Bab 30 | Rapuh

41 8 0
                                    

Minimnya komunikasi dapat membuat kesalah pahaman. Karena itulah, berkomunikasi satu sama lain adalah kunci dari sebuah hubungan.

-Menyapa Rindu-


Sudah cukup lama Rindu termenung di kamarnya sembari menatap suasana kota dari jendela yang berada tepat di depan meja belajarnya. Bukan Melvin yang saat ini berada di pikirannya, hanya saja ia terpikirkan akan jalan hidupnya setelah lulus SMA.

Karena pernikahan ini, semuanya terasa semakin mustahil untuk Rindu gapai. Dulu ketika bundanya tidak menyetujui keputusannya untuk kuliah mengambil jurusan sastra, ia masih baik-baik saja tidak khawatir dan yakin bahwa suatu hari nanti bundanya akan menyetujuinya. Tapi sekarang, semuanya terasa rumit dan mustahil karena saat ini ia sudah menikah. Tidak hanya Nada yang harus ia yakinkan, tapi juga Melvin orang yang sudah menjadi suaminya.

"Kenapa hidup gue kayak gini sih? Rumit banget." Rindu beranjak dari duduknya merasa bosan dan jenuh karena terus menerus memikirkan jalan hidupnya yang tidak menentu.

Karena tidak memiliki kegiatan apapun di apartemen. Akhirnya Rindu memutuskan untuk pergi ke bawah, sekedar jalan-jalan untuk menenangkan dirinya yang sedang bingung dan dilema.

Rindu menarik napasnya panjang setelah ia keluar dari lift. Suasana sore di apartemen lumayan ramai karena banyak orang pulang dari kantor dan sekolah, seperti dirinya yang sudah mengganti seragam abu-abunya dengan sweater berwarna coklat susu.

Awalnya Rindu ingin pergi ke taman apartemen yang tidak terlalu besar untuk sekedar memanjakan kedua matanya, tapi rencana itu urung ketika Rindu sedang berjalan melewati restoran apartemen, kedua matanya menangkap sosok yang sangat ia kenal, "Melvin?" gumamnya tidak percaya karena saat ini suaminya sedang menikmati kopi bersama Sarah.

Waktu terasa lambat ketika Rindu memperhatikan suaminya yang terlihat senang bercengkrama dengan Sarah. Ia merasa iri karena selama ini Melvin tidak pernah bersikap seperti itu kepadanya.

Refleks Rindu mengalihkan pandangannya ketika Melvin menyadari akan kehadirannya. Tidak mau mencari keributan, Rindu buru-buru melangkah mendekati lift dan naasnya ia malah tertabrak dengan seseorang.

Segera Rindu meminta maaf tanpa melihat wajah dari pria yang ia tabrak. Ia mengurungkan niat untuk pergi ke taman setelah apa yang baru saja dilihatnya. Niatnya tadi ingin memperbaiki suasana hatinya tapi takdir malah membuat hatinya bertambah buruk. Kenapa ketika setiap kali ia ingin bahagia dan tenang, selalu saja ada yang merusaknya? Apakah ia memang tidak pantas untuk bahagia? Dosa apa yang membuat dirinya sulit sekali merasakan ketenangan?

***

Melvin merasa jika akhir-akhir ini istrinya berubah. Meksipun Rindu tidak mengatakannya, tapi ia tau jika ada sesuatu yang tidak beres dilihat dari ekspresi Rindu yang selalu terlihat kesal ketika bersama dengan dirinya.

"Boleh kita bicara sebentar?" Melvin menghentikan langkah Rindu yang akan beranjak dari meja makan. Sendari tadi mereka menikmati makan malam seperti orang asing yang tidak kenal satu sama lain.

Rindu mendengar pertanyaan suaminya kembali duduk, ia malas hanya sekedar menjawab.

"Apa yang kamu lihat di restoran tadi, tidaklah seperti apa yang kamu pikirkan." Melvin menarik napas panjang, ia berharap jika Rindu mengerti dan dugaannya akan kesalahpahaman antara mereka terselesaikan dengan cara baik-baik.

Sementara Rindu tidak mengartikan apa yang dipikirkan suaminya, ia malah yakin jika Melvin memang memiliki hubungan spesial dengan Sarah.

"Gue gak peduli," seru Rindu merasa tidak masalah dengan apa yang diperbuat suaminya, "lagian pernikahan ini tidak sempurna, kita menikah atas dasar paksaan. Jadi, jika Om Melvin memiliki hubungan dengan mis Sarah tidak masalah."

Menyapa Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang