Sayup-sayup terdengar suara ketukan pintu disusul namanya yang dipanggil-panggil oleh sang pelaku pengetuk pintu. Menggeliat pelan di atas ranjang, tetapi hanya untuk mencari posisi nyaman guna melanjutkan tidurnya. Selimut yang menutupi tubuhnya pun dia naikkan hingga menutupi setengah wajahnya.
"Ayli?"
Sang pengetuk pintu tampak tidak menyerah untuk membangunkan penghuni kamar tersebut. Karena setelah sekian lama tidak mendapatkan balasan apa pun, Sebastian memutuskan untuk masuk ke dalam kamar putrinya. Enam tahun menjadi orang tua tunggal membuatnya sudah cukup terbiasa dengan kebiasaan putrinya, sulit untuk bangun pagi contohnya. Apalagi semalam ketika mereka tiba di rumah utama keluarga Nugrata, gadis itu tidur sedikit larut karena sibuk menjenguk kucing peliharaan yang dirawat di sana. Itu adalah kucing ketiga yang menjadi peliharaan karena dua sebelumnya telah mencapai batas usia mereka.
Ketika masuk Sebastian langsung disambut kamar bernuansa luar angkasa dengan dinding yang tergambar planet di tata surya pada sisi kanan dan Galaksi Bima Sakti pada sisi kiri. Ada sebuah boneka unicorn setinggi dada orang dewasa di sudutnya. Tempat tidur berada di sisi kanan, itu atas permintaan Ayli saat kamar itu diisi oleh perabotan. Di sana, Sebastian bisa melihat putrinya yang terkubur di bawah selimut tebal.
Sebastian menghampiri putrinya dengan perlahan. Begitu mendudukkan dirinya di tepi ranjang, pria berusia 43 tahun itu melayangkan tangan dan mendaratkannya di atas kepala Ayli. Jarinya bergerak untuk mengelus secara lembut.
"Ayli, hari ini sekolah, lho. Ayo bangun, nanti telat. Ini perjalanannya jauh untuk ke sekolah."
Lenguhan kecil lolos dari bibir gadis itu itu. Tubuhnya kembali menggeliat kecil. Lalu dia berusaha membuka kelopak mata yang masih terasa sangat berat itu.
"Ngantuuk," rengeknya dengan suara serak. Ayli mengeratkan pegangannya pada selimut yang melingkupi tubuhnya.
"Mau gak masuk aja? Papa bisa izin ke wali kelas kamu."
Akhirnya Ayli dapat membuka kelopak matanya, lalu menatap sang papa dengan mata bulatnya yang jernih. Kemudian kepalanya bergerak pelan, menggeleng.
"Ayli sekolah." Dia berucap seraya bangkit dari posisinya.
"Kenapa berubah pikiran? Kan, Papa bisa izin buat kamu nanti." Sebastian menatap putrinya dengan tatapan geli. Dia sudah tahu alasan Ayli mengubah keputusannya, tetapi sengaja bertanya lagi.
"Males nanti diteror Kak Jav sama Kak Ri. Belum lagi nanti yang lain ikutan."
"Ya udah, kamu siap-siap. Papa tunggu di bawah." Mengusak puncak kepala Ayli sebentar, setelah itu barulah Sebastian meninggalkan kamar putrinya.
Bersiap-siap dengan gerakan malas, dua puluh menit kemudian Ayli telah selesai. Sekarang adalah hari Jumat, jadi gadis itu memakai seragam bermotif batik lengan panjang dan rok setinggi lutut berwarna putih.
Ayli memang memiliki dua seragam untuk setiap pasang, satunya disimpan di rumah utama agar tidak kesulitan saat Aram dan Sesya memintanya untuk menginap. Seperti kali ini. Untuk buku-bukunya pun tersedia stok buku kosong di laci meja belajarnya, pada hari Jumat seperti ini memang tidak membutuhkan buku paket mata pelajaran karena guru-guru yang mengajar menggunakan bahan ajar dalam bentuk soft file. Jadi, teman sekelasnya, termasuk Ayli sendiri, menyukai hari Jumat karena tidak perlu memikul tas dengan beban berat.
Keluar dari kamar lalu menuju lantai dasar, saat tiba di ruang makan sudah ada sang papa beserta opa dan omanya. Ayli menempatkan diri di samping sang papa kemudian mulai mengambil selembar roti untuk dioles dengan selai cokelat sebagai sarapan. Dia menyelesaikan sarapannya dengan cepat. Sebelum menyusul jejak papanya yang sudah keluar lebih dulu, Sesya memberikan tas kecil berisi bekal untuk Ayli. Barulah setelahnya gadis itu segera pamit.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Our Princess
Teen FictionMerupakan putri tunggal dari sang papa, apalagi papanya itu orang tua tunggal, membuat Ayli harus menerima semua aturan yang dibuat. Sebenarnya bukan hanya status sebagai putri tunggal dari sang papa yang dia sandang, tetapi juga cucu perempuan satu...