Bab 22 | Gamis

30 7 0
                                    

Pernikahan tidak sesederhana yang aku pikirkan. Tidak hanya tentang cinta, tapi tentang sesuatu yang besar yang akan mengubah hidup selamanya.

-Menyapa Rindu-

"Udah lama ya kita gak jalan bareng?" Amanda dan Zahra memutar bola matanya malas mendengar pernyataan Putri, mereka masih kesal insiden di perpustakaan tadi.

Saat ini mereka sedang berada di taman kota, menikmati es krim. Tidak hanya jam kosong yang mereka dapat, tapi juga pulang pagi. Mereka begitu senang karena sekolah memulangkan mereka lebih awal.

"Kalian masih mikir gue deket sama Aldo ya?" Rindu menatap satu persatu teman-temannya yang sibuk dengan es krim masing-masing.

"Iya! Lo mau bilang kalo kalian gak ada hubungan?" Amanda menaikkan sebelah alisnya, "denger ya Rin! Kita gak akan gampang percaya sama perkataan lo! Lo itu udah..."

"Banyak bohong!" seru Zahra tiba-tiba memotong perkataan Amanda.

"Kali ini gue ngomong serius! Gue gak bohong!" Rindu mencoba menyakinkan sahabatnya. Memang benar yang dikatakan orang, kalo kita berbohong maka kedepannya sulit untuk di percaya.

"Dulu-dulu juga lo bilang gitu!" Amanda mengabaikan ucapan Rindu, ia lebih menghabiskan es krim yang akan meleleh.

"Udahlah Rin! Ngaku aja kalo kalian deket, apa susahnya sih? Kita gak akan merusak hubungan lo sama Aldo, meksipun Amanda berpeluang besar untuk itu!" Amanda yang mendengar kalimat terakhir dari Zahra membulatkan mata tidak percaya.

"Kok lo bawa-bawa gue? Emang sih Aldo itu ganteng, tapi kalo dia udah punya pacar, ya gue gak sudih jadi pelakor!" Zahra mendengus kesal ketika Amanda mendorong bahunya. Apa salahnya ia berbicara seperti itu, memang benar kan faktanya? Kalo Amanda berpeluang besar untuk merebut Aldo dari Rindu.

"Udahlah, kalian gak usah ribut."

"Diem!" saut Amanda dan Zahra bersamaan menatap tajam ke arah Putri yang langsung mendengus kesal. Padahal sendari tadi ia diam.

"Gu..." Rindu menghentikan ucapannya ketika handphone yang berada di sakunya berbunyi. Ia buru-buru mengangkat panggilan setelah ia membaca nama yang tertera di layar ponselnya.

"Waallaikumsalam Ma." Ketiga temannya memperhatikan Rindu yang berdiri setelah tersambung dengan entah siapa.

"Siapa yang telepon? Kayak mencurigakan gitu," terang Zahra tanpa mengalihkan perhatian kepada Rindu yang sudah melangkah jauh dari mereka.

"Iya, gak biasanya Rindu ngangkat telpon gak didepan kita." Amanda menyetujui pernyataan Zahra.

"Gak boleh suuzon." Amanda dan Zahra melirik sekilas Putri.

"Kalian masih marah sama gue? Gue kan udah minta maaf." Putri merasa kesal kepada teman-temannya yang masih marah dengannya. Padahal kesalahannya tidak fatal.

"Gue pulang duluan ya?" Rindu memasukkan handphone ke sakunya kembali.

"Kok buru-buru? Ada apa? Siapa yang telepon?" Amanda berdiri menatap khawatir Rindu.

"Itu, bunda gue."

"Kok tadi panggil ma? Gak bun, atau bunda?" Rindu yang akan melangkah pergi, langsung mengurungkan niat ketika mendengar pertanyaan Zahra.

"Gue, gue emang manggil bunda dengan sebutan mama sekarang. Ya, supaya keren gitu." Rindu ingin menarik pernyataannya yang seperti tidak masuk akal. Ia saat ini sedang buru-buru karena ibu mertuanya sedang menunggunya di apartemen. Tadi, Annisa menelpon untuk mengajak ia pergi ke kajian dan Rindu tidak bisa menolak karena wanita itu sudah berada di apartemen.

"Kok aneh ya?"

"Emang, kenapa bunda lo tiba-tiba nyuruh lo pulang?  Ada sesuatu yang penting?" Amanda menarik lengan Rindu yang akan melangkah pergi.

"Bunda mau ngajak gue pergi ke kajian."

"Ha?" Serempak ketiga temannya kaget akan pernyataan yang baru saja Rindu ucapan.

"Yang bener?" Amanda menyentuh dahi Rindu heran, "lo lebih memilih ikut kajian dibanding kumpul sama kita?"

"Iya Rin! Biasanya juga kalo bunda lo ngajak ke kajian, lo gak pernah mau! Sekarang, kok tiba-tiba mau sih? Lo kesambet apa?" Rindu ingin memukul mulutnya sendiri karena tidak memikirkan alasan yang pas. Membuat Amanda dan Putri memberikannya banyak pertanyaan.

"Kajiannya spesial, jadi bunda maksa buat gue ikut." Ketiga temannya masih tidak puas dengan jawaban Rindu.

"Gue boleh ikut gak?"

"Ha?" Rindu tidak percaya dengan apa yang baru saja Zahra katakan.

"Iya! Kita mau ikut! Siapa tau lo bohong! Ternyata, lo pergi sama Aldo!" Rindu tidak habis pikir dengan Amanda yang malah menuduhnya akan pergi dengar Aldo.

"Kalian gak akan suka, disana panas dan gak ada AC." Rindu menarik napasnya mencoba tenang, "lagian, kalian gak akan bisa pergi dengan pakaian kalian! Disana, orang-orang pakai gamis dan jilbab."

"Gue punya gamis, Gue bisa pakai itu." Amanda menaikkan sebelah alisnya.

"Gue juga punya! Tapi punya mama gue! Gue bisa pinjem." Putri tersenyum lebar menaik turunkan alisnya menatap Rindu yang mendengus jengah.

"Terserah! Gue bakalan serlok tempatnya. Kita pergi sendiri-sendiri." Karena tidak bisa berdebat lagi dengan teman-temannya, akhirnya ia mengalah dan membiarkan mereka ikut dengan dirinya ke kajian. Untuk masalah selanjutnya, ia akan memikirkan ketika di jalan.

***

"Hubungan suami istri dalam Islam bukan hanya tentang cinta, tapi tentang ibadah panjang yang harus dijaga dan dipertahankan. Apakah kalian tau level tertinggi yang di sandang setan untuk menggoda manusia?"

Rindu menatap sekilas sahabatnya yang menguap lebar. Siapa suruh ikut dengannya ke kajian? Jadi mengantuk seperti ini kan? Sebenarnya Rindu juga sama seperti teman-temannya yang kadang mengantuk jika datang ke kajian, hanya saja kali ini ia lebih semangat karena pembahasan yang diambil tentang pernikahan. Entah karena apa, Rindu menyukai pembahasan itu.

"Setan dianggap mulia kedudukannya, karena ia mampu membuat sepasang suami istri bercerai. Meksipun Islam membolehkan perceraian, tapi Allah SWT tidak menyukainya. Jadi jamaah yang saya cintai dan kasihi, terutama yang belum menikah. Saya berpesan untuk tidak menikah hanya karena cinta saja, modal cinta untuk menikah tidaklah cukup.

Harus ada bekal dan ilmu. Karena menikah bukan hanya menyatukan dua insan, tapi menikah menyatukan sebuah keluarga, sebuah amanah yang nantinya harus dijaga. Kalo modal cinta saja, kasihan anaknya."

"Kebanyakan anak muda sekarang menikah karena cinta, mereka tidak berpikir jangka panjang nantinya mau bagaimana? Untuk yang perempuan, jika kalian dilamar seseorang, jangan mau dulu kalo kalian belum menguasai ilmunya. Kalian harus berpikir jangka panjang, bagaimana kalian mengurus suami dan anak. karena kalian nanti akan menjadi madrasah pertama untuk anak-anak kalian."

"Bosen tau, pembahasannya nikah mulu, kita kan masih unyu-unyu. Masih SMA." Rindu menoleh ke arah Amanda yang sendari tadi terus menguap. Sekilas Rindu mengangumi kecantikan Amanda yang berbalut gamis berwarna merah muda dengan pasmina berwarna senada.

"Kita pergi aja yuk? Udah ngantuk nih." Zahra memakai gamis berwarna putih yang ia pinjam dari Amanda menepuk pundak Rindu.

"Kalian bisa diem gak? Siapa suruh ikut tadi?" Rindu memelankan suaranya ketika Annisa yang duduk di depannya akan menoleh ke belakang.

"Sabar aja, nanti juga selesai." Putri menyandarkan kepalanya di pundak Amanda, ia juga merasa mengantuk.

"Iya sabar, tapi mau sampai kapan? Panas lagi." Amanda menatap kipas kecil yang berada di sudut-sudut masjid. Meksipun semua kipas menyala, tapi tetap sama ia merasa gerah. Mungkin karena banyaknya orang yang berada di sini.

"Jangan cerewet dong, siapa suruh tadi ikut?" Rindu merasa kesal sendiri dengan teman-temannya yang malah menyusahkan dirinya.

🏫

Menyapa Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang