Chapter 10

1.1K 141 3
                                    


Mengerjap perlahan, meneliti disekitar, hingga semburat jingga timbul malu-malu dari tirai jendela kelas yang terbuka seperempatnya.

Peluh membasahi seragam sekolah Upi. Bekas tumpukan buku menempel halus di pipinya sebelah kanan. Pandangannya menyapu bersih seluruh kelas.

Kosong!

Tak ada siapapun!

Cewek dengan rambut di kuncir dua itu melepaskan kaca mata besar nan bulat yang sedari tadi bertengger halus di atas batang hidungnya. Membersihkan kaca mata minus itu dengan hati-hati menggunakan kain bersih.

Dia menunduk untuk beberapa menit. Menetralisirkan hatinya yang berdenyut sakit.

Ponsel yang tak jauh tergeletak di atas meja berdering, membuyarkan lamunan Upi ketika ucapan Aga terngiang-ngiang begitu saja. Menghantui perasaan Upi, membuat semua firasat buruk tentang Aga semakin mendekati puncaknya.

"Siapa?" tanya Upi pada seseorang diseberang panggilan.

"Ih... Ngeselin banget, sih." Keluh wanita yang menelpon Upi. Dia tidak sedang berbicara dengan Upi, melainkan lagi berdebat dengan Radit---pacarnya.

Menatap layar ponsel, nama pemanggil tertera di sana---Shena Bucin Radit.

"Ada apa, Shen?"

"Udah dibilang gue gak mau pulang! Ngerti gak sih kamu."

"Astaga, beib. Jangan gitu napa? Aku tadi cuma anterin Reina sampe halte doang. Aku cuma kasihan, beib, kakinya lagi sakit habis kecelakaan. Mana keluarganya gak ada yang jemput lagi."

"Terus aku gak lagi sakit juga gitu? Kamu biarin aku nunggu jemputan kamu di sini sampe berjam-jam, nyatanya kamu malah anterin cewek lain. Pacar kamu itu aku apa dia? Hah?"

Helaan napas berat terdengar. Tidak tahan telinga Upi berdengung sakit mendengar pertengkaran dua pasangan itu, Upi memilih mengakhiri panggilan.

Cewek itu beranjak malas. Membuang tumpukan sampah seperti kaleng minuman, kertas yang di gulung, atau bahkan sepah permen karet dari dalam laci-nya. Anggun! Gadis licik serta gadis yang memiliki kepribadian tidak sesuai dengan namanya itu, pasti dialah pelakunya beserta antek-anteknya.

Semua orang benar-benar meninggalkan Upi sendirian di dalam kelas ini. Tidak ada yang berniat membangunankan Upi dari tidur lelapnya. Sekilas, hanya Ali yang terbayang-bayang diingatan Upi. Ketika cowok dengan rambut keriting seperti bulu domba itu memberikan minuman isotonic dan mengingatkan Upi bahwa kelas sudah berakhir. Namun, Upi yang tengah berdamai dengan rasa kantuknya memilih mengabaikan dan melanjutkan tidur.

Benda persegi di atas meja kembali berdering. Kali ini suara nyaring dari speaker handphone tidak berhasil mengejutkan Upi.

"Ada apa sih, Shen? Kalo masih berantem sama pacar Lo setengah alien itu mending jangan telpon gue dulu deh."

"Jemput gue, Pi, gue ditelantarkan sama cowok mesum itu."

Upi menjauhkan ponsel dari daun telinganya ketika mendengar Shena berucap dengan teriakan menggema. Belum lagi isakan tangis, sehingga apa yang ingin dikatakan Shena tidak terdengar jelas.

"Kok bisa? Sang Radit tingkat bucin ninggalin Shena yang alay?"

"Cepat jemput gue, Pi, gue udah kayak orang gila jalan sendirian. Mana sandal gue putus segala lagi. Sial banget hidup gue hari ini. Dokter Andi juga, katanya mau anterin gue pulang, tapi nyatanya cuma PHP in doang."

"Gue jemput Lo pake apaan? Orang juga kalo pulang naik angkot."

"Terserah, Pi, yang penting ada temen gue jalan bareng kayak orang gila. Gue udah malu banget diliatin orang-orang."

Manusia Berisik✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang