Happy Reading!
Typo bertebaran!
***
"Hih, gedeg banget gue sama tuh nenek lampir," ujar Syela saat mereka berdua tengah berjalan melintasi koridor kelas.
Adeeva tampak mengernyitkan dahinya bingung. "Nenek lampir?"
"Iya, tadi yang rambutnya pirang kaya rambut jagung itu namanya Vivian. Tapi anak-anak sini biasa bilangnya nenek lampir gara-gara kelakuannya yang nauzubillah banget," jelas Syela.
"Dia itu tergila-gila banget sama si Dirga. Gue denger juga lo sempet di labrak pas hari pertama lo masuk ke sini yah?" sambung Syela.
Adeeva tampak berpikir sejenak sebelum menjawab, "Oh, yang waktu itu mengaku sebagai pacar Dirga, bukan?" Tebak Adeeva saat mengingat kejadian pelabrakan di kantin sekolah beberapa hari yang lalu.
"Nah, bener banget tuh. Itu cewe emang ngga tau malu banget ngaku-ngaku jadi pacar orang. Mana ngincernya brondong pula, ngga inget umur," ujar Syela.
"Tapi menurut saya, cinta memang tidak memandang usia. Umur itu hanya sekedar angka," timpal Adeeva seakan tidak menyetujui ucapan Syela.
"Ya iya sih, tapi gue ngga tau kenapa gedeg banget sama tuh cewe tau ngga, Va. Gayanya itu lho, kaya yang punya sekolah aja. Sok-sokan berkuasa banget," ucap Syela tampak mengeluarkan rasa ketidaksukaannya pada kakak kelasnya yang satu itu.
"Tidak perlu membicarakan orang seperti itu. Seburuk-buruknya dia, pasti dia punya sisi yang bisa dicontoh. Dia kelihatan buruk karena kita belum melihat sisi baiknya dia. Begitupun sebaliknya, orang yang selalu terlihat baik, pasti punya sisi buruknya. Karena dia terlihat baik lantaran kita belum melihat buruknya dia. Jadi kita jangan hanya menilai seseorang dari satu persepsi saja," ujar Adeeva menasehati teman sekelasnya itu.
Syela pun terlihat menutup rapat mulutnya saat mendengar penuturan gadis yang sebenarnya lebih muda darinya.
Namun ternyata memang benar ungkapan bahwa kedewasaan itu tidak selalu dilihat dari umur seseorang.
Buktinya Adeeva yang lebih muda darinya itu mempunyai pola pikir yang luas, tidak seperti dirinya yang hanya melihat dari satu sisi.
Tak terasa, kini mereka berdua sudah sampai di kelas mereka. Suasana kelas masih sama saat keduanya pergi untuk ke toilet.
Ramai, dikarenakan guru yang mengajar tidak hadir. Beliau pun tidak menitipkan tugas pada anak muridnya itu. Sehingga membuat kelas X Mipa 4 kini tampak ramai.
"Yang, kok kamu pindah, sih?" Baru saja Adeeva masuk ke dalam kelas, ia sudah disambut dengan sebuah pertanyaan dari Dirga.
Adeeva tampak tak berniat mengeluarkan suara, ia hanya melirik sekilas pada bangku lamanya di mana seorang cowok tengah menelungkupkan kepalanya di meja.
Dirga yang paham akan arah pandang Adeeva, sontak saja berujar, "Arsen? Dia mah gampang, nanti aku yang suruh dia yang pindah. Yuk duduk sama aku lagi, Yang," ujar Dirga enteng. Tak menyadari raut horor dari teman-teman sekelasnya yang mendengar ucapan santai Dirga.
"Tidak perlu repot-repot. Itu memang tempat dia, kan? Jadi lebih baik saya yang mencari tempat lain," tolak Adeeva.
Setelahnya ia segera pergi dari hadapan Dirga, dan berjalan ke arah bangkunya yang berada di sebelah bangku lamanya.
"Yah, udah seneng dapet temen sebangku cewek cantik, si es batu malah baik," keluh Dirga. Dengan langkah malas, ia pun berjalan untuk duduk di bangkunya.
"Woy, Sen! Ngapa lo baliknya cepet banget, sih?!" Kesal Dirga pada cowok yang menjadi teman sebangkunya itu.
Ia pun bertambah kesal lantaran cowok di sebelahnya itu masih betah menelungkupkan kepalanya, dan mengabaikan pertanyaannya barusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jenius Girl (On Going)
Teen Fiction⚠️Revisi setelah tamat. ⚠️Cerita ini dapat menyebabkan nyengir-nyengir dan bengek secara berkelanjutan. ⚠️Bagi Anda yang alergi dengan humor receh, bisa lambaikan tangan ke malaikat izrail. ⚠️Sekian, terima vote komen. Bagaimana jika kamu yang nota...