Setelah bangun pagi-pagi, lalu sarapan bersama, mereka semua sibuk merapikan barang masing-masing karena hari ini adalah jadwal untuk pulang. Bus datang tepat pukul sepuluh pagi di tempat perkemahan itu. Kemudian orang-orang yang telah selesai merapikan barang masing-masing memasuki bus dan mengambil tempat duduk. Begitu semuanya telah dipastikan duduk dengan baik, bus langsung berangkat meninggalkan tempat perkemahan itu. Bus kembali melewati daerah yang dipenuhi kawasan hijau itu sebelum memasuki jalan besar yang ramai, khas perkotaan.
Bus akhirnya tiba di sekolah, bergantian menurunkan siswa-siswa SMA Kencana Bakti. Mereka langsung diarahkan untuk berkumpul di lapangan sekolah untuk diabsen terlebih dulu. Begitu nama terakhir disebutkan, setelahnya mereka langsung diperbolehkan untuk meninggalkan sekolah bagi yang sudah dijemput.
"Anjim, pulsa gue abis!" gerutu Amaya setelah menjauhkan ponsel dari telinganya. Mendapati suara operator setelah men-dial nomor sang kakak, membuat gadis itu kesal.
"Ini, pake punya Ayli aja," ujar Ayli seraya menyodorkan ponselnya ke depan Amaya. Dia memang tidak menawarkan karena benar-benar akan meminjamkan ponselnya pada Amaya.
"Eh, gak perlu, Ay. Gue bisa pinjem sama yang lain," tolak Amaya dengan halus. Selalu tampak tidak enakan ketika berurusan dengan benda yang disodorkan oleh Ayli.
"Iiish, beneran boleh pinjem tahuuu, daripada makin lama tunggu jemputannya." Gadis itu bersikeras, tentu saja. Selama bisa, pasti akan dia bantu. "Pake ajaaa! Ayli juga jarang nelpon, kok, jadi pulsanya masih banyak. Gak akan putus di tengah jalan waktu nelpon."
"Bukan gitu maksud gue, Ay."
"Pake aja, Amayaa! Ayli maksa, nih!"
Tidak bisa mendebat gadis keras kepala itu lagi, akhirnya Amaya mengambil ponsel Ayli lalu dengan cepat menekan nomor kakaknya untuk ditelepon. Hanya sebentar setelah sang kakak menjawab panggilannya, kemudian langsung dia kembalikan ponsel itu pada pemiliknya.
"Makasih banyak, ya, Ayli."
"Iyaa, bukan apa-apa, kok." Gadis itu menyimpan ponselnya ke dalam sling bag yang menggantung di pundaknya. "Kalau gitu Ayli duluan ya, bubyee!" Dia langsung melangkahkan kakinya menjauh dari teman-temannya. Dengan susah payah dia membawa tas besarnya hingga ke luar sekolah. Ketika mengedarkan pandangannya, Ayli mendapati sang papa yang melangkah cepat ke arahnya. Begitu berada di depannya, pria itu langsung mengambil alih tas besar tersebut dari tangannya.
"Kita pulang sekarang ya," ujar Sebastian setelah mereka duduk dengan nyaman di dalam mobil.
"Papa, Ayli mau jajan, boleh?"
"Kenapa tiba-tiba mau jajan? Tunggu sampai di rumah aja, ya, nanti minta Bu Armi buat potongin buah."
"Tapi Ayli mau jajan," balas gadis itu dengan suara pelan. Setelah menikmati jajanan yang dibawa oleh Amaya dan Nisa saat di perkemahan, dia ingin kembali merasakannya. Sudah lama sejak yang terakhir kali bagi gadis itu. Mungkin sejak dirinya mulai konsultasi dengan Dokter Jena, sang papa lalu membatasi makanan yang akan dikonsumsinya. "Kemarin temen Ayli bawa jajanan buat dimakan, sekarang Ayli mau lagi. Boleh ya, Papa?"
Sebastian seketika menoleh pada sang putri, tidak jadi melajukan mobil yang padahal sudah dia nyalakan. "Makan berapa banyak kemarin, Ay?" Dia bertanya dengan nada menuntut.
"Gak banyak, kan, makan bareng sama temen yang lain."
"Sekali ini aja, ya."
"Iyaa, Papa," balas gadis itu dengan bersemangat.
Mobil akhirnya melaju meninggalkan depan sekolah Ayli. Sebastian mengemudikan mobil menuju supermarket yang sering dijadikan tempat asisten rumah tangganya berbelanja. Tentu saja itu atas suruhannya. Setelah mobil terparkir bersama yang lainnya, Ayli yang pertama keluar. Langkahnya yang ringan itu menunjukkan betapa senangnya dia saat permintaannya terpenuhi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Our Princess
Ficțiune adolescențiMerupakan putri tunggal dari sang papa, apalagi papanya itu orang tua tunggal, membuat Ayli harus menerima semua aturan yang dibuat. Sebenarnya bukan hanya status sebagai putri tunggal dari sang papa yang dia sandang, tetapi juga cucu perempuan satu...