Bab 20 | Menyentuh

45 7 0
                                    

Jangan terlalu banyak bicara, karena orang-orang di sekitar mu juga butuh didengarkan.

-Menyapa Rindu-

Melvin menutup mulutnya ketika ia menguap. Dirinya tiba-tiba terjaga dan merasa haus, mungkin takdir tidak berpihak pada dirinya sekarang, karena air putih yang biasanya sudah ia siapkan di atas nakas sudah kosong tidak ada isi.

Helaan napas panjang pria itu keluar ketika kedua matanya menatap jam tangan yang berada di atas nakas menunjukkan pukul 10, biasanya sekitar jam itu ia tidur malam tapi untuk malam ini ia berniat untuk tidur lebih awal karena besok ia harus pagi-pagi sekali datang ke sekolah untuk menghadiri rapat mendadak yang tadi diberitahu oleh Sarah.

Dengan perasaan yang masih mengantuk, Melvin beranjak dari duduknya lalu melangkah keluar kamar sembari membawa gelas kosong.

Samar-samar telinga Melvin mendengar suara yang ternyata berasal dari televisi menyala. Ia menaikan sebelah alisnya tidak percaya dengan apa yang ia temukan di atas sofa. Senyumannya terbit menatap tingkah lucu yang dilakukan oleh Rindu. Bagaimana tidak lucu, gadis itu tertidur di depan televisi dengan kaki kirinya yang naik di atas sandaran sofa. Mungkin terlihat bukan perempuan feminim atau tidak mencerminkan kesopanan, tapi melihat itu Melvin tersenyum lucu.

Pria itu mematikan televisi setelah ia menaruh gelas di dapur. Dengan pelan ia melangkah mendekati Rindu yang tertidur pulas. Melvin yang akan membangunkan istrinya itu merasa tidak tega. Ia ingat bahwa tadi pagi, Rindu memiliki jam pembelajaran olahraga dan itu sebabnya Melvin memutuskan untuk tidak jadi membangunkannya. Bagaimana nanti jika Rindu malah marah-marah dengan dirinya?

Karena tidak mau mengambil resiko, Melvin melangkah pergi meninggalkan Rindu yang tertidur di sofa. Ia lebih baik ke dapur untuk mencari apa yang ia butuhkan. Tapi, ketika ia sudah berhasil menghilangkan hausnya. Ia tidak enak hati meninggalkan Rindu tiduran di atas sofa yang keras, meksipun sofa itu muat dengan tubuh istrinya yang tidak terlalu besar. Tapi bagaimana jika nanti Rindu terjatuh dari sofa dan mengalami keseleo atau patah tulang? Melvin tidak ingin itu terjadi, ia segera bergegas kembali menghampiri Rindu.

Dengan pelan, Melvin mengangkat tubuh mungil istrinya yang masih tertidur pulas. Ia tersenyum sendiri menatap wajah lelah istrinya dan karena itu ia mengingat kejadian beberapa waktu lalu ketika Rindu memeluknya erat dan mengucapkan terima kasih kepadanya. Padahal sebelumnya ia selalu mendapatkan tatapan tidak suka dan perkataan pedas dari mulut merah ranum istrinya itu.

Untung saja pintu kamar Rindu terbuka lebar, membuat Melvin tidak kesusahan untuk membukanya. Dengan hati-hati pria itu meletakkan tubuh Rindu di atas ranjang, ia tidak ingin jika istrinya itu bangun dan mendapati ia menyentuhnya. Meksipun mereka sudah suami istri, tapi Melvin tau benar jika Rindu tidak ingin disentuhnya. Apalagi jika mengingat bahwa dirinya adalah guru Rindu dan ditambah mereka tidak saling kenal dekat sebelumnya. Lebih tepatnya mereka saling tidak menyukai satu sama lain.

Sepertinya takdir memang tidak berpikir pada Melvin malam ini. Belum sepenuhnya ia membaringkan tubuh istrinya, Rindu terlebih dahulu membuka matanya.

Rindu yang masih mengantuk langsung membulatkan matanya kaget, ia bahkan terlonjak menjauhkan diri dari dekapan Melvin, "apa yang Om Melvin lakuin?" serunya sembari menarik selimut mencoba menutupi tubuhnya. Padahal ia masih memakai pakaiannya.

"Jangan kurang ajar ya! Jangan lupa batasan Om Melvin!" geram Rindu yang rambut panjangnya sudah berantakan. Ia tidak segan-segan menatap tajam ke arah suaminya, "meksipun kita sudah menikah! Om Melvin gak berhak sama sekali menyentuh Rindu!"

Melvin yang mendengar itu menghela napas panjang, ia sudah menduga ini akan terjadi. Tapi kenapa dirinya begitu keras kepala. Seandainya jika tadi ia langsung pergi ke kamar dan tidur, tanpa memperdulikan Rindu yang tidur di sofa. Mungkin ia tidak akan mendapatkan suara bising istrinya.

"Say..."

"Gak usah banyak alasan! Jangan pikir Rindu gak tau pikiran kotor Om Melvin!" Rindu menarik napas mencoba mengisi paru-parunya yang tidak lagi dikatakan normal.

Melvin yang mendengar itu langsung membulatkan matanya, bagaimana bisa Rindu mengatakan jika ia memiliki pikiran kotor untuk dirinya?

"Oh! Rindu tau! Om Melvin memanfaatkan situasi kan? Om Melvin liat Rindu gak berdaya tidur di sofa dan Om Melvin memanfaatkan situasi itu kan? Dasar! Semua laki-laki sama aja! Jangan pikir Rindu meluk Om Melvin tadi, itu menandakan kalo Om Melvin bisa menyentuh Rindu seenaknya! Rin..." Rindu membulatkan matanya tidak percaya ketika tangan besar Melvin menutup mulutnya. Suaminya itu bahkan sudah berada di atas kasur dengan wajah kaku dekat dengan dirinya. Jantung Rindu sudah berdetak tidak karuan.

"Kamu bisa diam dan mendengar penjelasan saya tidak?" Rindu hanya berkedip masih tidak percaya. Entah kenapa tubuhnya hanya diam tidak mampu memberontak.

"Kenapa kamu harus marah-marah dan berteriak ketika saya menyentuh kamu?" Melvin menatap tajam ke arah Rindu yang mulai normal pernapasannya.

"Saya tidak membutuhkan ijin dari kamu untuk menyentuh kamu. Saya suami kamu, jadi saya berhak untuk itu." Rindu merasa jika sesuatu tidak kasat mata membuat tubuhnya kaku sulit bergerak memberontak, mungkin hanya kelopak matanya yang naik turun merespon perkataan suaminya.

"Tapi niat saya tadi, tidak seperti apa yang kamu pikirkan. Iya saya akui, bahwa pikiran saya kotor. Tapi saya tidak ada niatan sama sekali menyentuh kamu lebih. Saya bukan predator, saya laki-laki yang masih menganut agama saya." Dengan perlahan Melvin menarik tangannya dari mulut Rindu. Ia segera beranjak dari ranjang, takut jika istrinya itu memukulnya.

"Saya bermaksud untuk memindahkan kamu, agar besok paginya kamu tidak sakit pinggang karena tidur di sofa." Melvin tidak ingin menunggu respon dari Rindu, ia segera melangkah pergi meninggalkan kamar istrinya dari pada nantinya ia mendapatkan teriakkan darinya lagi.

***

Di dalam apartemen sudah terdengar keributan yang memecah keheningan pagi. Bagaimana tidak ribut? Kedua pasang pengantin yang beberapa bulan menikah, berebut ingin lebih dulu masuk ke dalam kamar mandi.

"Rindu dulu dong Om! Om Melvin itu harus ngalah sama yang lebih muda!" Gadis berambut panjang itu sudah dibuat kesal oleh dirinya sendiri yang bangun kesiangan. Semalaman ia mencoba tidur kembali tapi tidak bisa, karena pikirannya terus memikirkan Melvin yang saat ini sedang mendorongnya agar bisa masuk ke dalam kamar mandi.

"Gak bisa! Saya duluan!" Melvin menatap tajam ke arah istirnya yang malah semakin mendorong tubuhnya. Ia pikir dengan menampilkan tatapan itu, Rindu akan takut dan mempersilahkan ia mandi duluan.

Tidak jauh berbeda dengan Rindu, Melvin juga semalaman tidak tidur karena terus memikirkan wajah istrinya yang asik menari-nari diatas kepalanya. Ia bahkan bolak balik ke kamar mandi hanya untuk wudu dan dirinya juga mencoba tidur di sofa kamarnya tapi tidak ada yang berhasil.

"Ayolah Om! Rindu duluan ya?" Rindu mengedipkan mata seperti anak kucing yang sudah tidak makan seminggu. Ia mencoba merayu guru kimia-nya yang pasti tidak akan berhasil.

"Tidak Rindu! Saya harus duluan! Pagi ini ada rapat! Saya harus cepat-cepat pergi!" Rindu yang sudah tidak mendorong tubuh Melvin karena meresapi perkataannya barusan, membuat pria itu bisa masuk dengan cepat ke dalam kamar mandi.

"Kenapa ada rapat? Kok Rindu gak tau sih? Om Melvin bohong ya?" Rindu mengetuk-ngetuk pintu tidak sabaran membuat Melvin yang akan melepaskan pakaian urung tidak jadi.

"Rapatnya mendadak, kalo gak percaya buka aja handphone saya." terang Melvin setelah ia membuka pintu kamar mandi dan hanya memperlihatkan kepalanya saja. Karena jika dirinya tidak menjelaskan secara rinci kepada Rindu, maka dipastikan pintu kamar mandi akan terlepas dari tempatnya.

Rindu menyipitkan mata tidak percaya menatap suaminya yang sudah kembali menutup pintu. Akhirnya ia melangkah memasuki kamar Melvin yang ternyata lebih besar dari kamarnya.

Gadis itu menerbitkan senyuman ketika ia berhasil menemukan handphone milik Melvin di atas nakas. Rindu segera membuka ponsel itu tapi ia harus mendengus kesal karena benda pipih itu di sandi, "dasar penipu!"


🏫

Menyapa Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang