Matahari sedang menyembul dengan malu-malu di ufuk timur ketika gadis itu merasa tidak lagi dikuasai oleh kantuk. Kala matanya terbuka sepenuhnya, dia mendapati belitan tangan lain di atas tubuhnya dan sang mamy. Mengubah posisinya dengan perlahan, Ayli mendapati sang papa.
Tanpa disadari, tangannya terangkat menuju wajah sang papa. Jari telunjuknya bermain di atas wajah pria itu, seperti yang pernah dia terima. Tidak lama kemudian, sang korban menunjukkan gelagat terganggu lalu membuka matanya.
"Tumben bangun duluan," ucap Sebastian dengan suaranya yang serak. Lalu dia bangun perlahan. Sang putri mengikuti jejaknya dan duduk menghadap sang papa.
"Kenapa Papa bisa ikutan tidur sama Ayli?" Gadis itu bertanya sambil mengusap matanya dengan punggung tangan. Karena gerakannya terlihat kasar, sang papa menarik tangannya-pertanda tidak boleh.
"Emangnya Papa gak boleh tidur sama putrinya Papa? Mentang-mentang sekarang udah ada Mamy, ya."
Kepala si gadis bergerak ke kanan dan kiri secara pelan. Tidak membenarkan ucapan papanya. Detik berikutnya Ayli melemparkan dirinya pada sang papa hingga terduduk di atas pangkuan pria itu.
Ayli melingkarkan kedua tangannya di leher sang papa. "Ayli sayang Papa," ucapnya seraya menyembunyikan wajah di dada papanya. "Makasih udah kasih Ayli mama."
Sebastian membalas pelukan Ayli, tidak kalah erat dari yang diterimanya. Dia juga mengusap lembut kepala putrinya, penuh sayang.
"Papa akan lakuin apa pun untuk Ayli. Jadi minta apa aja sama Papa, gak ada yang gak bisa buat kamu."
"Papa juga senang kalau kamu senang. Kamu itu kebahagian Papa. Ingat itu," imbuh Sebastian seraya beranjak dari atas tempat tidur perlahan. Ayli menjadi berada dalam gendongannya.
"Mau ke mana, Papa?"
"Kamu mandi di kamar Papa aja, ya. Biar Mamy lanjut tidur di sini."
"Okey, Papa."
Keluar kamar dengan perlahan pula agar tidak menimbulkan suara, Sebastian membawa Ayli ke kamarnya seperti yang dia bilang. Gadis itu dia turunkan untuk bisa masuk ke kamar mandi sendiri.
Setelah Ayli menghilang di balik pintu kamar mandi, Sebastian kembali ke kamar putrinya untuk mengambil seragam dan tas milik Ayli.
Dia membuka lemari dengan harapan suara pintu yang terbuka tidak mengganggu Kyara dari tidurnya. Kemudian beralih ke meja belajar putrinya untuk mengambil tas.
"Ayli di mana, Mas?"
Sebastian dibuat sedikit terkejut saat mendengar suara Kyara. Apa dia belum sepelan itu melakukan kegiatannya ini?
"Maaf sudah mengganggu tidur kamu. Ayli lagi mandi di kamar kita."
"Nggak, Mas gak ganggu. Aku emang udah bangun." Kyara merapikan rambutnya untuk diikat secara asal di belakang kepala membentuk cepolan. "Kenapa gak mandi di sini aja?"
"Saya yang suruh biar gak ganggu kamu tidur."
"Aku gak masalah, kok. Lagian aku harus bangun pagi sebelum Ayli juga. Kalau gitu aku ke bawah buat bantuin Bu Nawa, ya," ujar Kyara sembari beranjak dari tempat tidur.
"Kya."
Sang empunya nama menghentikan langkahnya saat dipanggil. Dia menoleh pada pria yang berstatus sebagai suaminya itu.
"Kamu gak perlu ikut lakuin pekerjaan rumah, cukup mengisi figur ibu untuk Ayli. Kamu tahu itu, kan?"
"Aku mau jadi sosok ibu dengan buatin bekal untuk Ayli, dan ngelakuin apa pun untuk Ayli. Itu adalah sosok ibu yang mau aku berikan untuk Ayli."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Our Princess
Teen FictionMerupakan putri tunggal dari sang papa, apalagi papanya itu orang tua tunggal, membuat Ayli harus menerima semua aturan yang dibuat. Sebenarnya bukan hanya status sebagai putri tunggal dari sang papa yang dia sandang, tetapi juga cucu perempuan satu...