Dia ditinggalkan sendiri di meja makan karena beberapa saat yang lalu sang mamy kembali didera mual seperti hari-hari sebelumnya. Padahal sudah lewat satu minggu sejak dirinya sakit, pun dapat dia ingat jelas bahwa sang mamy juga ikut jatuh sakit pada hari itu. Namun, mengapa sang mamy tidak ikut sembuh seperti dirinya? Ayli jadi merasa iba pada sang mamy yang setiap pagi harus bolak-balik ke kamar mandi karena mual itu.
Ditambah lagi sudah satu minggu pula sang mamy tidak ikut mengantarnya ke sekolah, apalagi menjemputnya.
"Mamy ...," gumamnya dengan mata yang telah berkaca-kaca. Ayli tidak mau lagi menyentuh piringnya yang berisi sarapan, isi kepalanya dipenuhi oleh sang mamy.
"Ayli, mau berangkat sekarang?" Sebastian yang telah kembali sedari menemani Kyara segera menghampiri sisi putrinya. "Ayli?" panggilnya lagi saat sang putri tidak menunjukkan pergerakan dari duduknya.
"Papa ... Ayli gak mau sekolah, mau sama Mamy aja di rumah." Ayli berusaha meminta dengan suaranya yang terdengar serak karena menahan tangis yang bisa pecah kapan saja. "Ayli mau jagain Mamy di rumah."
"Udah ada Bu Nawa yang jagain Mamy kamu, jadi gak perlu khawatir. Sekarang berangkat sekolah, ya? Hari ini jadwal ekskul juga, kan." Meskipun Sebastian tidak pernah sepenuhnya mengizinkan Ayli untuk mengikuti ekstrakulikuler yang telah digeluti gadis itu selama hampir 8 bulan itu, menjadikannya sebagai alasan agar Ayli tetap berangkat ke sekolah tidaklah buruk. Kyara butuh untuk istirahat, dan Ayli pun harus sekolah walaupun bisa saja dia langsung menelepon wali kelas putrinya itu.
"Ayli.. Mamy baik-baik aja, gak sakit. Cuma perlu istirahat, jadi kamu gak perlu khawatir. Setelah pulang sekolah nanti, kan, bisa ketemu Mamy lagi."
"Tapi masih lama .... Kenapa Ayli gak nemenin Mamy aja dari sekarang? Ayli bisa bantu rawat Mamy."
Sebastian mengembuskan napasnya dengan pelan. Harus menemukan bujukan terjamin ampuh lainnya sebelum keras kepala gadis itu tidak bisa dia hadapi lagi dan berakhir mengatakan "iya".
Berlutut di sisi kursi Ayli, kemudian Sebastian meraih kedua tangan gadis itu untuk dilingkupi oleh miliknya yang besar. "Dengerin Papa, Ayli berangkat sekolah hari ini, ya. Besok juga berangkat. Terus hari Jumatnya Papa bakal bolehin Ayli gak berangkat sekolah kalau Mamy sakit lagi. Jadi, nanti Ayli bisa punya tiga hari buat rawat Mamy. Ditambah setiap malam, kalau Ayli sekolah, Papa bakal bolehin Ayli tidur sama Mamy. Gimana?"
Gadis itu terdiam cukup lama sambil menatap kedua tangannya yang tersembunyi di dalam genggaman sang papa.
"Papa janji?"
"Iya, janji."
Akhirnya Ayli bangkit dari kursinya dan meraih tas walaupun dengan gerakan enggan. Sebastian merangkul putrinya itu untuk segera keluar rumah sebelum berubah pikiran.
Ketika mobil akhirnya keluar dari kompleks perumahan, Sebastian mengembuskan napas lega. Tidak akan ada kesempatan bagi Ayli jika ingin meminta putar balik.
·
Tadi Ayli dibantu sang mamy untuk merias diri. Juga memilihkan dress untuknya. Kemudian menata rambutnya sedemikian rupa. Itu semua dilakukan karena mereka akan memenuhi undangan makan malam dari Sean dan Kara, mereka sibuk bersiap-siap. Tidak bisa menolak undangan itu tentu saja.
Jadi, selesai bersiap mereka langsung menuju restoran yang telah disepakati.
Restoran itu seperti restoran-restoran yang sebelumnya dia kunjungi bersama sang papa dan mamy. Seorang pelayan langsung mengarahkan mereka ke ruang privat yang telah direservasi oleh Sean.
Ketika masuk ke dalam ruangan, Ayli bisa melihat mamanya beserta Om Sean dan Javiar yang telah menunggu. Dia mengambil duduk di samping kakaknya itu sesuai permintaan. Begitu mendaratkan diri di atas kursi, Javiar langsung menariknya dalam pelukan singkat dan membubuhkan kecupan ringan di pelipisnya.
"Miss you, Baby A." Ayli tidak mengeluarkan suara, hanya membalas pelukan singkat dari kakaknya itu dengan tidak kalah erat.
Kemudian mereka mulai memesan makanan setelah buku menu diletakkan di depan masing-masing.
"Ayli pengen es krim buat dessert," ujar gadis itu setelah meneliti daftar hidangan penutup yang ada di buku menu.
"Kali ini nggak, ya. Pilih yang lain aja, Ayli." Kyara langsung memberikan jawaban.
Menoleh pada sang mamy, Ayli mengerutkan keningnya. Tumben sekali dia dilarang oleh mamy-nya. "Tapi Ayli pengen, Mamy!"
"Pilih yang lain ya, Ayli. Besok-besok Mamy beliin es krim."
Tergiur dengan tawaran sang mamy, akhirnya Ayli menurut.
Setelah menyebutkan pesanan masing-masing, mereka perlu menunggu beberapa saat hingga pelayan kembali. Kemudian makanan mulai disajikan di hadapan masing-masing.
Ayli menatap sekelilingnya. Makan malam kali ini lebih hening daripada makan malam bersama opa dan omanya, juga Om Gama walaupun pria itu seringnya menyebalkan.
Makan malam ini diusulkan oleh mamanya karena mereka sudah lama tidak bertemu semenjak yang terakhir kali di pernikahan papa dan mamy-nya. Inilah yang menjadi alasan mereka untuk tidak bisa menolak undangan itu.
"Kenapa Mamy gak ikut makan daging juga? Mamy gak suka?" Gadis remaja itu bersuara, mengundang semua yang menempati meja itu untuk menatapnya.
"Bukan gitu. Mamy cuma gak bisa aja," ujar Kyara diserta senyum.
"Kenapa? Dagingnya keras? ... tapi buat Ayli nggak."
"Mamy lagi gak pengen aja, kok. Ayli lanjut makannya, ya."
"Mamy sakit lagi? Mamy keliatan pucat gitu." Gadis itu memandang wajah sang mamy, tetapi nyatanya wajah Kyara tidak terlihat pucat karena telah dirias sedemikian rupa.
"Ayli." Sebastian bersuara, membuat sang putri menatap ke arahnya.
"Mamy gak papa. Mamy makannya beda karena adeknya Ayli gak suka makan itu. Sekarang Ayli lanjut makan, ya." Sebastian memberi pengertian pada Ayli agar gadis itu melanjutkan makannya. Jika ditunda lebih lama, pasti putrinya itu tidak ingin makan lagi.
Namun, Ayli yang berusaha memproses kalimat sang papa terdiam di tempatnya.
"Ah, berita yang mengejutkan untuk makan malam ini." Ayli menatap Sean yang bersuara. "Selamat!"
"Ya, selamat untuk kehamilan kamu." Kara ikut bersuara.
"Ayli .... Ayli bakal punya adek?" Gadis itu menatap sang mamy dengan mata berkaca-kaca. Berusaha memastikan bahwa dirinya tidak salah memahami.
"Iya, Ayli. Ayli bakal punya adek," ucap Kyara dengan lembut sambil menangkup wajah Ayli dengan kedua tangan. Setelahnya Ayli tidak memberikan balasan apa pun, membuat Kyara memikirkan ... hal yang bisa saja terjadi. Ayli berubah pikiran mengenai sosok adik.
"Ayli ... gak mau punya adek?" Kyara bertanya dengan hati-hati.
Detik berikutnya, Ayli malah melemparkan tubuhnya pada Kyara dan memeluk wanita itu dengan erat. Tangisnya pecah setelah itu.
"Ayli beneran gak jadi adek lagi, kan? Ayli bakal jadi kakak?" Dia bertanya di sela senggukannya. Nada suaranya bergetar. "Ayli bukan adek lagi, kan? Ini Mamy gak bohong kalau Ayli bakal jadi kakak?"
Kyara yang sebelumnya terdiam, perlahan mengangkat tangannya untuk membalas pelukan Ayli dengan tidak kalah erat. Satu tangannya mengelus belakang kepala Ayli dengan lembut. Dia tersenyum dengan mata yang turut berkaca-kaca.
"Iya. Ayli bakal jadi kakak."
Tamat.
Terima kasih telah mengikuti kisah milik Ayli ╰(⸝⸝⸝´꒳'⸝⸝⸝)╯ akhirnya Ayli bisa ngerasain jadi kakak juga. Buat kalian yang pengen cerita lain bisa ketuk profilku langsung, ya~ Ada cerita menarik lainnya. Ngomong-ngomong, setelah ini ketemuan sama Raiden dan Alilah yaa ... sampai jumpa!
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Our Princess
Teen FictionMerupakan putri tunggal dari sang papa, apalagi papanya itu orang tua tunggal, membuat Ayli harus menerima semua aturan yang dibuat. Sebenarnya bukan hanya status sebagai putri tunggal dari sang papa yang dia sandang, tetapi juga cucu perempuan satu...