Chapter 25

949 106 9
                                    


Panasnya mentari di siang hari telah
digantikan oleh langit yang memancarkan cahaya kuning keperakan. Sudah lewat jam 6 sore, tetapi Upi masih bertahan di belakang sekolah, meratapi genangan air kolam yang tenang. Tidak ada siswa di kelas maupun di koridor, hanya Upi sendiri menunggu malam tiba.

Dia menghembuskan napas cukup panjang. Entah sudah berapa kali suara keroncong perutnya berbunyi, namun lagi-lagi dia abaikan.

Upi tidak lupa pesan Nur tadi pagi agar Upi cepat pulang untuk membantu Nur menyiapkan menu makan malam. Justru, pesan tersebut yang membuat Upi memilih berdiam diri di sini. Jujur, Upi belum bisa menerima keluarga baru dalam hidupnya.

Kepala Upi menoleh cepat kala mendengar suara aneh dari arah belakang, sebelum di detik selanjutnya percikan air tiba-tiba mengenai wajah Upi. Merasa ada sesuatu yang mengintai, Upi mempertajam penglihatannya. Pandangannya sorot memperhatikan genangan air yang kini kembali tenang. Tak ada siapapun, lantas dari mana asal percikan air tadi?

Dengan tangan gemetar Upi menyeka bulir air yang membasahi wajahnya. Malam telah menyapa, suasana horor tiba-tiba terasa. Perlahan Upi bangkit dari tempat duduknya yang nyaman. Menggapai tas rancel yang tidak jauh dari tepian kolam renang.

Kening Upi berkerut samar. Mengucek sepasang matanya, memastikan jika dia tidak salah lihat ketika rancel warna abu polos itu bergeser dengan sendirinya.

"Tenang Upi, Lo cuma berhalusinasi!" Monolog Upi sambil menampar-nampar kedua pipi secara bergantian.

"Aish, nih tangan, ngapain Lo gemetar? Nggak ada hantu di dunia ini, dodol." Upi memukul kasar tangan kanannya sebelum ia kembali beraksi meraih rancel tersebut.

Dan lagi, rancel itu bergerak sendiri, semakin dekat dengan kolam.

Menghembuskan napas cukup panjang, berusaha menetralisir kan detak jantungnya yang berdetak tidak karuan, kali ini Upi benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa takutnya. Malam yang mencekam perlahan merenggut keberanian Upi.

Pandangan Upi menjelajah. Mulai dari ujung tribun hingga kepalanya mendongak ke atas langit, langit yang perlahan menurunkan rintik gerimis.

Dengan cekatan Upi meraih kembali rancel tersebut, dan untuk kesekian kalinya bergeser dengan sendirinya. Merasa jengkel, Upi mengejar berusaha mendapatkan rancel itu hingga Upi tidak sadar sepasang kakinya terpeleset di tepian kolam.

Jantung Upi berhenti berdetak kurang dari satu detik. Andai tangan kekar yang saat ini sedang merangkul pinggul Upi tidak bergerak cepat, tentu tubuh Upi sudah tenggelam di dalam kolam yang cukup dalam.

Mata Upi tidak berkedip barang sekali. Netranya terus menatap sosok cowok pemilik senyum lebar. Rambut coklatnya rapi, begitu liar ketika dihembuskan angin. Ada bekas luka memanjang di wajahnya, berdekatan dengan area mata. Sedangkan rahangnya keras, terkesan bad boy, namun terdapat lesung pipi kecil di pipi kiri.

Cukup lama mereka terdiam, hingga ketika Upi mulai sadar, salah satu tangannya ia pergunakan untuk menepuk dada bidang cowok itu demi menyadarkannya bahwa Upi ingin segera dilepas.

"Ah iya, maaf!" Ujar cowok itu, melepaskan tangannya yang melingkar di pinggang Upi lalu beralih mengambil tas Upi. Sial! Rancel tersebut terlanjur basah akibat Upi gagal meraihnya sebelum tercebur di dalam kolam.

"Ada hantu di sini!"

Saat ini Upi tidak peduli isi tasnya yang basah, perhatiannya terus menyapu bersih di sekeliling.

Kening cowok itu berkerut jelas, ikut bergabung dengan Upi memperhatikan di sekeliling. Namun, dia tidak menemukan sosok yang Upi maksud.

"Ada hantu di sini, kita harus segera pergi." Upi benar-benar tidak bisa menyembunyikan raut wajah ketakutannya, kali ini dia merasa seperti berada di film horor atau bahkan zombie---menegangkan.

Manusia Berisik✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang