Tali tas disampirkan ke salah satu bahu, kursi dia dorong untuk masuk ke kolong meja. Kemudian Ayli mengikuti langkah teman-temannya ke luar kelas.
Keluar dari lobi bersama dengan siswa-siswa lainnya, kelima gadis itu melangkah dengan cepat menuju parkiran guru. Lalu segera menempati tempat biasa mereka menunggu jemputan masing-masing sebelum ada siswa lain yang menempatinya.
Tangannya yang sedang memegang tisu terangkat untuk menghilangkan bulir keringat di kening dan pelipis. Entah mengapa hari ini lebih panas dari biasanya, mentang-mentang musim penghujan telah berlalu. Keluar dari kelas yang memiliki pendingin ruangan, membuat suhu tinggi itu langsung menyelimuti. Pasti rasanya akan melegakan jika mereka mendapatkan satu cup es cokelat seperti biasa.
"Ayli, minta tisu, dong." Nisa menengadahkan tangannya di depan Ayli. "Hari ini panas banget, dah, kayak hati."
"Gue juga mau," timpal Yuna yang mengikuti jejak Nisa.
"Makasih!" Kedua gadis itu berujar bersamaan setelah mengambil tisu yang disodorkan oleh Ayli.
"Iya, sama-sama."
"Ay, kakak lo pada makin sibuk, ya. Gak kerasa udah deket ujian aja mereka, tuh. Kita juga bentar lagi jadi kakak kelas," ujar Nisa tanpa mengalihkan pandangannya dari arah gerbang untuk melihat jemputannya.
"Bener juga lo. Adek kelas kita nanti modelannya kayak gimana, ya." Raia memberi sahutan sambil menerka-nerka. "Adek kelas gue waktu SMP kemaren gayanya selangit parah, songong gak kira-kira. Moga gak dapet yang gitu lagi."
"Iya, bener. Kayaknya anak sekolah di bawah tahun kita pada selangit gayanya. Kita aja sama kakak kelas masih jalannya nunduk-nunduk, lah, mereka dagunya udah mau nyaingin menara Paris." Yuna menambahi dengan heboh. "Masih ingat gue waktu kelas 9 kemarin ada temen sekelas gue yang ribut sama adek kelas bawa-bawa orang tua. Ajib banget emang, padahal banyak saksinya yang bilang adek kelas itu duluan."
"Waah, kalian gak tau aja sekolah gue. Ada adek kelas yang mantannya hampir semua laki-laki di angkatan gue." Nisa menimpali dengan heboh. Dia yang yakin jemputannya tidak akan datang dalam waktu dekat, telah mengalihkan pandangan dari arah gerbang yang penuh oleh keluarnya motor-motor dan siswa lain.
Raia berdecak mendengar kalimat Nisa. "Anjas. Mau sekolah apa koleksi mantan, tuh. Sekalian aja sama guru-gurunya."
"Terus kenapa kepikiran buat pacaran coba?" celetuk Ayli tanpa sadar. Dia hanya tidak habis pikir.
"Ya gitu deh, Ay. Kebanyakan nonton sinetron, ya, jadinya gitu. Apalagi sekarang ditambah drama Korea mulai viral, mulai ikut cinta-cintaan itu bocah-bocah. Giliran sakit hati nanti buat postingan di Facebook. Gak tahu aja tiga tahun setelah itu mereka bakal jijik ngeliat alaynya diri sendiri."
"Bener, Jwir. Gue yang postingannya cuma waktu masih pake poni miring aja ngerasa alay pengen hapus akun." Yuna menanggapi ucapan Raia dengan heboh. Dia yang mengingat foto lawasnya di media sosial itu seketika merinding. Alay sekali jika dilihat kembali walaupun itu hasil ikut-ikutan tren pada masanya.
"Emang paling bener, tuh, kayak Ayli aja. Baru nyentuh medsos waktu SMA, jadi gak ada jejak alay-alay."
Si empunya nama malah merasa kikuk dibicarakan demikian oleh Nisa. Ayli memang baru membuat akun media sosial seperti remaja seumurannya saat masuk sekolah menengah atas karena sebelumnya tidak menemukan manfaat dari membuat itu. Namun, kini dia membuatnya untuk menjalin pertemanan dengan yang lainnya.
"Eh, Abang gue udah dateng, tuh. Gue duluan, jangan kangen, ya!" Nisa langsung beranjak dan berlari kecil keluar gerbang. Setelah mendudukkan dirinya dengan nyaman di atas motor sang abang, gadis itu menyempatkan untuk melambai pada teman-temannya sebelum motor melaju.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Our Princess
Teen FictionMerupakan putri tunggal dari sang papa, apalagi papanya itu orang tua tunggal, membuat Ayli harus menerima semua aturan yang dibuat. Sebenarnya bukan hanya status sebagai putri tunggal dari sang papa yang dia sandang, tetapi juga cucu perempuan satu...