Tidak ada yang lebih aku inginkan, melebihi segera berpisah dan tidak memiliki ikatan apapun dengan mu.
-Menyapa Rindu-
Rindu memeluk Nada erat ketika ia mengetahui siapa orang yang sudah datang ke apartemennya. Tadi, Rindu sempat tidak ingin membuka pintu karena takut yang datang adalah teman Melvin atau yang lebih parahnya teman sesama guru. Bisa mati berdiri jika Rindu kepergok berada di tempat yang menurut kebanyakan orang tidak masuk akal.
"Kenapa Bunda gak bilang kalo mau kesini?" Rindu menutup pintu kembali setelah ibu mertuanya masuk.
"Namanya juga mau kasih kejutan." Rindu tersenyum lembut ke arah Annisa yang sudah duduk di sofa berdampingan dengan Bundanya.
"Lagian, kenapa buka pintunya lama banget? Kayak gak punya kuping aja!" Rindu yang baru saja duduk di sofa singel menatap Nada yang terlihat kesal.
"Rindu lagi tidur Bun, capek banget tadi di sekolah." Bohong Rindu. Mana mungkin juga ia mengatakan yang sebenarnya jika tadi ia sibuk menghayal sesuatu yang menjijikkan, bisa-bisa kedua wanita paruh baya di depannya mengejeknya habis-habisan.
"Suami kamu belum pulang Rin?" Rindu langsung menggeleng pelan membalas pertanyaan Annisa. Kenapa juga Mamanya itu tidak menyebut Melvin dengan namanya saja, kenapa harus dengan panggilan suami? Rindu kan jadi kesal sendiri mengingat hal bodoh yang beberapa menit lalu ia lakukan secara tidak sengaja karena terlalu menghayati membaca novel tentang dosen yang di jodohkan dengan mahasiswanya.
"Kamu gak punya inisiatif buatin Mama kamu teh gitu? Udah nikah kok masih aja kayak anak kecil." Rindu menatap tidak suka dengan Bundanya. Memang ia masih kecil kan untuk menjalani pernikahan paksa ini?
Rindu beranjak dari duduknya, memilih tidak membalas pernyataan Bundanya.
"Gak perlu Rin, Bunda kamu cuma mau goda kamu aja!" Rindu akhirnya duduk kembali setelah Annisa menarik tangannya.
"Kami datang kesini cuma mau liat keadaan kalian aja," Rindu hanya diam, ia tidak berselera membalas pernyataan Annisa, "kami juga punya sesuatu buat kamu, kami beli ini sebelum kesini."
Rindu menerima beberapa Tote bag dari Nada yang sedari tadi tersenyum senang, membuat Rindu merasa bahagia meksipun masih tersisa sedikit kekesalan.
"Gamis?" Rindu menarik gamis berwarna hitam dari Tote bag, ia menautkan kedua alisnya tidak mengerti kenapa Nada dan Annisa membelikannya.
"Jilbab?" Rindu benar-benar tidak mengerti ketika ia menyadari jika semua isi dari bingkisan yang mereka bawa adalah gamis dan jilbab berbagai warna.
"Kami beliin ini karena kamu kemarin beli jilbab, kami pikir kalo kamu sedang belajar menutup aurat." Nada beranjak dari duduknya lalu meraih jilbab pashmina berwarna merah marun.
"Kamu terlihat cantik sayang," puji Nada setelah ia memakaikan jilbab kepada Rindu yang diam tidak menolak.
"Dari mana kalian tau kalo kemarin Rindu beli jilbab?" Gadis berambut pendek itu diam karena ia masih bingung dengan mereka yang bisa tau akan dirinya yang membeli jilbab.
"Dari Melvin, dia selalu kasih kabar soal kamu. Ayah sendiri yang menyuruh Melvin agar terus memberi kabar setelah kalian menikah." Penjelasan dari Nada membuat Rindu membeku di tempat, bukan karena Melvin tidak memberitahu dirinya akan perintah ayahnya. Hanya saja, Rindu mengingat kejadian waktu lalu ketika ia menampar wajah Melvin. Ia takut jika kedua orang tuanya tau akan perbuatannya. Bisa mati kutu jika mereka tau.
"Melvin bilang apa aja soal Rindu?" tanyanya setelah ia mencoba mengendalikan dirinya.
"Kok panggil Melvin sih?" Nada menepuk pundak Rindu pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menyapa Rindu
Novela JuvenilSesuatu yang di bangun dari keterpaksaan akan berakhir tidak menyenangkan. Begitupun dengan perjodohan yang tiba-tiba berada di depan mata Rindu Aisya Fitri. Di umur yang masih semangat mengejar mimpi, harus terkalahkan oleh permintaan kedua orang t...