Our Princess 15 :: Cerita Seram

4K 247 0
                                    

Mereka telah berganti pakaian dengan yang lebih nyaman dan hangat. Duduk melingkar di atas karpet, tubuh keenam gadis itu tanpa sadar bergerak untuk saling berdempetan satu sama lain kala salah satu di antara mereka, Amaya, mulai bersuara.

"Well, sebenarnya bukan cerita pengalaman kakak gue, tapi pengalaman teman-teman dia yang waktu ngikutin acara kayak gini dapat lokasi tenda yang lebih dekat sama hutan." Amaya memulai ceritanya dengan nada yang terdengar santai. "Gak kayak kita yang sekelompoknya berenam, kelompok mereka cuma ada tiga orang di masing-masingnya. Jadi, itu di malam kedua setelah mereka ngadain jelajah alam di siang harinya. Karena besok paginya udah pulang jadi gak ada kegiatan apa-apa setelah makan malam. Semua orang disuruh buat langsung tidur biar gak kesiangan, pada nurut mereka. Zaman sekolah kakak gue guru-gurunya masih pada banyakan killer, ya, pasti semua bakal nurutlah."

Permulaan yang belum menampilkan suasana menyeramkan, tetapi mereka berenam sudah semakin merapatkan diri. Tanpa sadar dilakukan untuk memastikan tidak sendirian di dalam kamar itu.

"Mau lanjut?" tanya Amaya memastikan. Sebenarnya dia sendiri juga sudah dilingkupi perasaan takut, bulu romanya meremang, seperti saat pertama kali mendengarkan cerita itu dari kakaknya.

"Bentar! Ayli takuut!" Gadis itu merengek kecil seraya memajukan posisi duduknya agar lebih ke tengah, di antara teman-temannya. Kedua tangannya telah memeluk erat sebuah bantal. "Sekarang boleh lanjut."

Amaya mengangguk kecil. "Oke, lanjut, ya. Temen kakak gue katanya denger berisik-berisik gitu di tenda mereka, tapi dari luar, dikirain udah pagi jadi orang-orang pada sibuk siap-siap buat pulang. Eh, tahunya pas buka mata masih gelap dan satu-satunya cahaya yang ada cuma dari lentera kecil yang ditaruh di sudut tenda. Tambah bingung lagi dia waktu liat dua temennya udah bangun dan duduk dalam keadaan tegang gitu. Waktu mau nanya, temennya ngasih isyarat buat diem, setelahnya kedengaran suara serak gitu dari luar. 'Temenin ke dalam sana, yuk. Aku gak mau sendirian di gelap.' Yang dimaksud itu pasti hutan, gue yakin, sih."

"Setelahnya tenda mereka gerak-gerak, padahal yakin banget gak ada suara angin. Makin takut mereka bertiga di dalam tenda. Udah nutup mata masing-masing sambil doa dan berharap ada guru patroli yang lewat, tapi sampe berapa lama gak ada satu pun, gak kayak hari sebelumnya. Akhirnya goyangan di tenda mereka berhenti, pada beraniin diri buat buka mata dan ngecek keadaan, tapi gak lama setelahnya atap tenda ditekan dari luar kayak mau disobek. Keliatan kayak ada tangan di atas tenda itu." Amaya menjeda ceritanya untuk menghela napas sejenak. "Sebenarnya temen kakak gue itu udah mau teriak buat minta tolong, tapi gak jadi karena 'tangan' itu pindah ke sisi tenda tempat dia duduk. Bener-bener setelah itu saking syoknya gak berani ngeluarin suara dan berharap semua itu cepet selesai. Lampu yang ada di tenda mereka aja tiba-tiba mati."

"Terus setelah mereka pulang, temen kakak gue sama dua temennya demam selama dua hari. Di antara mereka bertiga cuma temen kakak gue yang akhirnya berani cerita tentang kejadian itu. Ceritanya emang gak kesebar karena pihak sekolah gak publikasikan cerita itu di antara siswanya biar gak pada heboh dan malah ada yang nambah-nambahin cerita. Intinya setelah itu kegiatan kemah dan semacamnya yang butuh nginep-nginep kayak gini gak diadain selama tiga tahun. Selesai."

Tidak ada yang bersuara setelahnya, terlalu terlarut dalam cerita sehingga tidak tahu harus bereaksi seperti apa ketika Amaya menyelesaikan ceritanya. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing, pun dengan ketakutan masing-masing.

"Kalian ngapain ngumpul di situ?"

"KYAAAAA!" Keenam gadis itu berteriak karena terkejut dengan pertanyaan yang tiba-tiba terdengar itu. Ayli bahkan sudah menyembunyikan wajahnya di balik bantal saking takutnya.

"Kalian kenapa teriak-teriak gitu?!" Suara itu kembali mengalun ke gendang telinga mereka, kali ini lebih keras. Dengan sedikit keberanian yang berhasil dikumpulkan kembali dalam waktu singkat, mereka menoleh ke arah sumber suara dan menemukan ternyata salah satu guru yang berdiri di ambang pintu kamar itu. Bu Ambar. Tanpa komando, embusan napas lega terdengar dari keenam gadis itu.

[✓] Our PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang