo gemesin banget, Ay. Kalau lo gak lagi makan pasti udah gue cubit saking gemesnya," ujar laki-laki itu dengan santai. Ayli memilih untuk tidak menghiraukannya dan membiarkan laki-laki itu berbuat semaunya selama tidak begitu mengganggu.
Begitu bekal Ayli habis dan menyisakan tempat makan yang kosong, enam laki-laki yang mengelilinginya itu berebut untuk memberikan botol minum yang padahal milik Ayli sendiri. Terlalu malas menunggu perdebatan antara keenam laki-laki itu, Ayli langsung merebut botol minumnya.
Mereka sudah berada di kelas Ayli beberapa saat setelah bel istirahat berbunyi. Kelasnya yang lebih sering dalam keadaan lengang membuat para laki-laki itu semakin leluasa. Nisa yang biasanya menetap di kelas sekarang sedang mengunjungi temannya yang berada di Gedung Sains, sedangkan Raia dan Yuna yang duduk di barisan dekat pintu kelas hilang entah ke mana. Lalu Arista, gadis itu juga mengunjungi temannya di MIA 3 begitu bel berbunyi.
"Udah. Sekarang kalian balik ke kelas masing-masing!" titah Ayli setelah mengelap sudut-sudut bibirnya dengan tisu.
"Nanti mau pulang bareng siapa, Ay?" Darian bertanya sambil memandang Ayli penuh maksud.
"Ayli dijemput Papa."
"Jadi nanti gak ikut kumpul di basecamp?" Salah satu teman Javiar, Julio, memasang tempang lesu.
"Nggak, soalnya nanti ada makan malam sama Opa."
"Kan, masih nanti malam, Ay." Ravi ikut menimpali. Dia memang ikut Darian ke kelas Ayli saat temannya itu langsung beranjak ketika bel berbunyi.
"Yaa, sebelum itu Ayli mau beli baju dulu, terus bobok. Matanya capek tahu."
Setelah kalimat terakhir terlontar, para laki-laki itu menatap Ayli dengan intens, membuat gadis yang sebentar lagi berusia enam belas tahun itu sadar kalau dia baru saja salah bicara.
"Semalam tidur jam berapa, Anzhara?" Suara Javiar mengalun ke gendang telinga Ayli, mengundang ketegangan di tubuh gadis itu.
Bingung ingin menjawab apa, bel yang berbunyi tepat waktu menjadi penyelamat Ayli dari para predator di sekelilingnya ini. Keenam laki-laki itu terpaksa harus kembali ke kelas masing-masing tanpa mendapatkan jawaban dari gadis itu. Ayli sangat berterima kasih pada orang yang membunyikan bel.
Perlahan kelas Ilbad kembali diisi oleh para siswanya. Pelajaran terakhir di hari Rabu ini adalah ekonomi. Ayli cukup menyukainya karena materi yang tidak terlalu rumit dan guru menjelaskannya dengan baik sehingga dia bisa paham.
Selang beberapa detik Pak Ivan, sang guru ekonomi, memasuki kelas 10 Ilbad. Beliau memberi sapaan dengan suara yang ramah kemudian mulai menyinggung materi pada pertemuan sebelumnya untuk review singkat. Barulah setelah itu mereka melanjutkan materi untuk hari ini.
Para siswa mendapatkan latihan singkat setelah penjelasan akan materi selesai. Mereka diperbolehkan untuk berdiskusi dalam kelompok kecil. Terlihat satu atau dua orang mengacungkan tangan ketika mengalami kebingungan dalam menyelesaikan soal latihan.
"Ayli, punya lo gini?"
Ayli menoleh ke sisi kanannya ketika mendengar namanya disebutkan. Raia menunjukkan hasil kerjanya pada Ayli untuk memastikan apakah sudah benar atau belum.
"Iya, itu udah bener."
Setelah mendapatkan jawaban Ayli, Raia langsung bangkit dari bangku dan mengumpulkan bukunya di meja guru untuk diperiksa. Ayli juga mengikuti jejak gadis itu dan kembali ke bangkunya dengan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Our Princess
Teen FictionMerupakan putri tunggal dari sang papa, apalagi papanya itu orang tua tunggal, membuat Ayli harus menerima semua aturan yang dibuat. Sebenarnya bukan hanya status sebagai putri tunggal dari sang papa yang dia sandang, tetapi juga cucu perempuan satu...