Rok bermotif kotak dengan warna krem-hijau muda setinggi betis dia pilih sebagai bawahan, sedangkan untuk atasan pilihannya jatuh pada blus berwarna broken white dengan lengan balon. Untuk tatanan rambutnya kali ini, dia mengikat setengahnya di belakang kepala dan membiarkan sisanya terurai. Selesai. Saat melihat pada cermin, dia mendapati outfit yang terkesan santai membalut tubuhnya. Ditambah dengan sepatu berwarna putih yang mempermanis penampilannya.
Kemudian dia meraih sling bag berwarna krem pula dari dalam lemari. Dia isi dengan dompet serta ponsel miliknya.
Dia keluar kamar dengan langkah-langkah kecil. Menuju ruang makan untuk sarapan seperti biasanya. Begitu tiba di sana, sang papa pun telah duduk di kursi yang biasanya.
"Papaa! Ayli udah siap!"
"Iya, sarapan dulu. Tante Nura datangnya masih bentaran lagi."
Gadis itu mulai mengisi piringnya dengan nasi kemudian lauk berupa sayur dan ayam goreng. Dia makan dengan tenang setelahnya. Sang papa telah menyelesaikan sarapannya lebih dulu sehingga dia makan sendirian.
Begitu selesai dan makanan di piringnya habis tidak bersisa, Ayli menandaskan segelas air yang sebelumnya dituangkan oleh papanya. Dia membersihkan area di sekitar bibirnya dengan tisu setelah itu.
"Setelah ambil rapor ke kantor Papa, ya. Bu Nawa mau pergi ke rumahnya saudaranya karena ada acara."
"Oke," jawab gadis itu disertai anggukan kecil.
Selang beberapa menit, klakson mobil terdengar sebanyak dua kali dari luar.
"Nah, Tante Nura udah datang. Ayo keluar."
Ayli mengikuti langkah sang papa sambil menggantung tali sling bag di salah satu pundaknya. Baru dua langkah melewati pintu, dia sudah bisa melihat tantenya itu di sisi mobil.
"Tantee!"
Dia melangkah dengan cepat untuk menghampiri Nura, kemudian bergelayut manja di lengan wanita itu. Apa yang dilakukannya itu mendapat balasan sebuah usapan lembut di puncak kepalanya.
"Aku nitip Ayli, Mbak. Kalau ada apa-apa langsung telpon aja."
"Iyaa, Bas. Lagian cuma ke sekolah Ayli bentar buat ambil rapor, kok. Kayak mau pergi jauh ke mana aja." Nura membalas dengan gemas. "Ya udah, kalau gitu aku sama Ayli berangkat."
"Papa, Ayli pergi!" pamitnya sambil melambaikan tangan, kemudian membuka pintu mobil di samping pengemudi.
Saat akan masuk, tangannya ditahan sehingga langkahnya tidak jadi masuk ke dalam mobil. Gadis itu menoleh pada sang papa sebagai pelaku.
"Ada apa, Papa?" tanya Ayli.
"Kamu lupa," ucap Sebastian sambil menunjuk pipinya sendiri.
Paham dengan maksud sang papa, Ayli pun lebih mendekatkan diri pada pria itu lalu berjinjit untuk memberikan kecupan di kedua pipi Sebastian. Pria itu juga memberikan kecupan singkat di puncak kepalanya sebelum Ayli masuk ke dalam mobil.
"Hati-hati di jalan," pesannya sambil melihat kakak ipar serta putrinya secara bergantian melalui kaca mobil yang terbuka. "Jangan ngebut ya, Mbak."
Nura memutar bola matanya, jengah dengan duda yang berstatus sebagai adik suaminya itu. Lagi pula untuk apa dia mengebut, dia bukan pembalap yang harus mencapai garis akhir dengan cepat. Keprotektifan pria itu sudah sampai pada tahap sangat akut.
"Papa juga harus kerja, mending panasin mobil. Ayli sama Tante Nura mau pergii!"
Sebastian terlihat mengembuskan napas. "Ingat ya, kalau ada apa-apa langsung telpon Papa. Ponselnya jangan di-silent dan jangan pergi jauh dari Tante Nura. Oke?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Our Princess
Fiksi RemajaMerupakan putri tunggal dari sang papa, apalagi papanya itu orang tua tunggal, membuat Ayli harus menerima semua aturan yang dibuat. Sebenarnya bukan hanya status sebagai putri tunggal dari sang papa yang dia sandang, tetapi juga cucu perempuan satu...