Hadir mu mulai tercetak jelas di pikiran. Entah apa yang terjadi, aku tidak tau.
-Menyapa Rindu-
Kedua telinga Rindu langsung panas mendengar pernyataan Melvin. Bagaimana bisa, guru kimia-nya mengatakan hal semacam itu di depan dirinya. Rindu akui jika mereka sudah menikah, tapi tidaklah Melvin berpikir jika ia masih begitu polos dan merasa aneh mendengar hal yang tabu menurutnya?
"Jadi, Pak Melvin mau apa ke kamar Rindu?" Gadis berambut pendek itu yang masih mengenakan jilbabnya duduk di kursi menatap penuh selidik Melvin yang tidak tau diri duduk di ranjangnya. Meksipun secara garis besar apartemen ini milik lelaki itu, setidaknya Rindu berhak atas kamar tidurnya.
"Saya mau minta maaf." Rindu menautkan kedua alisnya mendengar suara Melvin yang terdengar serius seperti ketika ia sedang mengajar kimia.
"Saya minta maaf atas kemarin malam, saya akui saya salah." Melvin memperjelas maksudnya ketika Rindu tidak kunjung merespon.
"Aku gak bisa maafin Pak Melvin. Jika Pak Melvin bukan guru, mungkin aku bisa mentolerir." Rindu mengalihkan pandangannya menatap pantulan cermin yang sedang menunjukkan raut wajah suaminya.
"Guru atau bukan, tetap sama-sama manusia kan? Sama-sama pernah melakukan kesalahan." Melvin menegakkan tubuhnya sembari menarik napas panjang menatap Rindu yang terlihat masih kesal, "kemarin malam saya bertanya seperti itu, karena saya pikir. Kamu seperti pemuda-pemudi bebas kebanyakan."
Rindu tersenyum sinis mendengar pernyataan Melvin, "jadi? Apa pandangan Bapak tentang saya sekarang?" serunya mengalihkan pandangan menatap Melvin.
"Melihat reaksi kamu kemaren, itu sudah membuktikan bahwa..."
"Pemikiran Bapak salah?" Rindu memotong ucapan Melvin. Semenjak ia resmi menjadi istri gurunya itu, tidak ada rasa sopan atau takut. Rindu lebih sering melupakan tata krama kepada Melvin yang menjadi guru sekaligus suaminya.
"Pak Melvin sama saja dengan laki-laki di luaran sana! Sering menilai dari segi penampilan dari pada mau mengenal kepribadiannya lebih dekat!" Rindu menekankan beberapa kalimat sembari menatap tajam ke arah Melvin tanpa adanya rasa takut.
Melvin diam. Ia memang seperti laki-laki pada umumnya yang sering menilai seseorang dari segi penampilan. Tapi alasan lain mengapa ia seperti itu, karena ia tidak memiliki pengalaman sedikitpun tentang cara memulai pembicaraan dengan perempuan. Bahkan kemarin malam sebenarnya ia langsung spontan bertanya hal seperti itu, ia tidak bisa memulai dengan kata-kata lembut yang tidak menyakiti perasaan istrinya.
"Iya saya mengaku salah, saya minta maaf." Hanya kalimat itu yang berhasil keluar dari mulut Melvin setelah lama ia terdiam.
"Segampang itu? Setelah Pak Melvin melukai harga diri saya?" Rindu tidak bisa membendung kebingungannya dengan apa yang Melvin pikirkan saat ini. Bagaimana bisa pria itu begitu mudah meminta maaf dengan raut wajah datar.
"Lalu, dengan cara apa supaya kamu bisa memaafkan saya?" Melvin semakin merasa bersalah setelah ia mendengar pernyataan Rindu. Dalam hatinya, ia membodohi dirinya sendiri karena sangat payah dalam memulai pembicaraan.
Rindu berpikir sejenak sembari menatap Melvin dengan lekat, "Pak Melvin berdiri."
Tanpa menunggu lama, Melvin berdiri tanpa mau bertanya terlebih dahulu kenapa ia harus berdiri.
"Angkat kedua tangan Pak Melvin." Rindu sudah seperti mandor yang semena-mena dengan bawahannya.
"Jangan aneh-aneh." Meskipun Melvin memperingati Rindu, kedua tangannya tetap terangkat seperti apa yang diperintahkan.
"Pak Melvin harus nurut, kalo mau dapat maaf dari Rindu." Gadis berjilbab itu meraih ponselnya yang berada di meja.
"Rindu." Melvin memperingati istrinya ketika gadis itu memotret dirinya yang masih mengangkat kedua tangan seperti tersangka pengerebekan.
"Tarik kedua telinga Bapak dan angkat satu kaki." Melvin membulatkan matanya tidak percaya.
"Rin..."
"Ayo Pak! Mau Rindu maafin atau enggak?" Rindu memasang wajah marah, meksipun ia ingin sekali tertawa melihat wajah kesal suaminya, "cepet Pak! Ini udah malam! Besok harus sekolah!"
Akhirnya Melvin mengalah, ia menuruti kemauan istrinya untuk menarik kedua telinga dan mengangkat satu kakinya.
Rindu langsung menyemburkan tawanya sembari mengambil beberapa foto yang tidak boleh ia lewatkan.
"Rindu." Melvin menurunkan kedua tangannya menatap tidak suka dengan apa yang baru saja Rindu lakukan, "hapus fotonya." serunya melangkah mendekat ke arah Rindu yang sudah berdiri.
"Gak! Gak mau!" Rindu melompat ke atas kasur. Ia masih bisa tersenyum menatap raut wajah kesal suaminya, "sekarang gantian! Pak Melvin yang kesel! Makanya jangan cari gara-gara sama Rindu!"
Gadis berjilbab itu mengangkat handphonenya ketika Melvin tiba-tiba naik ke atas ranjangnya, "Rindu! Jangan macam-macam!" ancam Melvin kesal, ia tipe orang yang tidak mudah di ajak bercanda.
"Pak Mel..."
"Kecoak!" Melvin berteriak histeris sembari menunjuk ke arah bawah kaki istrinya.
"Mana?" Rindu refleks mendekat dan memeluk Melvin yang langsung tidak seimbang jatuh karena ranjang yang empuk dan tidak rata.
Napas Rindu memburu dengan raut wajah ketakutan karena kaget. Sendari kecil, ia sangat membenci kecoak dan karena hewan itu, ia berakhir terjatuh di atas Melvin. Mereka saling tatap tanpa ada yang menyadari jika waktu terus berjalan, rasanya mereka terjebak satu sama lain dalam pandangan tidak terduga ini.
"Modus." Rindu membuyarkan lamunannya yang kedua kalinya ketika ia secara tidak sadar mengagumi pahatan indah wajah Melvin.
***
Rindu tidak bisa tidur semalaman yang membuat dirinya terus menguap lebar di dalam kelas. Bahkan saking seringnya, teman-temannya terus mengoceh memarahinya karena tidak tidur. Mereka menganggap bahwa Rindu kurang tidur karena begadang membaca novel, mereka tidak curiga bahwasanya ia tidak bisa tidur karena terus memikirkan wajah tampan suaminya.Belum juga Rindu mengusir bayangkan semalam, Melvin dengan raut wajah datar masuk ke dalam kelas membuat ia semakin kesal. 'Kenapa gak pernah jam kosong, kenapa Melvin selalu hadir?'
"Sesuai kemarin, kita hari ini akan ke lab." Setelah pernyataan Melvin, semua orang sibuk mengeluarkan jas laboratorium mereka tak kecuali Rindu.
"Bagaimana hukuman kemarin Rindu? Apakah sudah selesai?" Gadis berambut pendek itu langsung membulatkan matanya tidak percaya kepada Melvin. Bagaimana bisa pria itu menagih hukumannya setelah mereka menikah? Suaminya itu sok sekali bersikap profesional.
"Mampus lo Ra!" Rindu melirik Zahra yang tersenyum mengejek.
"Zahra gak boleh gitu! Gak baik!" Putri menggelengkan kepala menatap Zahra.
"Gak baik gimana? Lo sendiri yang bikin Rindu kena hukuman kan?" Zahra membatalkan tawanya ketika Melvin sudah mendekati meja mereka.
"Beri saya waktu sedikit lagi Pak." Rindu menunjukkan wajah polosnya, berharap bahwa Melvin dapat di bujuk.
"Kamu harus menghargai waktu. Sekarang, kamu berdiri." Rindu mendengus kesal, suaminya sangat sok bijak di depan teman-temannya. Ia ingin sekali membenturkan kepala Melvin di tiang bendera.
"Silakan keluar dan bersihkan kamar mandi dan toilet." Spontan Rindu membulatkan mata. Bukan hanya Rindu, tapi semua orang yang berada di ruangan kelas tidak percaya dengan apa yang baru saja Melvin katakan.
"Bapak serius?" Rindu mencoba menyakinkan dirinya bahwa suaminya tengah bercanda dengannya.
"Apakah wajah saya menunjukkan, bahwa saya sedang bercanda?"
🏫
KAMU SEDANG MEMBACA
Menyapa Rindu
Ficção AdolescenteSesuatu yang di bangun dari keterpaksaan akan berakhir tidak menyenangkan. Begitupun dengan perjodohan yang tiba-tiba berada di depan mata Rindu Aisya Fitri. Di umur yang masih semangat mengejar mimpi, harus terkalahkan oleh permintaan kedua orang t...