Bab 7 | Tidur

69 9 1
                                    

Ketika kita membenci seseorang, kita akan cenderung selalu menyalah artikan kebaikan seseorang itu dengan prasangka buruk.

-Menyapa Rindu-

Ijab kabul berjalan lancar tanpa adanya hambatan. Bunda menyuruh Melvin untuk bermalam di rumahnya sebelum ia membawa Rindu pergi, karena tidak mungkin mereka langsung boyongan pindah ke apartemen Melvin sementara besok kedua mempelai itu masih harus pergi ke sekolah. Akhirnya Nada memutuskan agar Melvin membawa Rindu pergi ketika hari Minggu tapi Melvin malah berencana pergi ketika mereka pulang sekolah.

Setelah banyaknya drama dari mulai pelukan hingga tangisan, akhirnya Rindu bisa merebahkan tubuh letihnya di atas kasur empuk.

"Enak banget sumpah!" Rindu meraih guling dan memeluknya erat. Ia mencoba memanjakan tubuhnya sejenak sebelum ia menghadapi dunia baru yang terlihat lebih buruk dari dunia yang sebelumnya.

Rindu memejamkan mata tidak merasa terganggu ketika seseorang membuka pintu kamarnya. Dalam pikirannya saat ini hanyalah istirahat, meksipun ia masih mengenakan kebaya putih lengkap dengan jilbabnya.

"Saya mau mandi, di mana letak handuknya." Rindu sedikit kaget mendengar suara laki-laki di dalam kamarnya, meksipun begitu ia masih memejamkan mata memeluk gulingnya erat. Karena tidak ingin mendengar suara menyebalkan itu lagi, akhirnya Rindu menujuk lemari putuh samping meja rias tempat handuk baru, tanpa mengatakan sepatah katapun.

Bagaimana bisa Rindu akan bertahan hidup dengan seseorang yang tidak bisa tersenyum seperti Melvin. Padahal keluarganya selama ini penuh canda tawa di setiap harinya, ia tidak yakin akan pernikahan yang masih terlihat mimpi buruk baginya.

Karena tidak ada suara pintu kamar mandi terbuka, akhirnya Rindu membalikkan badan mencoba mencari tau apakah guru kimia-nya itu mengerti akan bahas isyaratnya tadi, dan Rindu membulatkan matanya ketika dilihatnya Melvin mengacak-acak isi lemarinya, "sialan, apa yang lo lakuin?!" Rindu beranjak dari tidurnya lalu buru-buru menghampiri Melvin.

"Baju-baju gue!" Rindu menarik kasar pundak Melvin lalu segera meraih beberapa bajunya yang berada di tangan pria yang tidak tau diri di depannya.

"Lo punya mata gak sih? Tempat handuk itu di atas sana! Kenapa baju-baju gue berantakan kayak gini?!" Rindu menatap marah sekaligus kesal kepada Melvin yang masih terlihat datar tidak menampilkan wajah bersalah sedikitpun. Rindu sudah melupakan bahwa pria di depannya adalah guru kimia-nya, ia terlalu lelah akan semua takdir yang akhir-akhir ini tidak berpihak kepadanya.

"Lo mau apa?!" Rindu mendorong tubuh Melvin ketika pria itu maju, padahal Melvin hanya ingin mengambil handuk yang baru saja Rindu tujukan.

"Saya mau ambil handuk." Melvin menjawab pernyataan Rindu setelah ia mencoba meredam amarah karena tidak tahan dengan teriakkan gadis ingusan di depannya. Berani-beraninya Rindu tidak sopan dengan dirinya, setidaknya jika Rindu tidak menghormati dirinya sebagai seorang guru, maka hormatilah ia sebagai suaminya. Melvin benar-benar sudah terjebak dengan gadis yang tidak memiliki moral sama sekali.

"Gue ambilin." Rindu membalikkan tubuhnya lalu mencoba meraih handuk yang berada di tempat paling atas lemarinya, ia bahkan harus berjinjit agar tangannya sampai.

Disela-sela Rindu mencoba meraih handuk yang entah kenapa begitu susah ia raih, tiba-tiba Melvin mendekat dan meraih handuk dengan mudah. Rindu yang masih berjinjit langsung kaget akan sikap Melvin yang menurutnya tidak sopan, ia  terjatuh dan menabrak tubuh guru kimia-nya karena tidak seimbang.

Dengan masih mengunakan pakaian pengantin, kedua orang yang berbeda karakter itu saling pandang. Rindu terjatuh di atas tubuh Melvin bisa merasakan hembusan napas dari hidung mancungnya, ia bahkan bisa melihat pori-pori dan bahkan bibir Melvin yang tidak pernah tersenyum terlihat indah berwarna merah merona.

"Sudah selesai?" Rindu membuyarkan lamunannya, lalu segera bangkit dari tubuh Melvin. Rindu di buat semakin kesal karena gurunya itu membuatnya terjatuh, ia merasa jika Melvin hanya ingin modus kepadanya.

Setelah ini, Rindu harus berhati-hati ketika berada dekat dengan Melvin. Karena Melvin adalah pria yang memiliki umur lebih dewasa dari dirinya, ia tidak pernah tau apa pikiran Melvin tentang dirinya.

"Awas kalo lo macem-macem!" seru Rindu menujuk wajah Melvin tanpa adanya rasa takut. Bahkan ia menatap tajam gurunya itu terang-terangan sebelum ia melangkah pergi.

***

Di meja makan pagi ini terasa berbeda dengan kehadiran anggota baru. Membuat menu makanan begitu bervariasi dari biasanya.

"Gimana tidurnya nak Melvin? Nyenyak?" Pria yang baru saja duduk ikut bergabung hanya tersenyum kaku sembari kedua matanya melirik Rindu yang baru keluar dapur dengan membawa segelas kopi.

"Alhamdulillah nyenyak." Jawab Melvin ketika Rindu yang terlihat acuh sudah meletakkan kopi tepat di depannya. Ia menarik napas panjang ketika mengingat bagaimana semalam ia tidak bisa tidur, bukan karena ia tidak nyaman tidur seranjang dengan perempuan. Hanya saja, ia tidak bisa tidur karena Rindu menguasai semua tempat.

Awalnya Rindu tiba-tiba meletakkan kakinya di atas perut Melvin lalu ketika pria itu memindahkan kaki Rindu pelan, gadis itu malah memeluknya dan membuat ia tidak memiliki ruang untuk tidur. Akhirnya karena kesal sekaligus masih ngantuk, Melvin terpaksa tidur di sofa yang meskipun panjang tapi tidak muat untuk tubuh tingginya, akhirnya ia meringkuk seperti orang yang menyedihkan.

"Rindu ayo cepat makannya, nanti Melvin telat nungguin kamu." Melvin melirik sekilas Rindu yang berada di sampingnya, gadis itu terlihat mendengus kesal karena perintah dari Bundanya.

"Bukannya Ayah ya, yang hari ini mengantar Rindu ke sekolah?" Rindu yang awalnya mencoba menikmati nasi goreng merasa terganggu akan pernyataan Nada.

"Kok sama Ayah? Rindu kan udah menikah, Rindu lupa ya?" Rindu menarik napas jengah mendengar   pertanyaan Bundanya yang terlihat seperti sedang mengejek dirinya.

"Sudah Bun, namanya juga pengantin baru." Rindu membulatkan matanya menatap Candra yang malah ikut-ikutan mengejeknya. Kenapa paginya menjadi memuakkan seperti ini. Belum juga ia seminggu menikah dengan Melvin, tapi sudah membuat Rindu ingin segera cerai dari pria itu.

"Mulai hari ini Ra, kamu berangkatnya sama suami. Bener kan nak Melvin?" Melvin yang sendari tadi hanya diam hanya mengangguk kaku, ia tidak yakin akan dirinya yang mengantarkan Rindu ke sekolah setiap hari.

Rindu mendengus dingin ketika pria di sampingnya malah mengangguk, siapa juga yang akan mau berada satu ruangan dengan dirinya. Kemarin malam saja ia mengalami mimpi buruk karena berada dalam satu ranjang dengan Melvin, apalagi ketika ia secara sadar melakukan aktivitas di sampingnya, mungkin ia akan mengalami nasib buruk bertubi-tubi.

🏫

Menyapa Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang