Bab 1 | Lelah

223 16 10
                                    

Takdir adalah sesuatu yang rahasia, tidak seorang pun tau akan kuasanya. Bisa jadi sekarang kamu tertawa, dan besoknya menangis tak terkendali.

- Menyapa Rindu -

Panas terik menerpa tubuh letih Rindu membuat gadis berambut pendek sebahu itu mendengus kesal. Dengan sempoyongan ia mencoba berjalan mendekati rumahnya yang tinggal beberapa langkah. Ia ingin cepat-cepat menyirami tubuhnya dengan air dingin setelah dirinya lelah seharian lari mengitari lapangan. Syukurlah tadi ia mengunakan ojek untuk pulang, sehingga ia tidak perlu menunggu lama kemacetan panjang lalulintas.

"Assalamualaikum." Rindu tersenyum samar ketika setelah dirinya membuka pintu rumah, ia merasakan dingin menerpa tubuh lengketnya. Bukan karena ia habis berolahraga, hanya saja karena guru kimia menyebalkan yang berani-beraninya mengusir ia dari kelas dan malah menyuruh Rindu berlari mengitari lapangan. Setiap kali gadis berambut pendek itu mengingat kejadian beberapa waktu lalu, ia rasanya ingin mematahkan semua tulang-tulang gurunya yang berani mempermalukan dirinya di depan teman-temannya.

"Cepetan sini! Gue contek! Keburu orangnya datang!" Gadis yang memiliki nama lengkap Rindu Aisya Fitri itu menyambar buku teman sebangkunya yang sudah terbiasa akan sikap Rindu yang tidak pernah mengerjakan PR.

"Gue yakin, lo kali ini dapet hukuman dari pak Melvin!" Gadis berambut panjang yang berada di belakang meja Rindu mencoba menggoda temannya yang selalu memudahkan semua urusan.

"Lo jangan banyak bacot Nda!" seru Rindu sembari terus menyalin tulisan dari buku Putri - teman sebangkunya yang hanya bisa menggelengkan kepala.

"Gak boleh berkata kasar Rindu!" Rindu berdecak melirik jengkel kepada gadis berambut lebih pendek dari dirinya yang duduk tepat di belakang Putri.

"Pak Melvin datang!" Putri menepuk pundak Rindu cepat lalu buru-buru membenarkan duduknya.

Rindu yang kaget langsung berdecak kesal. Ia buru-buru melanjutkan menulisnya sebelum guru menyebalkan itu mengetahui bahwa ada salah satu muridnya belum menyelesaikan tugasnya, apalagi tugas itu hanyalah merangkum.

"Sepertinya ada yang tidak mengerjakan tugas saya." Suara dingin bagaikan kutub Utara itu mampu membuat Rindu menegang. Ia bahkan tidak memperdulikan ketika tiba-tiba Putri menarik bukunya kembali.

"Rindu?" Gadis berambut pendek itu mendongak pelan menatap pria yang masih muda dengan beberapa bulu halus memenuhi sekitar rahang pipinya sedang menatapnya menyelidik.

"Tenang aja Pak! Tugas saja sudah selesai kok! Sebentar ya!" Rindu membalikkan tubuhnya lalu membuka tas biru, mencoba mencari-cari buku tulisnya atau lebih tepatnya mencoba melabuhi guru kimia-nya agar segera pergi. Kedua matanya beradu tatap dengan Amanda - teman yang tadi mendoakannya akan mendapatkan hukuman dari Melvin.

Rindu terlonjak kaget ketika tiba-tiba tasnya di tarik oleh Melvin yang ternyata sendari tadi memperhatikan gelagatnya.

"Kenapa kamu mencari buku kimia di dalam tas? Bukannya buku kamu berada di atas meja?" Rindu merasa kehabisan oksigen ketika kedua mata bagaikan elang itu menatap ke arahnya. Apalagi ketika guru kimia-nya mencoba membuka dan melihat isi tasnya.

"Dimana jas leb kamu?"

"Di pinjam teman Pak!" Rindu mencoba menenangkan dirinya. Ia tidak boleh terlihat ketakutan di depan Melvin, ia harus setenang mungkin seperti tidak melakukan kesalahan.

"Teman siapa?" Teman-teman sekelasnya ikut merasakan hawa dingin dari nada bicara Melvin sudah seperti polisi mengintrogasi pencuri.

"Anak kelas 12 MIPA 2." Rindu semakin tegang ketika guru kimia-nya itu berhenti mengeledah isi tasnya. Ia merasa dalam bahaya karena Rindu menyadari ada sesuatu barang yang berada di dalam tasnya yang sebenarnya tidak boleh di bawa ke sekolah.

"Apa ini?" Rindu membulatkan matanya, dugaannya akan Melvin menemukan benda terlarang di dalam tasnya tidak meleset, "kamu mau belajar jadi biduan?"

"Itu bukan punya saya Pak!" Rindu melirik Amanda. Kali ini, ia tidak berbohong akan pemilik lipstik yang berada di dalam tasnya.

"Kamu sudah banyak berbohong, sekarang keluar dari kelas saya. Silakan lari mengitari lapangan sebanyak dua puluh kali." Rindu menautkan kedua alisnya tidak terima. Jelas-jelas itu bukan lipstik miliknya, Amanda tadi memasukkan ke dalam tasnya dan memaksanya untuk menerimanya. Mana mungkin Rindu akan memakai lipstik warna merah cerah, mengunakan lip blam hanya untuk melembabkan bibirnya saja begitu jarang.

"Ini benar-benar bukan punya saja Pak! In..."

"Silakan keluar." Rindu menghentakkan kakinya menatap penuh kebencian terhadap Melvin yang menurutnya semena-mena.

Belum sempat Rindu merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk miliknya, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan menampakkan Nada - Bunda Rindu yang paling ia sayangi.

"Kamu itu tidak sopan, bagaimana bisa kamu berlalu pergi tanpa menyapa Tante Nisa?" Rindu meringis ketika telinganya di tarik oleh Nada.

"Rindu ca..."

"Udah cepet mandi! Tante Annisa mau ngajak kamu pergi!" Nada memotong perkataan Rindu sembari melepaskan tarikan pada telinga putrinya, "pakai jilbab ya!"

Belum sempat Rindu protes, bundanya sudah berlalu pergi meninggalkan dirinya yang masih mengusap-usap telinga. Ia akhirnya beranjak ke kamar mandi, menuruti apa yang di perintahkan Nada. Bundanya itu selalu keras kepala dan tidak memberi kesempatan untuk Rindu bebas. Bahkan ketika masuk SMA, bundanya menyuruh ia masuk ke dalam jurusan MIPA, padahal Rindu tau akan kemampuan dirinya yang lebih tertarik untuk masuk ke dalam jurusan bahasa, ia menyukai merangkai puisi dan bahkan ia sudah memiliki banyak koleksi cerpen di dalam leptop yang ia buat sendiri tanpa kedua orang tuanya tau.

"Anak bunda cantik sekali!" Rindu memutar bola matanya malas mendengar pujian dari Nada ketika setiap kali ia mengenakan jilbab. Kali ini, gadis berambut pendek itu memilih mengenakan celana jeans berpadu tunik bunga-bunga berwarna hitam dan jilbab pashmina menutup sebagian dada berwarna biru. Tidak lupa dengan tas selempang berwarna hitam yang terlihat semakin memeriahkan penampilan Rindu.

"Ayo sayang, kita sudah terlambat." Rindu tidak tau kemana ia akan pergi, tapi yang jelas ia tidak bisa melawan perintah dari Nada. Ia akhirnya mencium telapak tangan bundanya lalu mengikuti Annisa yang meskipun sudah berumur lanjut masih terlihat muda, apalagi wanita paruh baya itu mengenakan gamis panjang berwarna merah muda, terlihat modis dan modern.

***

Rindu tidak bisa membendung rasa kantuknya. Ia pikir jika Annisa akan mengajaknya pergi ke mall tapi nyatanya, Rindu saat ini sedang berjuang menahan kantuknya di tengah-tengah jamaah yang sedang mendengarkan seorang ustadz berceramah. Saat ini Rindu berada di dalam masjid yang penuh sesak meskipun kipas-kipas yang menempel di dinding menyala. Gerah dan kantuk yang saat ini dirasakan Rindu Aisya Fitri, ia tidak menyangka jika takdirnya terdampar di tempat yang membosankan.

"Aurat itu hukumnya wajib, jadi tidak bisa di sangkut pautkan dengan akhlak. Mereka adalah dua hal yang berbeda. Saya pernah mendengar pernyataan bahwa lebih baik memperbaiki diri dulu, lalu penampilan. Itu adalah pernyataan yang keliru, yang sudah tersebar di masyarakat kita.

Sampai kapan kita memperbaiki diri? Apakah sampai tubuh kita di tutupi kain kafan? Jamaah yang saya cintai, kita sebagai manusia akan selalu melakukan kesalahan. Di dunia ini tidak ada yang sempurna, bahkan saya sendiri yang berdiri di sini pun masih memiliki dosa. Meksipun kita sejahat apapun, menutup aurat adalah wajib hukumnya, seperti halnya salat."

🏫

Jadi penulis itu susah-susah gampang, kuncinya harus sabar, sabar, & sabar.

Sabar menghadapi hilangnya ide
Sabar mengontrol mood biar bisa nulis
Sabar gak ada yang baca ceritanya
Sabar akan proses yang panjang

Jadwal update : Selasa, Kamis & Jumat (Insaallah, tidak janji)

Menyapa Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang