Tidak perlu terlalu kesal akan sesuatu hal, karena kekesalan itu suatu hari akan menjadi kenangan yang berharga.
-Menyapa Rindu-
Rindu meneguk air minumnya dengan tergesa-gesa. Bukan karena ia sedang buru-buru, hanya saja ia memang kehausan karena hampir saja tadi dirinya telat masuk ke sekolah. Ini semua karena Melvin yang terlalu takut jika pernikahan mereka ketahuan.
Beberapa waktu yang lalu ia berangkat ke sekolah bersama Melvin yang kedua kalinya dan mungkin akan menjadi terakhirnya. Karena Rindu tidak suka dengan cara suaminya membawa kendaraan.
"Pak Melvin cepetan dong jalannya!" Rindu menarik napasnya menatap tidak percaya dengan apa yang dilakukan Melvin. Suaminya itu begitu pelan mengendarai mobil meksipun ia tau jika saat ini mereka berdua di kejar waktu.
"Meksipun kita tergesa-gesa, kita harus menaati peraturan lalu lintas, saya tidak mau terjadi sesuatu yang buruk." Penjelasan dari Melvin membuat Rindu mengacak rambutnya frustasi. Rasanya ia lari saja ke sekolah kalo keadaannya seperti ini.
"Ini bukan soal patuh akan lalu lintas Om! Ini tentang seorang guru yang telat pergi ke sekolah, ketimbang murid-muridnya! Katanya tadi ada rapat?" Melvin menoleh ke arah istrinya, ia baru ingat jika dirinya ada rapat.
"Kenapa kamu gak bilang dari tadi kalo saya ada rapat?" Melvin segera melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia sekilas melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan waktu dimana ia harus segera menghadiri rapat mendadak.
Rindu mendengus dingin mendengar pernyataan Melvin, "emangnya ada rapat beneran ya? Om Melvin gak bohong?"
"Rapat tentang apa? Kok sebelumnya gak ada pemberitahuan atau kabar." tanya Rindu setelah Melvin mengangguk.
"Tentang kelulusan." Rindu hanya mengangguk paham. Dirinya merasa sedih ketika ia kembali mengingat mimpi-mimpinya yang ingin sekali melanjutkan ke perguruan tinggi setelah lulus SMA. Tapi apa boleh buat? Sepertinya ia tidak bisa mewujudkan itu. Mimpinya sekali lagi harus terkubur karena keadaan.
"Ngelamunin apa sih?" Rindu terlonjak kaget ketika pundaknya di pukul pelan oleh Amanda yang saat ini sudah duduk di atas meja.
"Gak, gak ada." Rindu memasukkan kembali botol minumnya.
"Tumben banget lo telat? Biasanya juga gak pernah kayak gitu!" Zahra menyipitkan matanya sembari duduk di salah satu kursi kosong. Saat ini mereka sudah berada di dalam kelas, sedang menunggu guru yang akan mengajar.
"Gue gak telat ya! Kalo gue telat, gue sekarang udah ada di lapangan!" Rindu tidak terima dengan perkataan Zahra. Ia tidak telat, hanya saja ia masuk di waktu yang mepet.
"Sama aja kali."
"Udah jangan berantem, kalian udah kayak anak kecil tau, pagi-pagi udah musuhan." Amanda mencoba menengahi kedua temannya yang memang memiliki sifat keras kepala diatas rata-rata.
"Tau tuh! Kayak tikus sama kucing aja!" seru Putri yang sendari tadi duduk di samping Rindu. Ia tidak terlalu memperhatikan teman-temannya karena saat ini ia sedang fokus menyalin tugas yang tidak sempat ia kerjakan.
"Lo fokus amat sih Put! Santai aja kali!" Putri mendengus kesal ketika tangan kanannya di dorong oleh Rindu.
"Gak usah cari gara-gara ya! Emangnya lo udah selesai tugasnya?" Putri mengalihkan pandangan menatap tajam ke arah teman sebangkunya.
"Ya... Belum lha!" Rindu menyandarkan tubuhnya pada kursi lalu menatap satu persatu teman-temannya, "gak usah dikerjain tugasnya, lagian nanti kelas kita jam kosong."
"Gak usah tebar omong kosong deh," seru Zahra melirik Rindu.
"Gue gak omong kosong, emang beneran gak ada guru! Hari ini, semua guru itu rapat." Amanda dan yang lainnya menautkan kedua alisnya tidak percaya.
"Lo tau dari mana?" tanya Amanda pada akhirnya.
Rindu yang mendapatkan pertanyaan itu langsung terdiam mencoba berpikir alasan yang pas, agar teman-temannya tidak curiga, "gue dapet dari anak OSIS, waktu gue telat tadi mereka bilang ke gue."
"Ya elah! Kok lo gak ngomong dari tadi sih? Percuma deh, gue nulis banyak sampai tangan gue keriting." Putri memanyunkan bibirnya membuat Zahra langsung mendorong kepalanya pelan.
"Gak ada yang percuma! Besok-besok juga tugasnya di kumpulin." Rindu mencoba menghibur Putri, sementara tangannya menutup dan membereskan buku-buku di atas meja.
"Kita ke perpus yuk? Gue bosen di kelas." Rindu dan yang lainnya mengangguk menyetujui usulan Amanda.
***
"Perpustakaannya lumayan rame ya? Gak kayak biasanya," terang Putri setelah ia memasuki ruangan yang memiliki banyak rak buku. Ia berjalan beriringan dengan Rindu yang baru saja melepas sepatunya.
"Namanya juga lagi jamkos, pastinya banyak anak kesini. Lebih rame di kantin." Putri mengangguk mendengar pernyataan Rindu.
"Kenapa juga, tadi kita gak ke kantin aja ya? Mendadak perut gue laper." Amanda seketika diam ketika mendapati lirikan mata dari teman-temannya. Tentu saja mereka kesal, karena yang mengajak ke perpustakaan adalah dia dan sekarang ia ingin pergi ke kantin.
"Eh ada Aldo!" Amanda menujuk seseorang yang sedang membaca buku di pojok perpustakaan.
"Giliran yang ganteng langsung semangat empat lima," cibir Zahra yang melangkah pergi menuju sisi rak buku bagian ilmu kesehatan.
***
Rindu yang asik membaca komik merasa terganggu dengan seseorang yang duduk di depannya. Ia tau siapa, tapi ia pura-pura tidak tau.
"Lo masih marah ya?" Rindu membalik halaman komiknya tanpa melirik orang yang sedang mengajaknya bicara.
"Gak usah marah gitu kali, emang lo cerewet kan?" Gadis berambut panjang itu menutup komiknya lalu menatap tajam ke arah Aldo sendari tadi menatapnya, sementara di tangannya sudah ada sebuah buku tebal.
"Lo bisa pergi dari sini gak? Jangan ganggu gue." Rindu menarik napasnya panjang, ia tidak ingin merusak harinya.
"Gue bakalan pergi, kalo lo maafin gue." Aldo mengulurkan tangannya ke arah Rindu yang mengalihkan pandangan jengah.
Sementara di sisi lain, Amanda dan Zahra sedang mengintip aktivitas mereka dari salah satu rak buku.
"Kita ke sana yuk?" Amanda langsung menggeleng mendengar ajakan Zahra.
"Kita udah kayak penagih hutang tau." Amanda menatap sekilas Zahra agar gadis itu tetap diam dan memperhatikan Rindu.
"Gue maafin Al! Udah sana pergi!" Rindu mulai kesal dengan tingkah Aldo, "lo lama-lama kayak dia tau! Sama-sama nyebelin!"
"Dia siapa?" Aldo menaikkan sebelah alisnya, sementara tangannya ia tarik kembali. Rasa ingin menggoda Rindu kembali muncul.
"Tuh kan mulai lagi!"
"Mulai lagi gimana? Emang gue gak tau kan?" Rindu ingin sekali memukul wajah Aldo dengan komik yang berada ditangannya.
"Udahlah Al! Gue lagi gak mau bercanda," Rindu mencoba menenangkan dirinya agar tidak terbawa suasana.
"Gue gak la..." Suara buku terjatuh membuat Aldo menghentikan suaranya, ia membalikkan badan menatap ketiga gadis yang tak jauh dari dirinya sedang membereskan buku-buku yang jatuh dari rak.
Amanda mencoba mengambil buku yang jatuh tersenyum cengengesan ke arah Rindu yang memutar bola matanya malas. Zahra mendorong tubuh Putri pelan karena gadis itu membuat dirinya dan Amanda ketahuan mengintip aktivitas Rindu dan Aldo, ditambah karena Putri juga mereka harus membereskan buku-buku yang jauh.
"Lo punya mata gak sih? Dari kita kenal sampai sekarang, lo selalu jadi biang kerok!"
Putri yang sedang menata buku menatap Zahra yang terlihat kesal, "maaf, habisnya kalian gak jawab pertanyaan gue, dan tiba-tiba tadi gue kesenggol."
"Karena lo, kita gak bisa liat Aldo dan Rindu mesra-mesraan!"
🏫
KAMU SEDANG MEMBACA
Menyapa Rindu
Roman pour AdolescentsSesuatu yang di bangun dari keterpaksaan akan berakhir tidak menyenangkan. Begitupun dengan perjodohan yang tiba-tiba berada di depan mata Rindu Aisya Fitri. Di umur yang masih semangat mengejar mimpi, harus terkalahkan oleh permintaan kedua orang t...