Bab 19 | Pelukan

41 8 0
                                    

Cinta, bukan sesuatu yang dapat di mengerti dengan cepat.

-Menyapa Rindu-

Rindu membodohi dirinya sendiri karena mulutnya tidak bisa diajak kompromi. Ia menatap teman-temannya yang menunggu jawaban dari dirinya.

"Ayo Rin! Kenapa lo gak setuju kalo Pak Melvin dan Bu Sarah menikah?" Putri yang terus mendesak Rindu berbicara membuat gadis itu kalang kabut.

"Ya, kasihan aja Bu Sarah kalo dapet jodoh kayak Pak Melvin! Mereka sama sekali gak cocok! Pak Melvin itu pantesnya dapet perempuan yang..."

"Cerewet, kayak lo?" Rindu refleks menoleh ke arah Aldo yang sudah menaik turunkan alisnya.

Mendengar pernyataan dari lelaki itu membuat Amanda dan yang lainnya tertawa, terkecuali Rindu yang sudah membulatkan mata mencoba mengancam Aldo yang malah tersenyum tidak jelas.

"Aldo kalo ngomong suka bener ya!" Rindu buru-buru menatap Zahra yang sepertinya akan membuatnya bertambah kesal.

"Kalo dipikir-pikir! Pak Melvin sama Rindu emang cocok juga! Gue gak bisa bayangin kalo mereka nikah!" Zahra mencoba menghentikan tawanya tapi tidak bisa.

"Kalo mereka nikah! Mungkin Rindu setiap harinya dapet hukuman! Pak Melvin orangnya jujur dan Rindu orangnya selalu bohong! Mereka saling melengkapi!" Rindu mendengus kesal mendengar pernyataan dari Putri. Sudah cukup teman-temannya menertawakannya yang malah semakin membuat hatinya memburuk.

"Rin! Lo mau kemana?" tanya Amanda menatap heran Rindu yang sudah berdiri ingin pergi.

"Gue mau pergi!" jawab Rindu sinis yang ketara jika ia sedang kesal.

"Ya elah Rin! Kita cuma bercanda! Gak usah di ambil hati!" Amanda yang sudah tidak tertawa mencoba membujuk Rindu yang tidak biasanya seperti ini.

"Terserah!" Rindu tidak ingin berlama-lama bersama sahabatnya. Ia mulai melangkah pergi tanpa mau mendengarkan teman-temannya.

"Dia kenapa sih? Pms ya?" tanya Zahra menatap Rindu aneh.

"Tunggu Rin! Gue gak bermaksud nyakitin hati lo!" Putri buru-buru berdiri lalu menarik lengan Zahra agar gadis itu juga ikut menyusul Rindu, "kita harus minta maaf!"

"Lo mau kemana?" Amanda menatap Aldo yang akan pergi setelah Zahra dan Putri berlari menyusul Rindu.

"Lo duduk disini! Gue mau ngomong sesuatu!" Aldo mengangkat bahu lalu segera duduk disamping gadis berambut panjang yang memiliki polesan make up lumayan tebal.

***

Karena Rindu tidak ingin pulang terlalu cepat ke apartemen, sekaligus tidak ingin melihat wajah Melvin. Akhirnya ia memutuskan sepulang sekolah berkunjung ke toko buku langganannya, ia ingin membeli novel baru karena novel yang baru saja ia baca sudah selesai. Meksipun dirinya masih kesal, karena novel yang ia baca bercerita tentang perjodohan antara dosen dan mahasiswa. Membuat Rindu kadang menghayal sendiri seperti para tokoh dengan suaminya.

"Kenapa Mas?" Rindu yang sudah memilih beberapa buku untuk ia beli menautkan kedua alisnya tidak mengerti dengan ekspresi penjaga toko di depannya.

"Saldonya tidak cukup Mbk." Penjaga toko mengembalikan kartu kepada Rindu yang langsung menerimanya.

Perasaan gadis berambut panjang itu mendadak tidak enak, biasanya ketika tanggal-tanggal seperti ini ayahnya selalu mentransfer uang ke rekeningnya.

"Hallo Yah?" Rindu mendekatkan ponsel ke telinganya setelah ia berhasil menghubungi nomor ayahnya. Ia sudah berada di luar toko buku.

"Kenapa ayah belum mentransfer uang Rindu? Hari ini kan jadwal Rindu dapet uang jajan." Rindu mendengus kesal karena sendari pagi, harinya sudah buruk dan sekarang malah semakin memburuk.

"Lho kok ayah tega sih! Meksipun Rindu udah nikah, ayah seharusnya tetep ngasih uang jajan ke Rindu!" Gadis itu tidak terima ketika Candra mengatakan bahwa dirinya sudah tidak berhak lagi untuk menerima uang saku dari pria paruh baya itu. Candra juga menambahkan bahwa orang yang bertanggung jawab atas dirinya sekarang adalah Melvin.

"Ayah? Hallo?" Rindu menatap layar handphonenya ketika tiba-tiba Candra malah mematikan sambungan sepihak.

"Kenapa semua ini terjadi sama gue!" geram gadis itu menghentakkan kakinya sangat kesal. Ia tidak peduli dengan orang-orang yang melihatnya dengan tatapan aneh. Masa bodoh dengan mereka, ia lebih mementingkan uang sakunya yang secara nyata sudah hilang. Bagaimana bisa ia hidup tanpa uang?

"Mbk, bagaimana bukunya? Jadi dibeli?" Rindu menoleh ke belakang menatap penjaga toko yang sudah berada diambang pintu.

"Boleh ngutang gak?" tanya Rindu dengan polosnya. Meksipun ia tidak memiliki uang, tapi ia ingin sekali membeli novel itu.

"Wah! Kalo itu gak bisa Mbk!"

***

Melvin yang sedang menikmati makan malamnya merasa aneh dan tidak nyaman dengan tatapan Rindu yang sepertinya sudah terjadi sesuatu yang membuat istrinya kesal, atau mungkin karena dirinya. Tapi karena apa?

"Kenapa?" Melvin meraih segelas air lalu meneguknya. Ia menatap Rindu menunggu jawaban dari pertanyaannya barusan.

"Om Melvin tanya kenapa?" Pria berwajah datar itu menarik napas panjang mendengar pernyataan Rindu yang masih menyebutnya dengan embel-embel Om. Padahal umurnya tidak terpaut jauh dengan Rindu.

"Om Melvin kan yang bilang ke ayah, supaya uang saku Rindu di hentikan?" Rindu menyandarkan tubuhnya pada kursi. Ia menatap tajam ke arah pria di depannya yang juga menatapnya.

"Gak boleh suuzon, saya sama sekali gak tau tentang uang saku kamu. Pekerjaan saya sudah menumpuk, kenapa juga saya mengurus uang saku kamu yang tidak penting." Pernyataan dari Melvin membuat Rindu bertambah kesal. Ia secara spontan melempar tisu yang berada diatas meja ke arah suaminya.

"Memang benar kan?" Karena Melvin berada dalam perasaan yang baik, ia tidak masalah dengan perlakuan Rindu kepadanya. Dirinya malah ingin tertawa karena menurutnya istrinya itu sungguh lucu dan menggemaskan ketika sedang marah.

"Terus kalo bukan Om Melvin, terus siapa? Atau jangan-jangan, Bunda?" Rindu mencomot sosis yang berada di piring lalu memakannya tanpa sadar jika kelakuannya membuat Melvin tersenyum lebar.

"Om Melvin senyum?" Rindu yang masih mengunyah sosis menatap bingung sekaligus aneh melihat suaminya yang tersenyum. Entah kenapa Rindu terpukau akan senyuman yang berada di wajah datar suaminya itu.

"Karena kamu sudah menjadi istri saya, mulai hari ini saya yang akan bertanggung jawab akan uang saku kamu." Melvin buru-buru menetralkan wajahnya seperti semula. Kenapa bisa ia melakukan kebodohan dengan tersenyum lebar kepada Rindu. Ia merasa canggung jika seperti ini.

"Beneran? Om Melvin gak bohong kan?" Rindu beranjak dari duduknya sembari kedua tangannya memukul meja makan saking terkejutnya dengan pernyataan suaminya.

Rindu menerbitkan senyuman lebar ketika Melvin mengangguk menjawab pertanyaannya. Ia buru-buru beranjak dari tempatnya dan langsung memeluk erat tubuh Melvin yang tentunya kaget akan perlakuan tiba-tiba istrinya, "makasih Om Melvin! Makasih!"

Melvin yang sempat kaget, akhirnya membalas pelukan itu. Entah Rindu sadar atau tidak, yang jelas perlakuan gadis itu membuat hati Melvin menghangat. Atau lebih tepatnya, ini adalah pelukan pertama kalinya dengan perempuan selain mamanya.

"Rindu kira Om Melvin pelit! Ternyata baik juga ya! Makasih!" Rindu melepaskan pelukannya lalu sebelum ia pergi meninggalkan Melvin. Ia secara cepat mencium telapak tangan suaminya sembari tersenyum, "sekali lagi makasih Om Melvin kaku!" serunya yang terakhir kali.

Melvin diam, lebih tepatnya ia membeku akan tingkah Rindu yang sudah membuat hatinya berdetak kencang. Perlahan bibirnya terangkat membentuk bulan sabit sempurna, seumur hidupnya ia tidak merasakan sebahagia ini.

Dering ponsel membuat Melvin kembali sadar akan lamunannya. Ia buru-buru mengangkat panggilan yang ternyata dari Sarah.

🏫


Insaallah bakalan update setiap hari

Menyapa Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang