Mari kita sama-sama menjadi tempat mengadu! Aku adalah rumahmu, dan kau adalah tempatku untuk pulang!
🍩🍩🍩
Cairan bening membasahi rerumputan yang kering. Napas Upi terengah-engah setelah ia selesai mengeluarkan isi perutnya yang sedari tadi menggeliat akibat mencium aroma jajanan disepanjang festival.
"Maaf! Harusnya gue nggak bawa Lo kesini."
Upi bisa menyaksikan raut kekecewaan terpancar dari wajah Kevin, si cowok pemilik hati yang lembut, sangat lembut, begitu juga dengan tutur katanya.
Tinju Upi mendarat di dada Kevin cukup keras. "Santai aja, gak usah panik gitu, gue nggak papa kok!"
Kevin tersenyum hangat. Dirinya tahu, ketika cewek itu berkata dia baik-baik saja, maka akan kebalikan dari ucapannya.
"Mau pulang atau kita ke rumah sakit dulu?"
"Gak perlu ke rumah sakit segala. Manja banget gue padahal cuma muntah doang."
Cukup lama Upi terdiam. Senyumnya memudar, beralih bibirnya bergetar. "Besok Ibu menikah!" Ujarnya mengalihkan topik dengan nada yang hampir tak terdengar.
"Bang Agung pulang?"
Upi mengangguk singkat. Semakin hari dia semakin dekat dengan Kevin, bahkan semua masalah hidup Upi sudah tercatat dalam memory cowok itu.
"Gue belum siap!"
"Lo pasti bisa. Ada hari di mana Lo harus nerima takdir meski berat untuk diterima. Lo perlu ingat, setiap hari yang Lo jalani selalu ada pelajaran berharga."
Mata teduh Kevin yang Upi suka, serta.... aura wajah yang memancarkan kehangatan. Bagi Upi, dia cowok yang bisa mengajarkan bagaimana bersikap tenang, seperti tenangnya aliran sungai.
"Besok-besok gue mau panggil Lo bapak motivator, deh!" ujarnya diakhiri tawa kecil.
Kevin mengangkat satu sudut bibirnya, cara cowok itu tersenyum sangat sederhana, namun terkesan menawan dan luar biasa. Satu hal lagi yang menarik di dalam diri Kevin adalah dia mudah mengasihani dan menyalurkan cinta.
Kelap kelip lampu jalanan kota menjadi satu sisi yang tak boleh terlewatkan untuk dipandang mata. Saat ini dua sejoli itu menikmati setiap sapuan angin di bukit berdekatan dengan perkebunan teh.
"Sebentar lagi ujian nasional. Berarti gak lama lagi kita bakalan lulus."
Upi melirik Kevin sekilas. Tidak munafik, ketika netra menyaksikan wajah cowok itu dari samping, Upi selalu menemukan alasan mengapa ia harus tetap tersenyum. Ketika hembusan angin menerbangkan helaian rambutnya yang liar, ketika mata teduhnya menatap langit yang mempersilahkan manusia menikmati jutaan cahaya bintang, serta ketika wajah ceria Kevin tidak pernah mengecewakan orang-orang, disitu Upi sadar jika ia tidak sendiri. Ada orang yang hidup sebatang kara, namun bisa menikmati hidupnya tanpa ada keluhan.
"Lo punya rencana apa? Maksud gue, Lo mau kemana setelah lulus nanti?"
Kevin masih terdiam, memikirkan bagaimana ia bisa meninggalkan satu-satunya wanita yang menjadikannya teramat istimewa. Kevin menoleh, hingga tatapan keduanya terkunci bersama semilir angin disela-sela hangatnya perbincangan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Manusia Berisik✅
Teen FictionKita hidup di mana harus memilih antara mendengarkan manusia berisik atau mengabaikan mereka. Start: February Ranking: #1 in Lucu #2 in Cinta #3 in Sad #3 in Fiksi Remaja