Happy Reading!
Typo bertebaran!
***
"Lo ngeliatin apaan, Dev?" Tanya Sindi saat melihat pandangan Adeeva tak kunjung beralih pada pintu masuk kantin.
"Eh? Tidak," elak Adeeva.
Syela tampak melirik jam tangan yang bertengger di pergelangan tangannya sebelah kiri, kemudian cewek itu berujar, "Kita jadi makan ngga nih? Tapi udah keburu mau bel, sih."
"Oh iya, makanan kita!" Setelah berujar seperti itu Sindi tampak buru-buru pergi menuju ke tempat terakhir kali ini menaruh makanan yang telah dipesannya.
Syela dan Adeeva pun tampak berjalan mengikuti Sindi yang tampak celingak-celinguk.
"Yah, makanan gue," ujar Sindi dengan ekspresi wajah memelas.
"Udah, ikhlasin aja kali. Itung-itung sedekah." Walaupun makanannya juga ikut raib, tapi Syela masih tampak santai. Tidak seperti Sindi yang sepertinya sangat tak rela kehilangan makanan itu.
"Maaf, yah. Gara-gara menyusul saya kalian jadi tidak jadi makan," ujar Adeeva tak enak hati pada kedua temannya itu. Terutama pada Sindi yang tampak terlihat tengah cemberut.
"Santai aja kali, Va. Kan sebagai teman harus saling membantu. Ya ngga, Sin?" Ujar Syela seraya menyikut perut Sindi.
Sehingga membuat gadis itu tampak meringis pelan, sebelum kemudian ia tampak mengangguk lemas.
"Mau pesen makan lagi ngga nih?" tanya Syela.
"Percuma, udah mau bel." Sindi berujar lemas.
"Tak masalah, pesan saja dulu. Pesan makanan yang sekiranya bisa dibawa ke kelas. Supaya kita bisa makan di sana sembari menunggu guru masuk, bagaimana?" Ujar Adeeva mengeluarkan pendapatnya.
Syela tampak menyetujui ide Adeeva. "Nah, bagus tuh ide Deeva. Yaudah, kalian tunggu sini aja, biar gue yang pesenin."
Sebelum Syela beranjak, Adeeva segera menahan salah satu tangan gadis itu. "Kenapa, Dev?" ujar Syela. Kemudian Adeeva tampak mengulurkan uang pecahan berwarna biru pada temannya itu.
"Pakai uang saya saja. Hitung-hitung ganti rugi untuk yang tadi," ujarnya. "Pakai saja, saya tidak masalah," sambung Adeeva saat melihat Syela tampak bingung.
Akhirnya gadis dengan bandana putih itu mengambil uang yang disodorkan oleh Adeeva, dan pergi untuk memesankan makanan untuk mereka bertiga.
"Eh Va, kok lo tadi bisa adu bacot sama si lampir? Gimana ceritanya?" Tanya Sindi saat Syela telah beranjak.
"Sebenarnya masalahnya sepele. Dia yang menabrak saya, dan dia yang bertingkah seolah saya yang salah. Padahal saya sudah berniat baik untuk meminta maaf. Tapi yah, kalian bisa menebak sendiri kelanjutannya seperti apa," ujar Adeeva seraya mengendikkan kedua bahunya.
Sindi tampak dibuat geram saat mendengar penuturan gadis yang duduk di depannya. "Gila emang tuh cewe," ujarnya yang menunjukkan sebuah kekesalan.
"Yang, kamu ngga apa-apa, kan? Ngga ada yang lecet, kan?" Pertanyaan bertubi-tubi itu berasal dari Dirga yang baru saja datang bersama dua temannya yang senantiasa membututinya kemanapun, sudah seperti ekor memang.
"Aman kok, Dir. Masih mulus kayanya," ujar Vito yang telah menempatkan diri untuk duduk di kursi sebelah Sindi.
"Seriusan kamu ngga apa-apa? Ngga kena gigit si lampir kan? Aku takutnya nanti kamu rabies," ujar Dirga masih tetap memastikan.
"Lo pikir si Vivian itu anjing?" ujar Sindi.
"Sebelas dua belas sih," gumam Dirga pelan.
"Woy, ngapain lo pada ke sini?" Ujar Syela yang baru saja datang dan membawa dua buah kantong plastik yang sepertinya berisi makanan dan minuman.
"Mau mastiin kalo masa depan gue ngga lecet gara-gara abis war sama lampir," ujar Dirga.
"Yaelah, lebay amat lo, Ga. Tadi aja pas Deeva mah digampar, lo kemana aja? Kenapa ngga nolongin?" Ujar Syela seakan mengejek Dirga.
"Tadi gue udah mau nolongin, tapi malah kalah cepet sama si es batu. Kalo ngga percaya, tanya sama Vito sama Elang aja," balasnya seraya mengendikkan dagu ke arah Vito.
Sedangkan Vito yang namanya tampak disebut-sebut, hanya menganggukkan kepalanya seakan membenarkan apa yang telah dikatakan oleh Dirga.
"Sudah?" Tanya Adeeva yang sedari-tadi bungkam.
"Bentar-bentar, ini udah apanya dulu. Udah pesen makannya atau udah debatnya?" Tanya Syela memastikan.
"Keduanya," singkat Adeeva.
"Udah sih, yuk balik ke kelas girls!" Ajak Syela pada kedua temannya. Meninggalkan trio kwek-kwek yang masih duduk ditempatnya masing-masing.
"Ga, kita ngapain masih di sini?" Celetuk Elang.
"Ya cabut, bego! Ngapain juga kita masih di sini!" Ujar cowok itu memerintahkan kedua temannya untuk mengikutinya beranjak meninggalkan kantin.
***
Kelas X Mipa 4 saat ini tampak sepi dikarenakan bel pulang sudah berbunyi beberapa waktu yang lalu.
Para murid pun seperti biasa, mereka berlomba-lomba untuk cepat keluar dari ruang kelas. Sehingga ruangan berdinding cream itu kini hanya tersisa dua orang anak manusia yang berbeda jenis kelamin.
"Lo ngapain di sini?"
Pertanyaan itu sontak membuat gadis yang tak lain adalah Adeeva, menghentikan gerakan tangannya yang sedari-tadi sibuk membereskan peralatan tulisnya.
"Gue ngomong sama lo," ujar suara itu lagi saat ia tak kunjung mendapat sahutan dari gadis yang duduk tepat di sebelahnya. Kursi mereka hanya dipisahkan oleh beberapa petak keramik saja.
Adeeva sempat melirik sekilas pada cowok berhoddie itu sebelum ia berkata, "Saya kira Anda tidak bodoh untuk mengartikan sekolah adalah tempat untuk menimba ilmu."
Setelah selesai memasukkan semua alat tulisnya, Adeeva segera menyangklong tas punggungnya, dan melangkahkan kakinya pelan tanpa berpamitan terlebih dahulu pada cowok yang sejak tadi memantau seluruh gerak-geriknya.
"Adeeva Nora Marquez."
Ucapan itu sontak sukses membuat langkah kaki Adeeva berhenti. Ia menghentikan langkah kakinya saat mendengar cowok itu menyebut nama lengkapnya yang sebenarnya hanya diketahui oleh beberapa orang tertentu saja.
"Cewek yang katanya punya otak jenius, sampai diberi rekomendasi oleh kepala sekolahnya untuk langsung loncat kelas." Cowok itu berujar dengan suara pelan, namun karena memang suasana kelas yang sunyi, Adeeva bisa dengan jelas mendengar perkataan cowok misterius itu.
"Kenapa? Anda merasa tersaingi dengan adanya saya di kelas ini?" Balas Adeeva dengan kata-kata yang sarkas tanpa membalikkan badannya sedikitpun.
"Wow, seorang putri tunggal keluarga Marquez yang dulunya penakut sekarang udah bisa lawan omongan orang yah," ujar cowok itu tak kalah sarkas.
"Sepertinya saya telah membuang waktu berharga saya hanya untuk meladeni kamu. Saya permisi, Tuan Arsenio Dagillbert."
Setelahnya, gadis itu beranjak begitu saja tanpa menoleh sedikitpun ke arah cowok yang terlihat tersenyum misterius seraya menatap kepergian gadis itu.
"Nice!"
***
To Be Continue...
Ada yang bisa nebak ada hubungan apa antara mereka berdua?
Gimana, mulai oleng ke cowok misterius, apa masih setia sama Dirga si cowok aneh?
See you next capt!
Spam next di sini👉05/03/2022
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenius Girl (On Going)
Teen Fiction⚠️Revisi setelah tamat. ⚠️Cerita ini dapat menyebabkan nyengir-nyengir dan bengek secara berkelanjutan. ⚠️Bagi Anda yang alergi dengan humor receh, bisa lambaikan tangan ke malaikat izrail. ⚠️Sekian, terima vote komen. Bagaimana jika kamu yang nota...