Aku tidak sedang jatuh cinta dengannya, hanya saja aku tidak terlalu suka jika ia berada dekat dengan orang lain. Selain diriku.
-Menyapa Rindu-
'Kenapa hari-hari gue buruk kayak gini sih! Semenjak gue nikah, banyak banget yang buat mood gue turun.' Sepanjang perjalanan melewati koridor sekolah, Rindu terus menyumpah serapahi kesialan dirinya dalam hati.
Semenjak Melvin hadir dalam kehidupannya. Selalu saja ada masalah yang datang, selalu ada kejadian yang membuat perasannya tidak enak. Hari-harinya terus menerus memburuk, entah sampai kapan Rindu bisa bertahan. Lama-lama ia bisa gila kalo setiap hari seperti ini.
Rindu refleks menghentikan langkah ketika kedua matanya menangkap sosok lelaki yang sudah berhasil merusak harinya. Perasaan tidak suka kembali hadir ketika ia melihat Sarah tepat di samping Melvin yang entah sedang berbicara apa, mereka terlihat akrab dan itu semakin membuat tubuh Rindu panas dingin.
Ketika Melvin semakin dekat berjalan ke arahnya, buru-buru gadis itu berjalan mundur lalu berbelok ke lorong sekolah di sebelah kanannya. Sudah cukup perasaannya buruk, ia tidak ingin menambah masalah dengan bertemu tatap dengan suaminya yang pastinya nanti tidak akan membuat suasana hatinya semakin membaik.
Ternyata lorong yang Rindu pilih adalah jalan menuju taman belakang, ia menghembuskan napas panjang sembari duduk di bangku panjang yang terbuat dari besi. Rindu bersyukur karena suasana taman lumayan sepi, entah teman-temannya sibuk mengisi perut di kantin atau karena takut kepada pohon beringin besar yang berada di taman ini. Rindu sebenarnya takut, hanya saja ketakutan itu kalah dengan perasaannya yang sudah berantakan tidak berbentuk.
Rindu menyandarkan tubuhnya sembari menatap daun-daun pohon yang berada di atasnya menutupi langit biru yang tidak mencerminkan suasana hatinya yang sedang kalut.
"Lagi mangkal Neng?" Rindu terlonjak kaget ketika tiba-tiba seseorang duduk di sampingnya. Ia menatap tidak suka akan kehadiran sosok yang malah merusak ketenangannya.
"Gak usah ganggu gue, mendingan lo pergi." Rindu mengalihkan pandangan muak akan takdirnya yang selalu tidak beruntung. Bisakah ia mendapatkan waktu sedikit saja untuk sendiri? Ia sudah capek akan kehidupannya saat ini, setidaknya ia harus menenangkan dirinya sendiri dalam kesepian. Agar ia bisa memutuskan mana jalan yang baik dan lebih baik.
"Wajahnya jangan serius-serius, nanti cepet tua lho." Rindu mendengus kesal akan sikap lelaki di sampingnya yang tidak mau pergi. Apakah ia harus membenturkan kepalanya ke batu agar ia segera pergi?
"Aldo! Gue bilang pergi! Gue gak mau diganggu!" Rindu menatap tajam sosok yang akhir-akhir ini dikenalnya sekaligus orang paling mengesalkan. Terutama ketika lelaki itu menelfon dirinya hanya sekedar menggoda dan mengusik dirinya. Rindu sudah memblokir nomor Aldo, ia memang tipe gadis yang tidak suka candaan seperti itu, apalagi bercanda soal kehidupannya. Tapi sayangnya, lelaki itu malah mengunakan nomor lain untuk mengganggunya, entah nomor mamanya, teman-temannya.
"Kenapa gue harus pergi? Ini kan taman sekolah, bukan taman pribadi." Aldo menjawab dengan entengnya. Meksipun ia tau suasana hati Rindu sedang berantakan, tapi rasa ingin menggoda gadis itu begitulah tinggi. Sebenarnya Aldo tau penyebab Rindu marah-marah tidak jelas seperti ini, karena tadi ia melihat gadis itu keluar dari kantin dan ketika ia ingin menggodanya lagi, ia malah melihat Rindu sedang cemburu akan Melvin yang berjalan beriringan dengan Sarah.
"Terserah!" Rindu beranjak dari duduknya. Jika Aldo tidak ingin pergi, maka ia saja yang haru pergi.
"Lho mau kemana? Di sini aja temenin gue!" Aldo buru-buru menarik tangan Rindu agar duduk kembali.
"Lo sebenarnya mau apa sih? Kenapa lo ganggu hidup gue? Ternyata lo itu lebih ngeselin dari sepupu lo!" Rindu yang sudah duduk menatap sengit Aldo yang kaget akan sentakan gadis di depannya.
"Maaf kalo gue ganggu lo berlebihan, tapi sifat gue emang kayak gini," Aldo menyandarkan tubuh sembari kedua matanya masih menatap Rindu yang sedang menenangkan diri, "itulah alasan kenapa gue jarang banget deket sama Melvin, karena Melvin orangnya kaku gak suka bercanda. Kalo kita ketemu, selalu berantem." Aldo malah curhat akan dirinya yang tidak bisa berada dekat dengan sepupunya.
"Gue sebenarnya mau menghibur lo," Rindu yang mendengar itu langsung menatap heran Aldo, "karena gue tau saat ini lo lagi kesal sama Melvin, gue liat lo tadi di lorong."
"Tapi kenapa gue malah ngerasa lo gak sedang menghibur gue? Gue ngerasa lo malah bikin pikiran gue pengen meledak." Aldo yang mendengar itu hanya tersenyum sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Nah itu masalahnya! Gue gak bisa sedetik gak ganggu orang! Ini udah kelainan dari lahir." pernyataan terakhir dari Aldo membuat Rindu menyunggingkan senyum, ia merasa aneh saja mendengar kalimat itu.
"Emang sifat dari lahir itu susah banget di ilangin," seru Rindu sembari menyandarkan tubuhnya. Ia mulai bisa menenangkan dirinya, hatinya tidak seburuk beberapa menit lalu.
"Bener banget! Bahkan taman gue sekelas udah nyerah dan pasrah akan sikap gue yang kayak gini! Alhasil gue selalu sendiri." Rindu mengangguk-angguk paham mendengar pernyataan Aldo.
"Lo tadi cemburu ya?" Rindu yang mulai melupakan masalahnya menatap tidak suka lelaki di sampingnya.
"Bisa gak, gak bahas itu sekarang? Kita bahas yang lainnya aja, yang lebih berbobot dan berkelas." Aldo yang menyadari akan sikapnya kembali menggaruk kepalanya.
***
Rindu menelusuri buku-buku yang tersusun rapi di rak buku kamarnya. Ia tidak berada di kamar apartemen, tapi kamar lamanya yang ia tinggali sebelum menikah, sebelum menyandang sebagai seorang istri.
Sepulang sekolah tadi ia memutuskan untuk berkunjung ke rumah kedua orang tuanya. Sudah lama juga setelah ia menikah belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di rumah yang sudah memiliki banyak sekali kenangan. Lagian ia juga malas pulang ke apartemen, lebih tepatnya ia bosan dan kesal sendiri ketika melihat wajah Melvin.
Rindu menarik buku tebal yang masih terbungkus plastik sekaligus berdebu. Buku baru yang sama sekali belum Rindu buka karena buku itu adalah pemberian dari bundanya. Bukannya Rindu tidak menerima pemberian dari orang yang ia sayang, hanya saja bundanya selalu memberikan buku-buku tentang agama. Membuat Rindu malas membukanya dan hanya menyimpan di sudut ruangan sebagai hiasan.
Tapi saat ini, entah kenapa Rindu malah ingin membuka buku tebal itu. Ia tidak memiliki alasan khusus, karena memang novel-novelnya sudah habis ia baca dan hanya tersisa buku-buku tebal yang terlihat membosankan.
Rindu merebahkan tubuhnya di atas kasur yang sudah lama ia tinggalkan. Dengan perasaan yang lumayan tenang dan sepi, karena bundanya berada di lantai bawah. Ia mencoba membuka buku pemberian dari Nada yang saat ini sudah berada di pangkuannya.
Gadis yang masih mengenakan seragam itu tidak membaca buku dari halaman pertama, ia terlebih dahulu membuka daftar isi dan membuka bab yang berhasil menarik perhatiannya.
🏫
KAMU SEDANG MEMBACA
Menyapa Rindu
Novela JuvenilSesuatu yang di bangun dari keterpaksaan akan berakhir tidak menyenangkan. Begitupun dengan perjodohan yang tiba-tiba berada di depan mata Rindu Aisya Fitri. Di umur yang masih semangat mengejar mimpi, harus terkalahkan oleh permintaan kedua orang t...