Bab 29 | Kaget

38 7 4
                                        

Beranilah bermimpi meksipun banyak orang meragukan. Mimpi mu untuk dirimu sendiri, bukan orang lain.

-Menyapa Rindu-

Sekali lagi Rindu tidak berselera untuk berbicara atau bahkan menimpali perkataan teman-temannya. Sudah beberapa hari ini perasaannya tidak menentu atau lebih tepatnya suasana hatinya buruk.

"Ada masalah Rin?" Amanda menepuk pundak Rindu yang ia lihat sendari tadi melamun dan tidak menggubris teman-temannya.

Zahra dan Putri yang tertawa karena pembahasan mereka langsung menghentikan aktivitasnya lalu menatap heran Rindu.

"Gak, gue baik-baik aja." Meksipun Rindu mengatakan hal seperti itu, tetap saja Amanda tidak langsung mempercayainya.

"Yakin Rin? Atau lo sakit?" Putri menyentuh kening Rindu yang tidak panas, gadis di sampingnya tidak sakit.

"Gue yakin, gue gak apa-apa." Rindu meletakkan kepalanya di atas meja menatap satu persatu teman-temannya.

"Lo patah hati?" Pertanyaan dari Zahra membuat Rindu mendengus kesal. Mana mungkin dirinya patah hati hanya karena Melvin bersama Sarah, ia tidak punya urusan dengan suaminya itu. Masa bodo jika Melvin memiliki hubungan dengan Sarah atau bahkan menikah.

"Iya Rin, lo patah hati? Ini semua karena Aldo ya?" Amanda menarik pundak Rindu pelan, sementara gadis itu malah memutar bola matanya malas karena pertanyaan Amanda.

"Atau karena..."

"Pak Melvin!" Teriakkan dari Putri yang memotong perkataan Zahra membuat Rindu terlonjak kaget. Bukan karena Melvin sudah masuk ke dalam kelas, tapi ia kaget kerena kenapa bisa Putri mengetahui bahwa Melvin adalah biang masalahnya. Karena pikirannya kacau, ia jadi salah paham.

"Semoga ulangan harian gue gak jeblok."Putri dan Zahra mengangguk mengamini pernyataan Amanda, sementara Rindu hanya mendengus kesal tidak selera menatap suaminya yang sudah berada di depan.

Setelah berdoa dan sesi absen selesai. Melvin segera membagikan lembaran ulangan kepada anak didiknya, "di kertas kalian sudah saya tulis peringkat yang kalian dapatkan, jadi saya tidak perlu memberitahu ulang siapa anak yang masuk ke dalam 10 besar nilai terbaik."

Rindu menatap Melvin dan kertas ulangannya bergantian. Ia tidak bisa berkata-kata lagi setelah ia mengetahui nilai dan peringkat yang ia dapat.

"Syukur deh, masih 20 besar. Lo berapa Rin?" Amanda menarik pundak Rindu pelan dari belakang.

"Lo jeblok ya Rin?" Putri yang lumayan puas akan nilainya mengalihkan pandangan menatap Rindu.

Karena Rindu tidak kunjung menjawab, akhirnya Zahra yang heran akan ekspresi sahabatnya langsung meraih kertas ulangan paksa, "berapa sih nilainya? Kok lo sampai bengong gitu."

Zahra membulatkan matanya tidak percaya, "ini yakin kertas ulangan lo Rin?" Kehebohan yang di timbulkan oleh Zahra mengundang perhatian teman-temannya tak terkecuali Melvin yang sedang sibuk dengan leptop-nya.

"Gak usah heboh Ra, emang berapa nilainya si Rindu?" Amanda menatap kesal Zahra yang tidak biasanya bertindak seperti ini.

"Lihat, Rindu dapat peringkat 5 dari atas!" Amanda yang melihat kertas ulangan Rindu membulatkan mata tidak percaya, pasalnya dari keempat temannya hanya Rindu yang lemah akan pembelajaran kimia dan sering mendapatkan nilai paling jelek di antara teman-teman sekelas.

"Lo bohong kan?" Putri yang tidak percaya dengan Amanda dan Zahra langsung merampas kertas ulangan Rindu.

"Lho kok bisa?" Putri sama tidak percayanya membuat Rindu yang sendari tadi diam hanya bisa menatap suaminya, ia ingin mendapatkan penjelasan dari Melvin apakah nilainya itu murni dari hasil kerja kerasnya atau tidak, siapa tau Melvin hanya iseng memberikannya nilai bagus karena Rindu adalah istrinya.

***

Di kantin yang ramai karena jam istirahat baru saja berbunyi. Rindu dan teman-temannya duduk di pojokan kantin sembari menikmati makanan mereka.

"Kalian setelah ini mau rencana ke mana? Kuliah, kerja atau langsung nikah?" Amanda menaik turunkan alisnya menatap satu persatu teman-temannya yang sedang menikmati makanan.

Putri yang baru saja meletakkan sambal pada baksonya mendongak menatap Amanda, "gue rencana mau kuliah aja, soalnya kalo kerja gue orangnya males."

Zahra langsung mendorong kepala Putri pelan, "lo emang kebangetan ya Put, gue heran kenapa bisa gue temenan sama lo." Zahra menggelengkan kepalanya sembari menyantap nasi goreng pesanannya.

"Terserah gue dong, hidup-hidup gue. Emangnya lo setelah ini mau kemana?" Putri mengusap-usap kepalanya sembari menatap kesal Zahra yang duduk di sampingnya.

"Kalo gue mau kuliah ambil jurusan kehutanan," terang Zahra apa adanya tanpa mengalihkan pandangan menatap teman-temannya.

"Lo mau reunian sama saudara lo ya?" Pertanyaan dari Amanda membuat Zahra yang ingin fokus makan langsung mendongak tidak mengerti.

"Maksudnya Amanda itu, monyet." Putri tersenyum lebar melihat ekspresi Zahra yang cemberut setelah mendengar penjelasannya.

"Kalo gue nih ya, gue mau..."

"Nikah muda!" Sembur Zahra memotong ucapan Amanda yang akan menceritakan mimpinya.

"Enak aja! Gue gak mau nikah muda ya!" Terang Amanda tidak suka.

"Yakin? Lo biasanya aja ngomongin cowok mulu," sindir Zahra secara terang-terangan tanpa memperdulikan raut wajah Amanda yang memerah.

"Meksipun gue ngomongin cowok mulu, tapi gue gak masuk dalam jajaran cewek yang pengen nikah muda," Amanda menarik napas dalam mencoba meredam amarahnya. Ia tidak ingin merusak makannya hanya karena omongan Zahra, "benar gak Rin?"

Spontan Rindu tersedak mendengar pertanyaan Amanda yang tiba-tiba, ia sendari tadi diam mencoba tidak memperdulikan pembicaraan teman-temannya karena dirinya tidak ingin perasannya bertambah berantakan dan sekarang Amanda malah melibatkannya.

"Lo kenapa Rin?" Amanda buru-buru menyodorkan minuman kepada teman yang duduk di sampingnya.

"Gue gak apa-apa," gumam Rindu setelah ia minum. Tanpa menatap teman-temannya ia kembali melanjutkan menyantap soto yang Rindu pesan.

"Kalo lo, rencana mau kemana Rin?" Zahra yang baru saja minum menatap ke arah Rindu yang tidak biasanya diam, biasanya gadis itu beradu mulut dengan Amanda. Tapi akhir-akhir ini Rindu terasa aneh dan tertutup.

"Iya Rin, katanya lo mau ambil sastra? Kalo boleh tau, sastra apa? Indo? Inggris? Atau Jepang?" Putri menaik turunkan alisnya ketika Rindu mendongak menatapnya.

"Gue gak tau," terangnya apa adanya karena memang ia masih bingung dengan jalan ceritanya di masa depan. Apalagi saat ini dirinya sudah menikah.

"Masih belum di restui bunda lo ya?" tanya Amanda hati-hati. Pasalnya bunda Rindu memang tidak menginginkan Rindu untuk mengambil sastra.

"Iya gitu lha, gue gak mau bahas." Rindu menarik napasnya panjang. Banyak sekali halangan untuk dirinya meraih mimpi, belum dapatkan restu dari bundanya, ia malah terikat dengan seseorang yang tidak ia suka dan lebih parahnya lagi, dirinya harus menerima kenyataan bahwa bundanya sakit. Banyak sekali kejutan yang ia terima di tahun ini.

🏫

Menyapa Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang