Happy Reading!
Typo bertebaran!
***
"Mah, sudah tau belum kalau ternyata tetangga baru di samping rumah kita itu keluarganya om Andreas?" Tanya Adeeva saat ia sampai di halaman rumahnya.
Mamahnya kini terlihat tengah menyiram tanaman yang sengaja ia tanam untuk memperindah halaman depan rumah.
"Oh ya?" Tanya sang mamah antusias seraya menghentikan acara menyiram tanamannya. Ia kemudian membimbing anak gadisnya itu untuk berjalan memasuki rumah.
Mengapa mamah Adeeva terlihat begitu antusias saat mendengar kabar tersebut? Pasalnya, om Andreas dan istrinya yaitu tante Sita adalah teman kuliah Valerie dan suaminya, Maxime. "Pantesan kamu lama ngga balik-balik, pasti ngobrol dulu 'kan sama mereka?" sambung sang mamah.
"Tadi Deeva diajak masuk dulu, jadi untuk menghormati mereka, Deeva duduk sebentar untuk sekedar bertukar kabar," jawab gadis itu.
"Kalo ternyata yang pindah di samping rumah kita itu keluarga om Andreas, berarti anak laki-lakinya juga ikut dong?" Tanya sang mamah saat ia teringat dengan anak laki-laki Andreas dan Sita yang umurnya lebih tua satu tahun dari anak gadisnya ini.
"Tadi Deeva sempat bertemu sebentar," jujur gadis itu.
"Cieee ... ada yang abis temu kangen nih," goda sang mamah.
"Tidak, Mah. Tadi Deeva hanya bertemu sebentar di depan pintu, setelahnya dia pergi begitu saja," ujar gadis itu bercerita apa adanya.
"Masa? Ngga ada acara peluk-pelukkan gitu?" Ujar sang mamah masih betah menggoda anak gadisnya itu.
"Mahhh," rengek Adeeva. Valerie yang melihat anak gadis semata wayangnya itu merengek, sontak saja membuatnya terkekeh pelan.
"Deeva sudah mandi?" Tanya Valerie yang sontak membuat Adeeva menggelengkan kepalanya pelan, pertanda bahwa ia belum membersihkan badannya.
"Ya sudah, sana Deeva mandi dulu. Sudah sore juga," ujar sang mamah menyuruh anaknya untuk segera membersihkan diri.
Setelahnya, Adeeva segera beranjak menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua.
***
Malam hari di kediaman keluarga Wicaksono, tampak Dirga yang berjalan mondar-mandir di depan pintu ruang kerja sang ayah. Ia bimbang sebaiknya ia harus masuk dan menemui sang ayah atau tidak.
Pasalnya, sudah bisa ditebak jika ia masuk maka ia akan mendapatkan sebuah pertanyaan-pertanyaan yang ujungnya dia akan disuruh untuk belajar guna memperbaiki nilai. Bisa saja sih, ia tidak perlu masuk untuk mematuhi perintah Angga.
Ayahnya itu tidak akan marah, paling-paling hanya uang jajan saja yang dipotong selama beberapa minggu.
Ayahnya itu memang jarang marah padanya. Jarang marah di sini itu dalam artian marah yang sampai mengeluarkan nada tinggi saat bertengkar.
Angga lebih termasuk ke dalam orang tua yang membebaskan anaknya untuk melakukan hal apapun yang ia mau.
Namun untuk urusan yang satu ini, yaitu urusan pendidikan, Angga memang sangat rajin memperingati putranya yang satu itu.
"Bang? Kamu ngapain mondar-mandir di depan ruangan ayah?" Tanya Sania saat melihat putra pertamanya itu tengah berjalan bolak-balik di depan ruang kerja suaminya. "Oh, pasti mau ketemu ayah, yah?" Sambung Sania.
"Abang bingung, Bun. Takut kena semprot ayah lagi," jawab Dirga dengan raut bingung yang sangat kentara di wajahnya.
"Udah, masuk aja ngga apa-apa. Lagian ayah ngga akan marah besar kok, palingan ngomel sedikit," ujar Sania menyuruh anaknya untuk segera masuk ke ruang kerja suaminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenius Girl (On Going)
Teen Fiction⚠️Revisi setelah tamat. ⚠️Cerita ini dapat menyebabkan nyengir-nyengir dan bengek secara berkelanjutan. ⚠️Bagi Anda yang alergi dengan humor receh, bisa lambaikan tangan ke malaikat izrail. ⚠️Sekian, terima vote komen. Bagaimana jika kamu yang nota...