Hari ini pertama kalinya Upi tidak berangkat ke sekolah dengan Aga. Dia terpaksa naik angkutan umum. Sebelumnya Upi juga harus mencari orang baik di kampung mereka untuk memberi tumpangan menuju ke kota. Syukurnya ada banyak warga kampung yang akrab dengan Upi, seperti Gio contohnya, salah satu cowok yang suka meminta bantuan kepada Upi untuk mengumpulkan getah karet di kebun ayahnya.
Gio terpelongo, saat netranya tidak sengaja menangkap seorang lelaki tengah menyandang tas perempuan, yang tidak lain perempuan itu sedang berdiri beriringan dengan lelaki tersebut.
"Bukannya itu Aga, yah?" tanya Gio tanpa mengalihkan pandangannya dari orang yang ia maksud yang kini semakin berjalan menjauh memasuki gerbang SMA Garuda.
Upi menyerahkan helm yang terlalu kecil di kepalanya kepada Gio, pandangan cewek itu mengikuti arah mata Gio, setelahnya Upi hanya mengangguk malas.
"Buset dah, cuuantik bener pacarnya si Aga!" Decak Gio terkagum-kagum. Matanya berbinar seakan baru saja melihat sosok bidadari yang sebenarnya mustahil akan keberadaannya.
"Pacar?" kaget Upi.
Lama memperhatikan Aga dengan Shena yang kini menghilang dari pandangan, kini Gio mengalihkan perhatiannya kepada Upi. Cewek itu kini tengah cemberut, namun sayangnya Gio tidak menyadari perubahan suasana hati Upi.
"Cewek cantik itu pacarnya Aga, kan? Kalo enggak, mana mungkin mereka sedekat itu. Mana serasi banget lagi."
"Stop memuji mereka Gio, gue nggak suka."
"Lah, kenapa? Ada yang salah, yah?"
"Ya jelas salah lah, Aga kan--"
Cukup lama Gio menunggu kalimat Upi selanjutnya, namun Upi malah terdiam.
"Aga kenapa?"
"Ini, Aga...."
Refleks Gio mengadu kesakitan dengan suara yang cukup keras, sampai-sampai siswa siswi lain yang berlalu lalang sepanjang gerbang menoleh risih. Upi yang merasa kesal melayangkan tinju secara bertubi-tubi tepat dibagian lengan Gio yang tak gemuk dan juga tak kurus, sebab itulah cowok itu terus berteriak sampai Upi menghentikan aksi gilanya tersebut.
"Mending Lo pulang sono, kesal banget gue liat muka Lo yang penuh dengan jerawat."
"Dasar anak tak tahu diri Lo. Bukannya bilang makasih udah diantar, ini malah ngusir. Awas Lo yah, besok-besok gue nggak mau lagi ngasih tumpangan biar Lo telat ke sekolah."
"Idih, besok-besok gue juga gak mau minta bantuan sama Lo. Lagian Lo yang banyak butuh sama gue. Pergi sana, husttt, husttt...."
"Awas Lo yah Upi, benar yah, gue nggak bakalan mau lagi kasih tumpangan sama Lo."
Gio berlalu dengan mulut yang terus mengelurkan kalimat ancaman, sedangkan Upi hanya memainkan tangannya seperti pisau menggores leher. Meski Gio tampak tidak merasa takut, namun Upi cukup merasa puas karena cowok itu terlihat kesal atas perlakuannya.
"Buntal...."
Upi celingak celinguk, mencari sosok yang sibuk berteriak memanggil namanya.
"Hoi, Buntal! Gue di sini dodol."
Upi menoleh malas saat ia mendapati Radit tengah berjalan sombong bersamaan dengan rambut gondrongnya yang terurai, dihembuskan angin pagi seakan dia sedang memerankan iklan shampoo.
"Ada apa? Kalo diliat-liat sepertinya Lo lagi senang amat."
Radit segera merangkul Upi akrab sambil berjalan menuju ruang kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Manusia Berisik✅
Teen FictionKita hidup di mana harus memilih antara mendengarkan manusia berisik atau mengabaikan mereka. Start: February Ranking: #1 in Lucu #2 in Cinta #3 in Sad #3 in Fiksi Remaja