Hai, balik lagi sama akuu!
Aslinya aku ngga mau up dulu sampe aku selese US:)
Tapi tangan aku gatel pengin ngetik 😭
Jadi aku ngetik lagi buat lanjutin naskah ini wkwkSeneng ngga?
Seneng dong, masa ngga
/Kalo ngga seneng juga harus bilang seneng, biar author seneng wkwk.Yuk, mari baca kelanjutan kisah Adeeva dan kawan-kawan!
Happy Reading!
Typo bertebaran!***
Saat ini keenam siswa dan siswi itu tengah duduk di sebuah meja yang berada di bangku kantin paling pojok. Keenam nya tengah sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing.
Dimulai dari bangku yang paling ujung, diduduki oleh Elang yang tengah fokus menyantap soto yang dipesannya. Disebelahnya ada Vito yang melakukan hal serupa.
Begitupun dengan Dirga, namun bedanya, sesekali cowok itu melirik Adeeva yang duduk di hadapannya. Gadis itu sebenarnya sadar akan Dirga yang sesekali meliriknya secara terang-terangan, namun ia memilih untuk mengabaikannya.
"Ga, ngeliatin Deeva nya biasa aja dong. Itu bola mata lo udah kaya mau copot aja tau ngga," ujar Syela yang kebetulan menangkap basah Dirga yang tengah memperhatikan Adeeva.
"Suka-suka gue dong. Mata juga mata gue kok. Lagian Ayang gue juga biasa-biasa aja, ngapa lo yang ribet?"
"Masalahnya gue ngeri mata lo copot beneran tau ngga," ringis Syela, "Deev, lo ngga risih gitu dilihatin terus sama si Dirga?" lanjutnya.
"Biarkan saja."
"Tuh 'kan, Ayang gue aja ngga masalah!" ujar Dirga seraya tersenyum kemenangan.
Pranggg ....
Suara itu berhasil mengalihkan atensi seisi kantin pada sumber suara. Dari tempatnya, Adeeva bisa melihat seorang gadis yang tengah jatuh teronggok di lantai dengan makanan yang berantakan di sekelilingnya.
"Itu kenapa?" tanya Adeeva penasaran.
"Biasa, si Lampir lagi kumat," jawab Sindi seakan sudah hafal dengan kejadian seperti itu.
"Biasa bagaimana? Hal itu sudah termasuk ke dalam tindakan perundungan!"
Adeeva dibuat gemas dengan orang-orang seisi kantin yang membiarkan seorang siswi dirundung di depan umum tanpa ada satupun yang mau maju membelanya.
"Hal kayak gitu, udah biasa terjadi di sini," kata Syela.
"Dan dari banyaknya murid yang ada, tidak ada yang berani membela?" ujar Adeeva tak habis pikir.
"Mau gimana lagi? Dia selalu nggunain kekuasaan bokapnya yang notabenenya donatur terbesar di sekolah ini buat ngancem siswa-siswi supaya ngga berkutik," tukas Sindi menjelaskan.
"Dan kalian takut dengan hal itu?"
"Maap-maap aja ini mah. Gue masih mau sekolah di sini, Deev. Jadi gue ngga mau berurusan sama si Lampir. Kemaren pas di toilet gue berani sama dia karena ada lo aja," kata Syela seraya meringis pelan.
Sindi pun ikut menganggukan kepalanya seakan menyetujui ucapan temannya itu.
"Kamu juga takut dengan dia, Dirga?" Kali ini Adeeva beralih pada Dirga.
"Aku? Takut sama dia? Hahaha ... yakali aku takut sama dia, Yang."
"Terus kenapa kamu tidak mau membela mereka yang dirundung?"
"Ngapain? Bukan urusan aku juga. Kecuali kalo kamu yang dibully gitu, tanpa disuruh juga aku langsung bakalan maju paling depan buat belain kamu," kata Dirga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenius Girl (On Going)
Teen Fiction⚠️Revisi setelah tamat. ⚠️Cerita ini dapat menyebabkan nyengir-nyengir dan bengek secara berkelanjutan. ⚠️Bagi Anda yang alergi dengan humor receh, bisa lambaikan tangan ke malaikat izrail. ⚠️Sekian, terima vote komen. Bagaimana jika kamu yang nota...