Bab 9 | Koper

58 11 0
                                    

Jangan mencari kesempurnaan, karena selama apapun kamu mencari, kamu tidak akan pernah bisa menemukannya.

-Menyapa Rindu-

Rindu pulang lebih awal dari Melvin, ia bisa membantu Bundanya mengemasi semua baju dan barang-barang yang nantinya akan ia bawa ke tempat tinggal baru. Sebenarnya Rindu begitu berat hati meninggalkan kedua orang tua, apalagi dengan fakta akan penyakit Bundanya. Rindu tidak tega dan sedih meninggalkan orang yang paling ia sayangi.

"Semua barang sudah ada di koper, kamu tidak perlu membawa banyak barang ke rumah suami kamu." Rindu yang baru saja meletakkan koper, langsung menghampiri Nada yang sudah duduk di sofa.

"Jangan sedih berpisah sama Bunda, Bunda janji bakalan sering jenguk kamu." Rindu memeluk tubuh kurus Nada, ia tidak ingin banyak bicara karena yang ia perlukan hanyalah rasa nyaman dan ketenangan.

"Bunda mau kasih kamu wejangan sedikit." Nada memegang pundak putrinya yang terlihat kesal karena pelukannya tiba-tiba terputus.

"Meskipun pernikahan ini bukan atas dasar kehendak kamu, kamu harus tetap bisa menghormati suami. Kamu harus memperlakukan suami sebaik mungkin, turuti dan lakukan apa yang Melvin katakan dan  minta." Ketika Rindu akan membuka mulutnya hendak protes, Nada dengan tengas menggelengkan kepala, "kecuali memang apa yang Melvin katakan menyimpang dari agama, kamu bisa menolaknya."

"Kenapa wanita selalu diperlakukan seperti itu? Kenapa wanita selalu harus tunduk kepada suami?" Rindu tidak bisa menahan kekesalannya akan pertanyaan yang sebenarnya ingin sekali ia utarakan.

"Itulah suami istri sayang, layaknya seorang pemimpin dan panglima. Panglima adalah seorang istri yang harus melaksanakan semua tugas yang di perintahkan pemimpin atau suami, jika pemimpin itu baik, maka pemimpin itu mencoba meminta pendapat atau berdiskusi terlebih dahulu dengan panglima sebelum mengeluarkan perintah."

"Rindu gak mau jadi panglima." Rindu mendengus kesal karena Nada malah terlihat sedang menceritakan tentang kerajaan kepadanya.

"Karena Melvin baik, mungkin kamu akan menjadi ratunya." Rindu memutar bola matanya malas mendengar godaan Nada yang terdengar mengejek.

"Nah itu sudah datang!" Nada beranjak dari duduknya sembari tersenyum menyapa pria berseragam dinas yang melangkah mendekat.

"Assalamualaikum Bunda." Rindu menatap sinis kepada Melvin yang saat ini sedang mencari muka dengan cara mencium telapak tangan Bundanya.

"Waallaikumsalam Melvin, kamu mau berangkat sekarang atau istirahat dulu?" Nada melirik Rindu yang sudah menarik dua kopernya.

"Kita langsung berangkat aja Bun, nanti takut kemalaman."

***

Rindu ingin memukul, menendang, mencakar dan mendorong Melvin yang secara terang-terangan tidak membantunya menurunkan koper dari bagasi mobil. Mereka sudah sampai di apartemen milik Melvin yang lebih dekat jaraknya dari sekolah.

"Lo gak punya perasaan banget sih jadi orang!" Dengan susah payah Rindu akhirnya bisa menurunkan koper terakhir dari bagasi.

"Pak Melvin?! Lo denger gue gak sih?!" Untung saja situasi tempat parkir apartemen sepi, mungkin jika ada seseorang yang melihat Rindu berteriak, mereka akan menganggap bahwa ia sedang kesurupan.

"Pak Melvin ngeselin?!" Rindu menarik lengan Melvin yang akan menaiki lift, ia pikir Rindu perempuan apaan? Seenaknya di tinggal tanpa penjelasan apapun.

"Lo bisa diem gak?" Rindu terpaku tidak bisa menguasai dirinya ketika untuk pertama kali guru kimia-nya memasang wajah kesal tidak datar seperti biasa. Ia juga sedikit kaget akan kalimat yang di ucapkan Melvin, ia pikir gurunya itu tidak bisa berkata lo - gue dan hanya tau kalimat-kalimat halus nan formal.

Menyapa Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang