Bahagia tidak berasal dari orang lain, tapi kebahagiaan yang sebenarnya datang dari diri sendiri jika kita mau menyadari.
-Menyapa Rindu-
Sudah beberapa hari ini setelah kematian Nada, Rindu masih enggan untuk pergi dari rumah kedua orang tuanya dari pada ikut bersama Melvin ke apartemen. Jika alasan kenapa Rindu masih berada di rumahnya, ia selalu berkata bahwa dirinya tidak ingin berada jauh dengan sang Ayah.
Hari ini setelah sekian lama, Annisa dan juga suaminya memutuskan untuk berkunjung menjenguk menantunya sekaligus putra mereka yang karena Rindu, juga harus tinggal di rumah ini. Anehnya, Rindu sama sekali tidak mempermasalahkan Melvin yang tidur bersama dirinya di kamar lamanya.
"Ayah hari ini mau makan apa? Biar Rindu siapin bareng mbk Ti." Semenjak kematian Nada, Rindu dan Candra memutuskan untuk mempekerjakan seorang pembantu untuk membersihkan rumah dan juga memasak.
"Terserah kamu aja," gumam Candra yang kali ini sedang membaca koran di hari libur sembari menunggu tamu yang segera akan datang.
Rindu mengangguk sembari meletakkan secangkir kopi di depan meja Candra lalu meletakkan kopi terakhir di meja kosong, "mas Melvin cepetan kesini! Kopinya keburu dingin!" Panggilnya dengan suara cukup keras agar suaminya yang berada di lantai dua mendengarnya.
"Ini masih pagi Rindu, kamu itu anak perempuan satu-satunya. Jangan kayak Tarsan." Candra melirik sekilas Rindu yang sudah menganggu aktivitas paginya membaca koran. Ia mencoba serius tapi putrinya itu malah berteriak seperti orang kerasukan.
"Maaf Yah," serunya sembari melangkah pergi menuju dapur.
"Dari mana aja sih? Kopinya tuh, keburu dingin kayak kamu!" Rindu yang akan masuk dapur menatap Melvin yang baru saja menuruni tangga terakhir, pria itu dengan entengnya berjalan santai tanpa memperdulikan omelannya.
"Jangan teriak-teriak, nanti tenggorokannya sakit." Rindu semakin kesal ketika suaminya itu mengacak rambutnya yang tertutup jilbab instan. Meksipun begitu, ia memilih tidak membalas dan melanjutkan langkahnya untuk pergi ke dapur.
Banyak perubahan setelah kepergian Nada, Melvin dan Rindu terlihat seperti teman akrab tanpa adanya pertengkaran seperti sebelumnya. Mereka saat ini jauh lebih bisa mengerti perasaan satu sama lain. Mereka sudah lebih dewasa setelah musibah itu datang.
"Kedua orang tua kamu, kapan kesini Melvin?" Candra meletakkan koran lalu meraih secangkir kopi yang putrinya buat untuk dirinya.
"Palingan se..."
"Assalamualaikum." Candra dan Melvin menoleh ke arah pintu yang perlahan terbuka dan menampakkan sepasang suami istri yang meksipun sudah berumur, tapi masih tetap segar bugar.
"Waallaikumsalam," jawab kedua lelaki itu hampir bersamaan.
Setelah mereka bertegur sapa, akhirnya Annisa memutuskan untuk membantu Rindu untuk mempersiapkan sarapan. Sementara ketiga lelaki itu sibuk bergosip entah itu soal saham yang sedang naik atau tentang sebuah kecelakaan yang terjadi beberapa waktu lalu. Mereka sibuk masing-masing mencoba melupakan bahwa beberapa hari lalu mereka kehilangan orang yang mereka cintai. Mereka menyimpan luka di hati masing-masing tanpa mau menunjukkannya.
Sarapan akhirnya dimulai, banyak sekali warna setelah beberapa hari lalu wajah bahagia itu lenyap. Meja makan kali ini benar-benar ramai akan banyaknya obrolan.
"Jadi kalian udah memutuskan mau bagaimana?" Annisa menoel lengan Rindu yang sudah menghabiskan sarapannya.
"Alhamdulillah udah," gumamnya sembari meraih segelas air di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menyapa Rindu
Teen FictionSesuatu yang di bangun dari keterpaksaan akan berakhir tidak menyenangkan. Begitupun dengan perjodohan yang tiba-tiba berada di depan mata Rindu Aisya Fitri. Di umur yang masih semangat mengejar mimpi, harus terkalahkan oleh permintaan kedua orang t...