Happy Reading!
Typo bertebaran!
***
Pagi hari di kediaman keluarga Wicaksono. Terlihat sang putra sulung tengah berjalan buru-buru menuruni tangga dengan tas yang tersampir di salah satu bahunya.
"Pagi Bunda!" Sapa Dirga pada sang bunda yang terlihat tengah menyiapkan sarapan.
"Pagi, Bang. Tumben kamu udah siap? Biasanya mesti Bunda guyur dulu pake air baru mau bangun." Heran Sania lantaran putra sulungnya ini terlihat begitu berbeda pada pagi ini. Dimulai dengan seragam Dirga yang terlihat lebih rapi dari biasanya.
"Mulai hari ini, Abang mau berjuang buat dapetin masa depan Abang, Bun," balas Dirga.
"Lho? Kamu abis kesambet apa Bang?" Terdengar sebuah pernyataan yang berasal dari Angga yang baru saja turun dengan bocah mungil yang berada di gendongannya.
"Mau berjuang, Yah." Bukan Dirga yang menjawab, tapi Sania.
"Berjuang? Berjuang gimana? Kan sekarang sudah jamannya merdeka Bang," ucap Angga seraya mendudukkan putri bungsunya yang sepertinya masih mengantuk itu di salah satu kursi.
"Biasa lah, Yah. Kaya Ayah ngga pernah muda aja," balas Dirga disertai kerlingan di sebelah matanya yang membuat Angga mengangguk paham.
"Kamu hari ini ada ulangan matematika kan, Bang?" Tanya Angga mengalihkan pembicaraan.
"Iya, Yah." Sudah tak heran lagi bagi Dirga jika ayahnya itu mengetahui informasi seperti itu lantaran ayahnya itu memang sering mendapat laporan dari guru di sekolahnya.
Khususnya yaitu Bu Rani, guru yang kebetulan adalah wali kelasnya itu rajin sekali melaporkan tingkah laku Dirga selama di sekolah.
"Kalau sampe nilai ulangan kamu ngga tuntas, jangan anggap Ayah ini Ayah kamu lagi!" Ujar Angga memberi peringatan pada putra sulungnya itu.
"Ayah!" Protes Sania tak terima dengan apa yang diucapkan oleh suaminya itu.
"Kenapa Bun? Ngga apa-apa, biarin Dirga supaya usaha yang bener," ujar Angga tenang.
"Udah-udah, jangan dibahas lagi. Mending kita mulai sarapan," ujar Sania yang kemudian ia langsung mengambilkan sarapan satu per satu untuk anak dan suaminya itu. Setelahnya mereka menyantap sarapan mereka dengan tenang seperti biasanya.
"Abang udah selese. Abang berangkat dulu, Yah, Bun," pamit Dirga saat ia telah menyelesaikan sarapannya.
"Iya, hati-hati Bang. Inget kata-kata Ayah yang tadi!" Ucap Angga.
"Iyaa, Ayah. Abang ngga pelupa kali. Masih muda gini, yakali gampang lupa kaya Ayah," ujar Dirga.
Kemudian ia mencium punggung tangan kedua orang tuanya secara bergantian. Tak lupa juga ia menyempatkan diri untuk mengecup kening adik manisnya itu.
Setelahnya laki-laki dengan seragam putih abu-abu yang melekat di tubuhnya itu beranjak keluar rumah menuju ke garasi tempat di mana motor putih kesayangannya berada.
***
Di depan gerbang sekolah yang menjulang tinggi, terlihat sebuah mobil mewah berwarna hitam yang baru saja menghentikan lajunya.
Kemudian disusul dengan keluarnya seorang gadis dengan rambut berkuncir kuda. Jangan lupakan pula tas punggung berwarna abu-abu yang senantiasa melekat di bahunya itu.
Gadis itu terlihat memasuki area sekolah dengan langkah pelan. Sebelum ia dikagetkan dengan suara klakson motor dari arah belakang.
TINNNN ....
TINNNN ....Mendengar bunyi nyaring itu tentu saja membuat gadis yang tak lain adalah Adeeva itu tersentak kaget.
Gadis itu langsung saja memutar kepalanya guna melihat ke arah belakang untuk mengetahui siapa orang yang telah mengagetkannya itu.
"Eh, ada masa depan," ujar tersangka yang telah mengagetkannya itu.
"Dirga?" Tanya Adeeva tak yakin. Pasalnya, orang di depannya itu tengah memakai helm fullface.
Jadi ia tak bisa langsung mengenali wajah di balik helm itu. Namun saat mendengar suaranya, sepertinya ia merasa tak asing lagi dengan suara itu.
"Iyaa, Yang. Ini aku masa depan kamu," ujar Dirga. Mulai saat ini, tampaknya Dirga sedang membiasakan diri untuk menggunakan panggilan aku-kamu dengan Adeeva.
"Saya duluan," pamit Adeeva yang tentu saja langsung dicegah oleh Dirga dengan cara mencekal salah satu pergelangan tangan gadis itu.
"Eitss, daripada capek jalan, mending sama aku aja. Sini naik biar aku bonceng, Yang," ucap Dirga memberi sebuah tawaran.
"Tidak perlu. Saya masih mempunyai kaki untuk berjalan. Lagipula jalan kaki bisa membuat kita manjadi lebih sehat," tolak Adeeva.
Setelahnya gadis itu benar-benar melangkah pergi meninggalkan Dirga yang terpaku menatap kepergian gadis itu.
"Biasanya cewek-cewek malah berebutan pengin dibonceng sama gue. Emang beda yah calon masa depan gue ini," ucap Dirga seraya senyum-senyum tidak jelas.
"Woy Ga! Jalan dong, kita jadi ngga bisa lewat nih!" Teriakan itu berasal dari arah belakang. Dan benar, saat Dirga menengokkan kepalanya ke arah belakang, ia baru tersadar jika ia masih berada di pintu gerbang.
Buru-buru ia segera menyalakan kembali mesin motornya, dan melajukan motor putihnya ke arah parkiran yang telah tersedia.
Saat sampai di parkiran, terlihat kedua temannya sedang duduk di atas motornya masing-masing. "Baru nyampe lo, Ga?" Tanya Vito saat menyadari kedatangan Dirga.
"Sebenernya udah nyampe daritadi, cuma tadi gue abis ngobrol dulu sama masa depan," jawab Dirga setelah melepas helm fullface-nya.
"Wihhh, handphone baru nih!" Sorak Dirga tiba-tiba saat melihat Elang yang tengah fokus mengotak-atik ponselnya.
Mendengar penuturan Dirga, sontak saja Vito langsung menoleh ke arah Elang. Ia pun baru menyadari jika ponsel yang dipegang Elang kini berbeda dengan ponsel yang biasa Elang pakai.
"Yoi, hasil menang lomba nih," balas Elang bangga.
"Lomba apaan emang? Lo kan ngga punya bakat!" Ejek Vito tak percaya.
"Lomba lari," jawab Elang.
"Lari? Lari sama siapa aja emang lawannya?" Kini giliran Dirga yang bertanya.
"Lomba lari sama warga, polisi, sama yang punya nih Hp," jawaban itu sontak saja membuat Vito menoyor kepala Elang.
"Si bego, itu namanya bukan lomba lari, tapi dikejar-kejar karna lo nyolong nih Hp!" Seloroh Vito.
"Lo beneran nyolong, Lang? Wah gue ngga nyangka. Emangnya om Ares udah bangkrut yah Lang? Sampe-sampe lo beralih profesi gitu," ujar Dirga prihatin.
"Ya kagak lah anjir. Ya kali gue nyolong! Kalaupun gue beneran jatuh kismin, gue ngga akan nyolong juga!" Sewot Elang. "Paling cuma ngepet aja sih," sambungnya.
"Temen lo, Vit," ujar Dirga.
"Bukan, bukan temen gue ini," balas Vito seraya menjauh dari Elang, enggan untuk berdekatan dengan cowok itu. Takut otaknya ikut terkikis jika dekat-dekat dengan Elang.
"Cabut yuk, Ga. Ogah gue deket-deket Elang. Ntar gue ketularan bego," bisik Vito pelan pada Dirga. Melalui lirikan mata, Dirga memberi kode pada Vito untuk segera melarikan diri.
"1... 2... 3... Run!" Pekik Dirga tiba-tiba yang setelahnya ia langsung berlari secepat mungkin meninggalkan are parkir.
Diikuti dengan Vito yang berlari di belakangnya. Meninggalkan Elang yang tampak cengo lantaran ditinggalkan begitu saja oleh kedua temannya.
"WOY! KENAPA GUE DITINGGALIN?!" Teriak Elang saat melihat Vito dan Dirga berlari meninggalkannya sendirian di area parkir. Enggan untuk ditinggalkan, akhirnya ia pun ikut berlari menyusul langkah kedua temannya itu.
***
To Be Continue...
27/02/2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenius Girl (On Going)
Teen Fiction⚠️Revisi setelah tamat. ⚠️Cerita ini dapat menyebabkan nyengir-nyengir dan bengek secara berkelanjutan. ⚠️Bagi Anda yang alergi dengan humor receh, bisa lambaikan tangan ke malaikat izrail. ⚠️Sekian, terima vote komen. Bagaimana jika kamu yang nota...