Happy Reading!
Awas typo!
***
"DEMI APA LO LANGSUNG LONCAT KELAS, VA?"
Gadis bersurai kecoklatan itu sontak saja langsung menjauhkan ponsel dari telinganya saat mendengar teriakkan dengan suara yang melengking itu. Ia berdesis pelan saat merasa telinganya sedikit berdengung.
"Bisa tidak, kamu tidak perlu teriak-teriak?" kesal gadis itu.
"Ya maap, Va. Abisnya gue kaget banget. Pantesan lo lama banget di ruangan pak Bambang. Gue pikir kalian ngobrolin apaan, taunya malah ngobrolin ini." Bisa ditebak jika gadis di seberang sana itu tengah memberenggut jengkel.
"Ya saya juga tidak tahu menahu kalau pak Bambang akan bicara mengenai hal itu."
"Duh, makannya lo itu jadi orang jangan pinter-pinter napa, Va. Gini kan jadinya," ujar gadis di seberang sana.
"Mana saya tahu," ujar Adeeva seraya membereskan keperluan sekolahnya.
"Kalo lo pindah sekolah gitu, ntar gue di sekolah sama siapa?" Terdengar suara memelas dari seberang telepon.
"Memangnya teman kamu cuma saya saja? Masih banyak teman-teman sekelas, Del. Kamu bisa berteman dengan mereka," ujar Adeeva pada sahabatnya yang bernama Adella itu.
"Ya emang masih banyak sih. Tapi 'kan gue deketnya cuma sama lo doang. Ya walopun kadang ngrasa gedeg sama bahasa lo yang baku banget itu," ujar Adella masih dengan suara yang memelas.
"Maka dari itu, mulai nanti coba kamu biasakan bergaul dengan yang lainnya. Supaya kamu tidak hanya bergaul dengan saya," ujar Adeeva menasehati sahabatnya yang satu itu.
"Berat tau, Va. Masa gue harus terbiasa tanpa lo. Nanti yang ajarin gue misal gue ngga mudeng siapa coba?" Ujar Adella terdengar lesu.
"Sudahlah, Del. Tak perlu merasa seperti itu. Lagipula kan kita masih bisa bertukar kabar lewat ponsel. Kamu masih bisa menanyakan hal-hal yang kamu belum pahami lewat WhatsApp. Atau tidak, kamu kan masih bisa berkunjung ke sini. Ingat yah, Del. Saya itu cuma pindah sekolah, bukan pindah rumah," tukas Adeeva memberi pengertian secara pelan-pelan. Berharap temannya yang satu itu bisa mengerti.
"Berat tau Va, berat. Kalo hidup tanpa ayang, gue masih sanggup. Tapi kalo hidup tanpa lo, kayaknya gue bakal sekarat deh, Va."
"Lebay kamu mah, Del. Kaya mau ditinggal pergi jauh saja," ujar Adeeva terkekeh pelan.
"Sudah malam, saya tutup teleponnya yah? Lagipula besok kita harus sekolah," ucap Adeeva setelah melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Masa gue jadi ngga semangat sekolah gara-gara lo pindah, Va." Ujar Adella lesu.
"Heh, tidak boleh bicara seperti itu. Ayoo dong, masa seorang Adella jadi lesu begitu? Mana Adella yang energik?" Ucap Adeeva berusaha menyemangati temannya itu.
"HUWAAA... Bakal kangen sama Adeeva sayang." Terdengar lagi suara teriakkan yang melengking, membuat Adeeva menjauhkan ponselnya lagi dari telinganya seraya meringis pelan.
"Sudah yah, saya tutup teleponnya. Night!" Ucap Adeeva yang kemudian langsung memutuskan sambungan telepon tanpa menunggu respon dari Adella. Bisa ditebak, jika temannya itu kini tengah misah-misuh tidak jelas di seberang sana.
***
"Adeeva mau berangkat sama Papah atau mau naik kendaraan sendiri?" Tanya pria paruh baya yang sudah rapi dengan stelan jas kantornya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenius Girl (On Going)
Teen Fiction⚠️Revisi setelah tamat. ⚠️Cerita ini dapat menyebabkan nyengir-nyengir dan bengek secara berkelanjutan. ⚠️Bagi Anda yang alergi dengan humor receh, bisa lambaikan tangan ke malaikat izrail. ⚠️Sekian, terima vote komen. Bagaimana jika kamu yang nota...