Our Princess 26 :: Teman-temannya

2.5K 196 6
                                    

Kelas berada dalam keadaan tenang, ya, walaupun tidak setenang hari-hari pada awal pekan. Menjadi hari terakhir ujian, hari ini para siswa menyelesaikan soal-soal dengan lebih bersemangat agar bisa segera terbebas dari beban bernama ujian.

Pada sesi terakhir ujian, dengan seni budaya sebagai mata pelajaran terakhir yang diuji di kelas Ilbad, terhitung sudah hampir setengah dari total jumlah keseluruhan siswa yang telah meninggalkan kelas. Mereka yang telah selesai mengerjakan ujian keluar dengan wajah yang sumringah, pintu yang terbuka lebar seakan menjadi awal kebebasan setelah sepekan penuh pusing dengan berbagai macam soal.

Memiliki Pak Rizal sebagai wali kelas sekaligus pengawas membuat mereka bisa keluar duluan begitu selesai, tidak perlu menunggu yang lainnya.

"Masih ada empat puluh menit, tidak perlu terburu-buru. Kerjakan dengan baik seperti kemarin-kemarin," ujarnya memecah hening.

"Iyaa, Pak."

Jawaban pelan terdengar bersahutan untuk beberapa saat, kemudian para siswa kembali fokus pada jawaban masing-masing yang akan diisikan.

Dalam rentang waktu empat puluh menit sisa waktu ujian itu, beberapa lainnya akhirnya menyusul-selesai mengerjakan ujian dan keluar kelas.

Ayli menyelesaikan ujiannya sepuluh menit sebelum sisa waktu berakhir.

Setelah siswa terakhir menyelesaikan ujiannya, Pak Rizal langsung keluar dari kelas setelah memberi salam.

Ayli dan teman-temannya memutuskan untuk menetap sebentar di kelas kala siswa yang lainnya bergegas keluar. Mereka sudah sepakat untuk makan siang bersama, karena itulah kotak bekal mereka keluarkan sekarang.

"Kalian pada bawa apa? Inget, ya, harus nasi!" ujar Nisa sembari menjulurkan lehernya untuk melihat isi bekal milik yang lainnya. "Gue tadi bela-belain bangun lebih pagi buat bikin bekal, nih." Kini tangannya yang terjulur ke depan teman-temannya secara bergantian, sedang memamerkan isi kotak bekal miliknya.

"Dih, gitu aja sok banget," sahut Yuna dengan nada yang dibuat julid. Sengaja. Dia suka saja membuat temannya yang satu itu kesal.

"Bilang aja lo iri, gue paham, kok."

"Iri sama lo? Gak, deh. Gue masih ada banyak tugas yang harus dikerjain."

"Alasan aja lo. Jujur aja kali."

"Heh, udah kalian! Kita, tuh, mau makan bukannya berantem. Makan sekarang sebelum jejelin kotak bekalnya sekalian!" Raia yang dari tadi diam di samping Yuna akhirnya bersuara. Pertengkaran antara teman-temannya itu bukanlah perpaduan sempurna untuk menemani saat makan.

"Yuna duluan, tuh! Jangan salahin gue. Gue gak bakal gini kalau dia gak mancing duluan." Nisa berargumen untuk membela dirinya. Mau bagaimanapun dia tidak salah. Begitu pikirnya.

"Siapa suruh jadi orang baperan banget. Gitu aja langsung nyamber."

Baru ingin membalas perkataan Yuna lagi, Nisa teralihkan oleh ponselnya yang menampilkan panggilan masuk dari sang mama. Seketika raut kesalnya luntur, tergantikan oleh senyuman lebar.

"Mamaa!" Dia berseru ketika wajah sang mama tertampil di layar ponsel. "Ma, kapan pulang?"

"Masih di sekolah. Lagi makan siang bareng temen." Nisa mengarahkan kamera ponsel ke teman-temannya, memperlihatkannya pada sang mama.

"Oke, Mama juga jaga kesehatan. Iya, aku lanjut makannya."

Setelah panggilan video itu terputus, Nisa kembali fokus pada kotak bekalnya, tidak lagi menghiraukan Yuna yang sebelumnya memancing kekesalan.

"Mamanya Nisa emangnya masih di luar kota?" Memecah hening, Ayli bertanya untuk membangun percakapan.

"Iya. Pulangnya masih tiga hari lagi," jawab Nisa setelah menelan makanannya.

[✓] Our PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang