Pengalaman baru adalah sesuatu yang dapat membuka pengetahuan lebih luas, membuat pikiran terbuka lebar dan tidak memandang sesuatu hal dari satu sisi saja.
-Menyapa Rindu-
Rindu menatap sekilas apartemen yang mulai hari ini akan ia tempati. Meskipun tidak terlalu besar, tapi Rindu merasa nyaman karena penataan ruangan yang rapih dan bersih.
"Terimakasih." Meskipun Rindu masih kesal dengan Melvin yang tidak peka terhadap dirinya yang kesusahan membawa koper, ia akhirnya mengucapkan terimakasih karena Melvin tidak menolak ketika ia menyuruhnya untuk membatu membawa koper.
Rindu sudah masuk kedalam kamar yang lebih kecil dari kamar sebelumnya. Meksipun begitu, kamar yang ia tempati memiliki fasilitas lumayan lengkap, mulai dari meja belajar, lemari dan kamar mandi?
"Dimana kamar mandinya?" Rindu membulatkan mata mencoba mencari ruangan yang menurutnya sangat penting.
"Lo buta atau gimana?" Melvin mendengus kesal, pria itu sudah lebih hidup meksipun raut wajahnya terus menunjukkan kekesalan, lebih baik seperti itu dari pada bermuka datar seperti robot.
"Disamping kamar ini, kamar mandinya memang terpisah gak satu ruangan dengan kamar tidur." Rindu mengangguk paham setelah ia melirik ke luar kamar yang memang terdapat kamar mandi, tapi ia bingung dengan ruangan yang saling berhadapan dengan kamar tidurnya. Ia tidak mengerti itu ruangan untuk apa, ia ingin bertanya tapi ia malas mendengar jawaban judes dari Melvin.
"Ranjangnya gak terlalu besar. Jadi, lo tidur di sofa depan ya?" Rindu dengan tidak sopan merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk berwarna putih, ia menaik turunkan alis menatap Melvin yang sepertinya harus ekstra sabar menghadapinya.
"Lo pikir gue bakalan mau tidur seranjang sama lo? Sorry, gue punya kamar sendiri." Rindu beranjak dari tempatnya menatap kepergian Melvin dengan bingung, ia mengikuti pria itu yang ternyata membuka pintu ruangan yang letaknya berada tepat di depan kamarnya.
"Ini kamar gue." Rindu membutakan mata bukan karena ranjang kamar Melvin terlihat menggemaskan dengan taburan kelopak mawar, ia membulatkan mata hanya karena kamar Melvin lebih besar ukurannya dari pada kamarnya dan memiliki balkon, berbeda dengan kamarnya yang kecil, sempit dan tidak memiliki balkon.
"Ini gak adil!" Melvin yang mencoba membersihkan ranjangnya dari taburan bunga-bunga yang di desain Mamanya, langsung menatap Rindu bertanya.
"Seharunya ini kamar gue!" Melvin tersenyum mengejek yang malah membuat Rindu semakin kesal.
"Lo bisa masak gak?" Melvin melirik jam tangannya setelah ia sudah selesai membereskan kekacauan di kamar tidurnya. Ia menghiraukan perkataan tidak bermutu dari istri barunya.
"Gak! Meksipun gue bisa! Gue gak akan sudih mas..."
"Syukur deh kalo lo gak bisa masak." Rindu menautkan kedua alisnya tidak mengerti dengan Melvin yang berlalu keluar kamar melewati dirinya.
"Apa maksud lo?" Rindu membuntuti Melvin yang saat ini sedang sibuk menelfon seseorang, ia bisa mendengar jika pria itu sedang memesan makanan.
"Kalo lo gak bisa masak, berarti lo gak bisa ngeracunin gue. Lo kan, yang kemaren kasih garam ke kopi gue?" Rindu membeku di tempat ketika kelakuannya kemarin terbongkar, ia membodohi dirinya sendiri karena menyerahkan kopi itu langsung kepada Melvin, kenapa ia kemarin tidak menyuruh orang lain saja.
"Jangan fitnah ya!" seru Rindu ketika ia berhasil menguasai dirinya sendiri. Ia lebih sulit menenangkan diri ketika ia hanya berdua saja dengan Melvin, jauh berbeda ketika ia berbohong di antara teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menyapa Rindu
Ficção AdolescenteSesuatu yang di bangun dari keterpaksaan akan berakhir tidak menyenangkan. Begitupun dengan perjodohan yang tiba-tiba berada di depan mata Rindu Aisya Fitri. Di umur yang masih semangat mengejar mimpi, harus terkalahkan oleh permintaan kedua orang t...