Chapter 33

1.6K 163 28
                                    


Sudah sekitar lima menit cewek bertubuh tambun itu tertegak di depan pintu ruang UKS. Dia memang tidak bergerak barang sedikit, namun telinganya masih berperan mendengarkan pembicaraan dua sejoli di dalam sana.

Upi menyentuh dadanya, bingung harus mengikuti nalurinya masuk ke dalam ruangan atau pergi saja.

Menarik napas dalam-dalam, menghembuskannya perlahan, Upi memantapkan hatinya mengetuk permukaan pintu. Tidak ada jawaban dari dalam sana, hanya rintihan sakit yang terdengar semakin pilu. Dengan gerakan hati-hati Upi memutar kenop pintu yang cukup dingin di telapak tangan.

Dirinya disambut oleh dua pasang mata yang menyorotinya dengan tatapan terkejut. Upi yang merasa kehadirannya tidak diinginkan tetap memilih mendekat. Diperhatikannya sosok cowok yang terbaring lemah di atas brankar. Bibir kering nan pucat, mata sayu yang lemah, napas yang tak teratur serta tubuh yang gemetar bisa menjelaskan seberapa parah penyakit cowok itu.

"Lo baik-baik aja, Ga?" tanya Upi hati-hati. Takut pertanyaan yang dia lontarkan membuat Aga merasa terusik.

Cukup lama perhatian Aga tidak teralihkan dari cewek berlemak itu, sebelum dia mulai sadar lalu mengalihkan pandangannya pada jendela berdekatan dengan lemari obat-obatan.

"Aga nggak butuh Lo di sini. Mendingan Lo pergi."

Mendengar perintah Shena, Upi hanya terdiam. Menyaksikan ketika Aga tidak ingin melepaskan genggaman tangannya dengan Shena. Genggaman yang cukup erat, seakan dia takut kehilangan Shena atau bahkan dia takut cewek itu hilang begitu saja.

"Maaf udah gangguin istirahat Lo. Sorry juga kalo kedatangan gue buat Lo terusik. Tapi, izinin gue buat ngomong sesuatu sama Lo."

Upi menggigit bibirnya bagian bawah. "Jujur, Lo udah berhasil buat gue nggak mau kehilangan Lo. Cerita kita memang singkat, padat, namun tidak jelas. Tapi, jauh di lubuk hati gue, gue belum ikhlas kalo Lo pergi begitu aja ninggalin gue. Setidaknya Lo belum ucapin kata putus, sampai kapanpun Lo tetap pacar gue, Ga."

Di dekat brankar Shena menatap jengah. "Gak ada kata putus bukan berarti hubungan Lo sama Aga masih bertahan. Kenapa sih, orang kayak Lo susah banget buat sadar diri?"

Melepaskan genggaman Aga, Shena mendekati Upi, menepiskan jarak diantara mereka. Gerakan jemarinya perlahan mengambil sejemput rambut Upi, sebelum senyuman ejek terbit dari bibirnya.

"Aga sekarang milik gue. Sampai kapanpun dia tetap punya gue. Mendingan Lo nyerah aja, cewek kayak Lo nggak pantas bahagia."

Menepiskan tangan Shena, Upi memilih mendekati Aga. Berniat menuntut penjelasan dari cowok yang masih menatap hampa ke arah jendela kaca.

"Tolong kasih tau sama gue, Ga, kalo sebenarnya Lo sayang sama gue. Kalo Lo memang mau pergi, kenapa harus hadir dan buat gue jatuh cinta sama Lo. Seharusnya kita tidak pernah memulai. Sama aja apa yang kita jalani selama ini semuanya sia-sia."

Sedikitpun Aga tidak berniat menatap cewek yang saat ini sedang berbicara dengannya. Diam-diam dia justru menghapus dengan kasar air mata yang jatuh entah sejak kapan. Urat-urat di lehernya timbul dengan jelas saat Aga berusaha menahan rasa sakit tanpa mengeluarkan sedikitpun suara.

"Aga mau istirahat, sebaiknya Lo pergi."

Shena tahu betapa Aga ingin menyembunyikan rasa sakit yang saat ini dia tahan sebisa mungkin.

"Sejak kapan Lo suka sama Aga?" tanya Upi tiba-tiba sebelum dia akan meninggalkan UKS.

"Sejak kita masih kecil. Sejak gue liat Lo lebih dekat sama Aga. Jujur, gue cemburu setiap Lo lebih penting di mata Aga, seakan gue cuma bayang-bayang Lo berdua. Gue merasa terasingkan ketika kalian berdua tertawa. Gue nggak suka kalo Lo keliatan lebih istimewa."

Manusia Berisik✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang