Bu Arna, guru yang mengajar meninggalkan kelas sesaat setelah bel berbunyi. Sebelum itu, memberikan tugas untuk dikumpulkan pada pekan depan dan mengisi jurnal kelas.
"Ekonomi punya lo udah belum? Yang buat lusa."
Ayli menoleh pada Nisa yang sedang bertanya pada Yuna di sampingnya. Posisi duduk gadis itu sudah menghadap pada Yuna.
"Belum. Besok baru mulai. Kalau dapat hidayah, ya, pulang nanti atau nanti malam dikerjain."
"Kalau udah share ke grup, ya." Nisa memberikan senyuman penuh pada Yuna.
"Enak aja lo. Gak ada, usaha sendiri."
"Ini juga usaha, Yun. Usaha minta jawabannya ke lo."
"Cari sendiri ke internet sana! Lagian bukan tugas itung-itungan masih aja minta ke gue. Di buku juga ada, ya. Pokoknya cari sendiri!"
"Gitu amat lo, Yun. Gak bestie kita."
"Kayak kalau jadi bestie lo gue dapat keuntungan aja."
"Guys, mau ke kantin gak?" Arista menyela seraya bangkit dari bangkunya. Ponselnya dia kantongi sembari mengedarkan pandangan pada keempat temannya itu.
"Yuk!" sahut Ayli setelah meraih dompet dari dalam tas.
"Gue ikut. Tinggalin aja Yuna sama Nisa biar debat terus sampe puas." Raia menimpali dan berjalan duluan untuk keluar kelas. "Heran gue, gak ada hari tanpa mereka ribut."
"Heh, tunggu! Gue juga mau ikut!" seru Nisa sembari mengambil dompetnya dari dalam tas dengan cepat. Yuna pun demikian, lalu menyusul ketiga gadis yang sudah keluar duluan.
Kelimanya menuju kantin yang berada di belakang gedung. Tiba di sana, kerumunan langsung menyambut mereka sehingga memutuskan untuk berbagi tugas sebelum berpencar masing-masing. Ayli bersama Nisa Arista membeli es, sedangkan Yuna dan Raia menuju stan penjual batagor.
"Gue sama Ayli rasa melon, Yuna sama Raia cokelat. Lo mau rasa apa, Nis?" Arista bertanya sembari mereka mengantre.
"Gue mau rasa taro."
"Okey."
Setelah kedua orang di depan mereka selesai, Ayli dan kedua gadis di sampingnya mengambil langkah untuk maju. Namun, entah bagaimana siswa perempuan yang akan beranjak di depannya itu tidak dapat dapat mengontrol diri dan menabrak Ayli. Cup di tangannya yang tidak tertutup dengan baik menyebabkan tangan Ayli ketumpahan minuman.
Untungnya Ayli refleks dengan cepat memundurkan tubuhnya sehingga minuman itu tidak terciprat ke seragamnya. Arista dan Nisa di sampingnya langsung menjatuhkan atensi pada dirinya.
"Ay, lo gak papa? Kena seragam gak?"
"Mau gue temenin ke toilet?"
Kedua gadis itu melontarkan pertanyaan bersamaan.
"Gue bener-bener minta maaf. Gue gak sengaja. Maaf banget, ya."
Ayli mengangkat pandangan untuk melihat wajah siswa yang menabrak dirinya. Lipatan-lipatan kecil muncul di keningnya.
"Kamu ... yang dulu itu, kan?"
Siswa itu melebarkan matanya saat mengingat siapa yang ditabraknya sekarang ini.
"Astaga. Gue bener-bener minta maaf. Gue bakal tanggung jawab. Ayo gue temenin ke toilet. Tangan lo bisa lengket kalau dibiarin gitu. Maaf banget, gue beneran gak sengaja." Dia menitipkan minumannya pada teman di sampingnya lalu meraih tangan Ayli. "Ayo, kita ke toilet! Gue bantuin lo bersihin tumpahannya."
"Gue ikut. Nis, minta tolong, ya." Arista bersuara di samping Ayli.
"Eh, gak usah. Ris temenin Nisa aja. Ayli biar sama dia, gak papa, kok."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Our Princess
Teen FictionMerupakan putri tunggal dari sang papa, apalagi papanya itu orang tua tunggal, membuat Ayli harus menerima semua aturan yang dibuat. Sebenarnya bukan hanya status sebagai putri tunggal dari sang papa yang dia sandang, tetapi juga cucu perempuan satu...