Chapter 22

1K 107 10
                                    

Senyum terus merekah di bibir manis Upi. Dia merasa senang akhirnya Agung pulang ke perantauan. Hari-harinya kini tidak dipenuhi baju kotor yang menumpuk lagi, serta, tidak ada lagi bacotan cowok itu tentang Upi yang tidak boleh diet untuk menguruskan badan.

"Enak yah pagi-pagi udah bisa makan bubur kacang ijo!" Sindir Upi saat melihat Aga sudah stand by di atas bangku panjang sambil melahap bubur kacang ijo hangat yang dibuatkan Nur untuknya. Benar-benar dikhususkan untuk Aga.

"Iya dong, Buntal!"

Sambil mengenakan sepatu, atensi Upi tidak teralihkan dari pacarnya itu. Dia geleng kepala melihat Aga begitu lahap menyantap sarapan paginya.

"Cepat dong Ga, kita udah mau telat loh."

"Iya, sayang!"

Bola mata Upi membulat, dia melirik Aga tajam dengan mulut komat-kamit mengerutuki tingkah Aga barusan. Sedangkan yang dilirik hanya menyengir kuda.

Hari ini Aga dan Upi tidak ingin mengendarai si hitam, lagi pula motor butut Aga itu sudah tua, tidak akan sanggup membawa beban seberat Upi. Jadilah kedua sejoli itu naik angkot.

Kedepannya Upi harus meningkatkan kesabaran, Aga yang katanya seorang sultan, hartanya melimpah, ternyata tidak ingin mengeluarkan uang untuk membeli sepeda motor yang baru. Entah dia yang terlalu irit, atau memang kesederhanaannya membawa dia menjadi orang bodoh.

"Aga!" Panggil Upi setengah khawatir.

"Kenapa, Buntal?"

Aga terus melangkahkan kaki memasuki gerbang sekolah, ada Pak Ridwan di sana sambil menatap nyalang.

"Kami nggak telat loh Pak Ridwan. Sekali-kali mau balas dendam!" Ujar Aga, membalas tatapan aneh lelaki tua itu. Seakan mereka punya dendam masing-masing atas kejadian di mana Upi dan Aga dimaafkan Pak Aris meski terlambat datang ke sekolah.

"Sebentar Aga!"

Aga tersentak ketika Upi menarik paksa tangannya. Hingga tubuh cowok itu kini berhadapan dengan Upi.

"Hi-hidung Lo, Ga!"

Cepat-cepat Upi mengambil tissue di dalam tas ranselnya.

Perlahan, ia menyeka darah kental yang mengalir halus dari hidung cowok itu.

"Kenapa hidung Lo berdarah?"

Mendengar penuturan Upi, Aga segera menyeka darah yang tidak hentinya keluar hingga menetes dan mengotori seragam putihnya. Cowok itu menepiskan tangan Upi.

"Nggak papa, mending Lo duluan ke kelas. Gue ke kamar mandi dulu yah. Pasti mimisan gue gara-gara begadang semalam."

"Tapi Ga! Ga, Aga..."

Percuma berteriak, tubuh cowok itu sudah di makan oleh jarak ketika ia memasuki lorong yang akan membawanya menuju toilet.

Tanpa menghilangkan sedikitpun rasa khawatirnya pada Aga, dengan ragu Upi memilih memasuki kelas saat melihat guru sejarah mereka sudah datang.

🍩🍩🍩

Senyum Upi melebar saat melihat Aga melambai-lambai di pintu kelas mereka.

"Siang tuan putrinya Aga. Udah lapar belum?"

Upi tertawa cekikikan, rasa bahagia ketika Aga tidak lagi menutup hubungan mereka kepada orang-orang. Meski resikonya Upi harus menanggung jika banyak siswi SMA Garuda meninggalkan dendam kepada Upi, Menjahili Upi, mencari cara agar hubungan Upi segera berakhir dengan Aga.

Manusia Berisik✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang