Bab 28 | Runtuh

43 8 0
                                    

Kenapa kamu membawaku terbang tinggi di antara bintang-bintang, jika pada akhirnya kamu jatuhkan diriku tidak tersisa?

-Menyapa Rindu-

"Hantu?!" Rindu membulatkan matanya lalu segera menoleh ke belakang mencari sosok hantu yang baru saja membuat Melvin takut. Ia menautkan kedua alisnya kembali menoleh ke arah Melvin yang saat ini berada di balik pintu kamar mandi yang sebelumnya berlari ketakutan.

"Dimana hantunya?" Rindu mengetuk pintu kamar mandi dengan kesal sementara tangan yang lain membawa segelas air putih yang sudah ia isi dari dapur.

Melvin membuka pintu pelan dan ia tersentak kaget karena ternyata yang ia sangka hantu adalah istrinya sendiri, "gak ada." Melvin membuka pintu kamar mandi lebar lalu melangkah keluar.

"Jangan bilang Om Melvin menyangka kalau Rindu hantunya?" Rindu menatap mukenanya dan wajah datar suaminya yang basah, mungkin Melvin baru saja wudu.

"Iya, habisnya sebelumnya kamu gak pernah keluyuran malam-malam begini, dan lagian juga kenapa pakai mukena? Kamu sengaja nakut-nakutin saya ya?" Melvin berkata apa adanya.

"Enak aja nakut-nakutin Om Melvin, Rindu itu mau ke dapur! Mau ambil air!" Rindu menunjukkan segelas air kepada Melvin yang langsung menjauhkan wajahnya, "lagian Rindu susah tidur, karena udah kebanyakan tidur."

"Mau sholat bareng gak?" Rindu menautkan kedua alisnya tidak mengerti.

"Rindu udah sholat isya," jawabnya polos yang malah membuat Melvin menahan tawa.

"Kenapa ketawa?" Rindu menatap tidak suka akan sikap Melvin yang tiba-tiba tertawa. Perasaan jawaban yang ia beri benar, kenapa suaminya itu malah menunjukkan ekspresi menjengkelkan.

"Saya tidak mengajak kamu untuk salat isya, tapi saya mengajak kamu untuk salat malam, salat tahajud." Penjelasan dari Melvin mampu membuat Rindu diam, kedua matanya hanya berkedip tidak percaya.

"Gue gak bisa sholat malam," jawab Rindu setelah Melvin melambaikan tangannya tepat di depan wajahnya.

"Sholat malam itu gerakannya sama kayak sholat pada umumnya, cuma doa-doanya aja ada yang beda. Saya bakal ajarin kamu." Melvin menarik napas dalam sebelum ia melanjutkan pernyataannya, "lagian selama kita menikah, kita belum pernah sholat bareng kan?"

"Ok kalo begitu, tapi gue wudhu dulu ya! Soalnya takut udah batal." Rindu tersenyum canggung, pikirannya malah terbayang akan kisah-kisah yang berada di buku novelnya tentang seorang pria yang mengajak istrinya atau seseorang yang ia cintai untuk salat berjamaah. Meksipun Rindu tidak ada perasaan apa-apa dengan Melvin, tapi pengalaman salat berjamaah dengan seorang pria tidak pernah bisa Rindu bayangkan akan terjadi begitu cepat.

"Saya tunggu di kamar."

***

Biasanya kalo ayahnya yang mengimami salat berjamaah dengan sangat lama pasti Rindu akan mengomel, tapi berbeda dengan saat ini yang dilakukannya ketika Melvin memimpin salat dengan bacaan surah yang merdu dan pelan, suara suaminya itu bagaimana mantra sihir yang membuat Rindu terhanyut dan bahkan kantuknya tidak datang seperti biasanya ketika ia salat berjamaah dengan yang lainnya.

"Kenapa senyum-senyum sendiri?" Rindu buru-buru mengembalikan ekspresi wajahnya ketika Melvin secara tiba-tiba berbalik menghadap ke arahnya. Mereka baru saja menyelesaikan salat malam sekaligus doa-doanya.

"Siapa senyum? Gue gak senyum." Rindu mencoba mengalihkan pandangan dari Melvin yang masih menatapnya penuh selidik.

"Bukan saya tidak percaya, hanya saja kamu itu pembohong." Pernyataan dari Melvin membuat Rindu merasa terbina.

"Jaga ya kalo ngomong," serunya tanpa mengalihkan perhatian kepada tumpukan kertas yang berada di meja belajar suaminya.

"Memang itu faktanya kan, sebelum nikah saja kamu sudah berani membohongi saya dan ayah juga pernah bilang kalo kamu itu suka bohong."

"Udah deh gak usah bikin ribut pagi-pagi gini!" Rindu menautkan kedua alisnya tidak suka.

"Iya, saya minta maaf." Melvin hanya bisa menggelengkan kepalanya, ia harus sabar menghadapi sikap istrinya yang seperti anak kecil.

"Kalo boleh tau, nilai gue berapa?" Melvin yang sudah berdiri dan akan mengambil sajadah mengikuti arah pandang Rindu.

"Kalo semisal kamu tau, mau apa?" Rindu mendengus kesal mendengar pernyataan dari suaminya. Ia beranjak dari duduknya lalu meraih sajadah dengan kasar.

"Ya kepo aja, pasti nilai gue jelek kan? Lagian kenapa sih selalu ngasih ulangan mendadak?" Rindu duduk di tepi ranjang sembari melipat sajadahnya. Ia menatap wajah kaku Melvin yang sedang menaruh sajadah di atas meja.

"Karena saya tidak ingin anak didik says berlaku curang, kalo saya beritahu mereka kalo ada ulangan, pasti mereka bakalan buat contekan." Pernyataan dari Melvin membuat Rindu mendengus kesal. Ia menyandarkan tubuhnya pada bantal yang sebelumnya sudah ia susun.

"Om Melvin berpikiran buruk gitu sih? Ya justru kalo Om Melvin memberitahu terlebih dahulu, kita bakalan belajar untuk mengahadapi ulangan!" Rindu meraih buku dari nakas sembari menatap Melvin yang saat ini melangkah mendekat.

"Tapi selama saya amati, kebanyakan kalian melakukan sebaliknya. Kalian malah membuat contekan di kertas kecil lalu menyelipkannya dan menyembunyikan ke dalam rok atau meja," terang Melvin setelah ia duduk di tepi ranjang tak jauh dari istrinya.

Pernyataan dari Melvin secara tidak langsung membuat Rindu terdiam, karena apa yang dikatakan Melvin pernah di lakukan olehnya.

"Kenapa diam? Kamu pernah melakukannya ya?" Melvin mengangkat sebelah alisnya menatap Rindu yang membulatkan mata.

"Ya gak lha, mana mungkin gue lakuin itu."

***

Pagi ini Rindu memutuskan untuk menaiki bus dari pada angkot. Mungkin karena ia bosan berdesak-desakan di dalam angkot dan memutuskan menaiki bus yang ternyata tidak jauh berbeda.

Meksipun Rindu sedikit kesal tapi rasa kesalnya itu kalah dengan apa yang baru saja ia alami. Rindu yang sudah duduk di kursi dekat kaca menatap jalanan pagi yang lumayan padat, senyumannya mereka ketika ia mengingat kejadian beberapa jam lalu ketika Melvin mengimaminya salat. Pengalaman pertama yang mengesankan, itulah yang saat ini Rindu rasakan.

Di tengah-tengah lamunannya, pandangan Rindu tidak mengaja menatap mobil yang sepertinya familiar di ingatannya. Belum juga ia mengetahui dimana ia melihat mobil itu, seseorang yang sedang menyetir mengingatkan Rindu.

Kedua mata Rindu membulat bukan karena pengemudi mobil itu yang tak lain suaminya, tapi ia terkejut tidak percaya seseorang yang duduk manis di samping Melvin.

Detak jantung Rindu berpacu cepat ketika ia mencoba menyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang ia lihat tidak salah. Sosok yang sedang bersama Melvin tak lain adalah Sarah, guru bahasa Inggrisnya yang akhir-akhir ini di kabarkan dekat dengan suaminya.

'Apa yang sedang terjadi?' Rindu menyentuh dadanya yang tiba-tiba lemas tidak enak badan. Padahal beberapa menit yang lalu ia terlihat baik-baik saja dan bahkan ia tersenyum di sepanjang perjalanan. Tapi kenapa setelah ia melihat suaminya dengan Sarah bersama, tubuhnya terasa aneh? Sebenarnya apa yang terjadi pada dirinya? Kenapa perasannya berubah buruk setelah melihat mereka berdua berangkat bersama?

Rindu mengingat kembali ketika pagi-pagi sekali, Melvin selalu buru-buru keluar apartemen. Rindu pikir suaminya itu langsung pergi ke sekolah, ternyata alasan Melvin berangkat pagi hanya karena menjemput Sarah. Seharunya Rindu tidak mempermasalahkan itu, karena pada dasarnya mereka menikah tidak karena cinta, tapi pemaksaan.

Tapi tetap saja Rindu merasa sakit hati karena suaminya tidak memberitahunya terlebih dahulu jika memang mereka memiliki hubungan spesial. Meksipun nantinya Rindu sulit menerima, tapi ia akan berusaha mengerti.


🏫

Menyapa Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang