"Gue mau pulang, mau istirahat, mau tidur, karena mimpi gue lebih menyenangkan dari pada hidup yang gue jalani sekarang."
🍩🍩🍩
Pada akhirnya, Upi ikut juga ke pesta ulang tahun Alia, siswi satu kelasnya. Semua siswa SMA Garuda diundang, tidak ada satupun terlewatkan kecuali Upi. Iya, hanya dia sendiri. Entah apa salah Upi, setahunya dia tidak pernah membuat kesalahan kepada Alia. Malahan Upi yang selalu berbaik hati menggantikan cewek itu tugas piket kelas akibat stamina Alia yang buruk, hanya tergores sedikit saja Alia akan merasa satu jarinya bagaikan terpotong. Berdiri sebentar langsung kesemutan. Apalagi dijemur di lapangan, bisa-bisa langsung masuk rumah sakit.
Tapi .... Ucapan Alia terakhir menyadarkan Upi kenapa ia tidak diundang juga seperti siswa lainnya.
"Gue gak mau kalo pesta ulang tahun gue nanti kacau. Intinya nih ya, orang-orang yang gue undang harus dari kelas elit, kalaupun gak kaya, setidaknya punya tampang."
Baiklah, Upi sadar diri, dia tidak termasuk ke dalam kategori keduanya. Harta? Bahkan ongkosnya ke sekolah saja terkadang kurang. Tampang? Alasan kedua ini lebih baik Upi memilih diam.
"Gue gak nyaman gak, mending gue gak usah ikut masuk, yah?" untuk kesekian kalinya Upi menurunkan rok merah menyala terlalu pendek itu. Dia pikir sangat tidak sesuai untuk tubuhnya yang gemuk. Lemak itu jadi terumbar, membuat Upi merasa risih ketika dia menjadi pusat perhatian orang-orang.
Tangan Aga merangkul lengan Upi yang besar, mensejajarkan langkah mereka. "Ngapain ikut kalo gak masuk?"
"Makanya gue bilang, Lo ke pesta bareng Radit dan Shena aja!"
"Lo mau gue jadi obat nyamuk kedua bucin itu?"
Decakan kecil menggema. "Jadi, Lo ajak gue biar Lo gak merasa sendiri gitu?"
"Bukan gitu maksud gue, Pi! Lo selalu negatif thinking mulu sama gue."
Lima kali Upi menolak, sepuluh kali Aga memaksa cewek itu untuk ikut ke pesta. Rela membelikan gaun pesta dan menyuruh Upi untuk segera mengenakannya. Bahkan, Aga juga bersikekeh agar Nur mau membujuk Upi menerima tawarannya.
Pertama memasuki hotel bintang lima yang telah disewa orang tua Alia untuk pesta ulang tahun anak mereka, Upi sudah memiliki firasat buruk. Tidak menutup kemungkinan dia akan dipermalukan, ditambah lagi dia bukan tamu yang diundang.
Bayangan-bayangan ketika Anggun dan yang lainnya menyuruh Upi naik meja untuk memasang jam dinding di kelas mereka masih teringat jelas. Kala itu, sebelum Upi selesai menyangkutkan jam pada paku yang menancap di dinding, mereka menggoyangkan meja secara beramai-ramai, sekitar lima orang saat itu, hingga pada akhirnya meja tersebut roboh, berakhir Upi ikut terjatuh dengan tubuh gembulnya. Satu kejadian sial lainnya, jam dinding tersebut malah mendarat keras di batok kepala Upi. Denyut sakit di kelapa dan di hatinya bercampur aduk menjadi satu. Tidak ada raut wajah kesakitan di wajah Upi. Ketika yang lain tertawa, dia justru memaksa tersenyum, pura-pura bodoh dengan menganggap jika teman-temannya hanya sekedar bercanda.
Sakit memang, tapi dia harus pura-pura kuat biar tidak direndahkan secara berlebihan. Jika dia menangis, pasti orang-orang akan semakin suka menjahilinya.
Untuk kesekian kalinya Upi menarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan.
"Gue bakalan selalu ada buat Lo. Gak ada yang boleh nyakitin Lo lagi. Gue bakal jagain Lo," ungkap Aga meyakinkan Upi.
Pandangan Upi menjelajah, diperhatikannya setiap interior mewah yang membuat sepasang matanya berbinar. Upi tidak pernah melihat ada pesta semewah ini, mulai dari gaun orang-orang, kue ulang tahun yang memuncak seperti gunung hingga lima tingkat, belum lagi ada banyak makanan berjejer rapi sepanjang meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Manusia Berisik✅
Teen FictionKita hidup di mana harus memilih antara mendengarkan manusia berisik atau mengabaikan mereka. Start: February Ranking: #1 in Lucu #2 in Cinta #3 in Sad #3 in Fiksi Remaja