Bab 11 | Kebohongan

57 10 0
                                    

Seburuk apapun kamu, jangan pernah meninggalkan salat.

-Menyapa Rindu-

Rindu menguap lebar ketika ia terbangun dengan matahari pagi yang sudah menyambutnya dari kaca jendela di samping tempat tidur.

Semalam ia tidak bisa tidur karena terus memikirkan pertanyaan Melvin. Meksipun ia termasuk anak muda yang kekinian, ia masih berpegang teguh akan agamanya. Ia tidak akan memberikan mahkota berharganya kepada pria sembarangan yang belum halal dengannya.

Mendengar pertanyaan Melvin, membuat Rindu merasa di rendahkan. Ia semakin membenci guru kimia-nya itu, ia menganggap bahwa Melvin memiliki dua wajah.

Tidak hanya karena pertanyaan Melvin, Rindu tidak bisa tidur. Tapi karena dirinya bukan tipe orang yang mudah tidur di mana saja, ia selalu susah tidur meksipun kedua matanya mengantuk berat ketika ia berada di tempat asing.

Rindu beranjak dari duduknya lalu hendak pergi ke kamar mandi. Meksipun sudah telat, tapi ia harus melaksanakan salat subuh.

Belum sempat Rindu melepaskan mukena putihnya, suara dering ponsel menggema memenuhi ruangan. Buru-buru Rindu mengangkat panggilan orang yang begitu pagi sudah menggangu dirinya.

"Halo assalamualaikum?" Rindu yang masih mengenakan mukena duduk di tepi ranjang.

"Jadi ikut nonton kan?" Rindu mendengus kesal ketika   Amanda tidak menjawab salamnya. Kebiasaan.

"Jadi dong! Emangnya kalian gak jadi?" tanya Rindu kemudian setelah ia menarik napas panjang.

"Kita jadi, gue udah siap nih, gue jemput lo sekarang ya?"  Rindu menautkan kedua alisnya tidak percaya. Ia kaget mendengar Amanda yang tiba-tiba ingin menjemputnya.

"Gak usah jemput gue!" Pernyataan dari Rindu membuat Amanda mengerutkan kening.

"Gue ada keperluan sebentar, jadi kalian berangkat duluan aja." Rindu menjawab kebingungan Amanda sebelum temannya itu bertanya lebih detail.

"Yakin berangkat sendiri? Biasanya juga kita kalo kemana-mana satu mobil." Amanda tidak puas akan jawaban Rindu. Entah kenapa dari kemarin ia merasa ada sesuatu yang berusaha Rindu sembunyikan dari dirinya dan yang lain.

"Gue takut kalian capek nunggu gue! Jadi, kalian berangkat dulu aja! Gue gak apay berangkat sendiri!" Rindu memejamkan mata berharap agar Amanda mempercayai kebohongannya.

"Kita gak capek Rin! Kita dari dulu kan emang selalu bareng kalo keluar, jadi kayak gak lengkap gitu kalo lo gak ada." Rindu menarik napas ingin sekali memasukkan wajah temannya kedalam lautan.

"Kan nanti juga kita ketemu di sana?" Rindu melepaskan mukenanya dengan posisi masih duduk.

"Udah ya Nda, Bunda gue manggil. Gue matiin dulu!" Buru-buru Rindu mematikan sambungan teleponnya dari Amanda, karena ia tau jika temannya itu tidak mudah percaya dengan apa yang ia katakan. Karena ia memang terkenal akan kebohongannya.

***

Rindu tidak melihat tanda-tanda keberadaan suaminya dan itu membuat Rindu merasa senang karena paginya akan berjalan lancar. Ia sudah membersihkan diri, saat ini Rindu sedang mencari roti untuk sarapan di dapur.

Dengan tenang Rindu menikmati sarapan sederhananya, meksipun nanti Rindu tidak akan kenyang hanya memakan roti. Tapi setidaknya makanan empuk itu dapat menganjal perutnya sebentar.

Tidak butuh waktu lama Rindu menghabiskan sarapannya, ia yang sudah rapi dengan sweater rajut coklat berlengan panjang, celana kain longgar dan tas selempang berwarna senada, buru-buru melangkah mendekati pintu apartemen. Ia sepertinya kelamaan mandi tadi, karena sekarang dirinya akan terlambat datang dengan jam yang sudah teman-temannya tentukan.

Ketika Rindu membuka pintu, ia terperanjat kaget melihat sosok pria tinggi yang tepat berada di depannya dengan keringat membanjiri sebagian besar wajah datarnya.

"Lo mau kemana?" Melvin mengeluarkan suara ketika ia meneliti istrinya yang sudah rapih dan wangi.

Rindu yang langsung teringat akan kejadian semalam menampilkan raut tidak sukanya, "bukan urusan Pak Melvin!" Pria itu menghadang jalan Rindu, yang ingin melangkah keluar.

"Minggir Pak!" Rindu yang tadinya begitu antusias berubah cemberut. Ia tidak suka akan sikap Melvin yang seenaknya.

"Gue tanya baik-baik, lo mau kemana?" Melvin mengusap keringat yang berada di keningnya dengan handuk kecil yang sendari tadi berada di tangan.

"Pak Melvin gak perlu tau! Gak usah kepo! Udah tua juga!" Melvin membulatkan matanya menatap Rindu yang begitu berani dengan dirinya.

"Kenapa? Pak Melvin mau protes? Gak suka kalo, Rindu panggil Pak Melvin dengan embel-embel Pak?" Rindu membusungkan dada bermaksud menantang pria di depannya. Ia sudah terlanjur kesal karena insiden kemarin malam, bahkan ia tidak merasa bersalah karena telah menampar wajah guru kimia-nya itu.

"Kamu tidak boleh keluar." Rindu buru-buru mundur dan melepaskan diri ketika Melvin memegang lengannya.

"Emangnya siapa Pak Melvin berani-beraninya ngelarang Rindu?"

"Suami." Jawaban cepat dari Melvin membuat Rindu diam sesaat. Ia bungkam karena kalimat singkat itu.

"Gak! Pak Melvin bukan suami aku!" Rindu tersadar akan keterkejutannya. Ia kembali menatap sengit Melvin.

"Pokoknya Rindu harus pergi! Kalo Pak Melvin berani ngelarang! Rindu bakalan teriak minta tolong! Biar penghuni apartemen ini tau, kalo Pak Melvin itu guru ca..." Rindu membulatkan mata ketika pria di depannya menutup mulutnya tiba-tiba.

"Gue bakalan izinin, tapi lo harus kasih tau gue, lo pergi kemana." Rindu berusaha memberontak dari dekapan Melvin, baru pertama kalinya ia di perlakukan seperti seorang sandera, "gue bakalan lepasin kalo lo jawab iya."

Karena Rindu tidak nyaman dan kesal, akhirnya ia mengangguk menuruti apa yang diperintahkan suaminya.

"Gue mau nonton sama Amanda dan yang lainnya. Pak Melvin mau ikut?" Rindu yang kesal, masih menyempatkan diri untuk menggoda pria di depannya.

"Jangan panggil gue Pak." Melvin menekan kalimat terakhirnya. Setidak sukanya ia dengan panggilan itu.

"Siap Pak Melvin!" Rindu ingin tersenyum senang ketika ia melihat raut wajah suaminya yang begitu menggemaskan, "udah ya Pak! Saya pergi dulu!"

Rindu membalikkan badannya dan ketika ia akan melangkah, Melvin menarik bagian kerah sweaternya dari belakang.

"Jangan pulang malem, sebelum magrib, lo harus udah ada di sini." Rindu memutar bola matanya malas lalu mengangguk patuh. Ia tidak bisa terus meladeni Melvin, karena waktunya sudah sangat terlambat. Pasti teman-temannya saat ini sedang menyumpah serapahi dirinya.

🏫

Menyapa Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang