Ruangan yang merupakan kamar itu telah kosong. Hanya tersisa ranjang yang berada di sisi jendela, dan lemari besar yang berada di dekat pintu. Selain itu, semua barang telah dikemas, dimasukkan ke koper. Semuanya telah dimuat ke dalam mobil box yang terparkir di depan rumah besar itu.
Tampak seorang gadis yang duduk di ujung ranjang, tangannya sibuk mengetikkan sesuatu di ponselnya sebagai caption dari status yang dibuatnya.
Kalau udah nyaman, gimana bisa dilupain?!
Begitulah kalimat yang dia ketik dengan foto kamarnya yang telah kosong itu.
"Nila! Kita udah mau jalan!"
Teriakan sang mama membuat gadis itu beranjak dari duduknya dengan malas. Sebelum benar-benar menutup pintu dan meninggalkan kamar, gadis yang dipanggil dengan nama Nila itu menatap ke sekeliling untuk terakhir kalinya.
"Selamat tinggal," ucapnya dengan nada berbisik, lalu menutup pintu dengan pelan.
Menuruni tangga untuk ke lantai dasar, saat tiba di sana terlihat sang mama yang telah menunggu dengan tangan yang melipat di depan dada, jangan lewatkan ekspresi kesal yang terpasang di wajahnya. Ketika menyadari kedatangan Nila, wanita itu langsung melontarkan tatapan kesal.
"Kamu lama banget, sih, di atas. Cepet masuk mobil sana, Papa udah nunggu. Nanti kita makin sore sampai sananya."
Nila menurut, tidak ingin memancing kekesalan sang mama untuk bertambah. Jika sampai terjadi, maka dia harus menyiapkan telinganya untuk mendengar omelan panjang. Bisa-bisa telinganya memanas karena mendengar omelan sang mama dalam waktu lama. Dalam diam dia segera melangkah ke luar rumah dan menghampiri mobil hitam yang terparkir di belakang mobil box.
Sang papa duduk di kursi samping pengemudi, sedangkan dirinya dan sang mama duduk di kursi penumpang belakang. Mobil dilajukan oleh sopir pribadi keluarga mereka.
Sepanjang perjalanan menuju rumah baru mereka, Nila hanya menatap ke luar kaca jendela mobil. Hari ini seharusnya dia bersekolah, tetapi karena urusan pindah rumah ini jadilah dia izin untuk tidak hadir. Padahal lebih baik jika dia bersekolah, bisa melihat kakak kelas tampan yang berhasil menarik perhatiannya. Mereka berada di jurusan yang sama, hal itu memudahkan Nila untuk melihat kakak kelasnya itu setiap di sekolah.
Akhirnya mobil memasuki kawasan kompleks perumahan yang jika diperhatikan perumahan tersebut dipenuhi rumah-rumah besar dengan arsitektur berkesan mewah. Ya, kebanyakan rumah seperti itu, kecuali satu rumah yang tampak lebih sederhana dari yang lainnya. Rumah itu terletak tepat di depan rumah baru Nila. Sebuah bangunan bertingkat dua dengan aksen warna abu dan putih yang menyelimuti setiap dinding rumah, lalu ada garasi yang bisa memuat satu mobil dan dua motor. Ada juga taman kecil di depan rumah yang diisi oleh berbagai jenis tanaman hijau. Boxwood yang tumbuh menjadi pagar depan alami setinggi pinggang orang dewasa.
"Nila! Ayo, masuk! Kamu ngapain bengong di situ?"
Lagi-lagi suara dari sang mama membuat Nila harus beranjak dari tempatnya. Tanpa sadar tadi dia memperhatikan rumah itu lamat-lamat.
"Jangan keseringan bengong, Nila. Gak lucu, dong, masa nanti di sini gosipnya tetangga baru udah kesurupan aja. Padahal, kan, perumahan ini gak ada rumor angker."
Mamanya ini tampaknya tidak bisa membiarkan Nila tenang sebentar saja tanpa suara yang mengalun ke telinga gadis itu, yang kebanyakan berupa omelan. Padahal Nila yakin seyakin-yakinnya kalau dirinya tidak sering melakukan kesalahan yang dapat mengundang omelan dari sang mama. Ah, sudahlah. Dia lelah dan ingin segera berbaring di ranjang barunya.
"Nila, tunggu dulu!"
Mengerang kesal, Nila menuju ke arah sumber suara, ruang makan. "Apa lagi, Ma? Aku capek, mau bobo."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Our Princess
Fiksi RemajaMerupakan putri tunggal dari sang papa, apalagi papanya itu orang tua tunggal, membuat Ayli harus menerima semua aturan yang dibuat. Sebenarnya bukan hanya status sebagai putri tunggal dari sang papa yang dia sandang, tetapi juga cucu perempuan satu...