Chapter 29

869 115 16
                                    

"Brengsek...." Satu tinju melayang hingga darah memuncrat ke mana-mana. Menciptakan kegaduhan dengan pecahan gelas akibat kursi dan meja sempat tersenggol cukup keras. Beberapa pengunjung memilih menghindar, sedangkan dua cewek yang tak jauh dari jendela besar menjerit ketakutan.

Aga terus melepaskan pukulan membabi buta tepat di rahang keras Kevin.

Upi hanya diam, dia mengurungkan niat untuk menghentikan Aga ketika Kevin berhasil melawan. Satu tinju dari Kevin adalah satu balasan untuk perbuatan Aga.

"Udah, Vin. Gue mohon!"

Tangan Kevin tertahan di udara. Darah berceceran dari mulut hingga menggenang dilantai. Namun, darah yang kini keluar dari hidung Aga bukan hasil dari pukulan Kevin.

Aga melepaskan kedua tangan Kevin yang mencengkram leher bajunya dengan kasar. Dia berjalan tertatih mendekati Upi sambil menunjuk marah kepada cewek itu.

"Lo," berusaha menopang tubuhnya yang lemah. Pandangan cowok itu mulai buram. Dia hanya bisa melihat Upi yang berdiri memandanginya samar-samar, kepala gadis itu bahkan nampak lebih dari dua.

"Dasar cewek murahan."

"Kamu ngomong sama siapa, Ga?" Tanya Upi dengan harapan kalimat barusan tidak ditujukan untuknya.

Mengusap darah kental yang mengalir halus dari hidung, telunjuk Aga masih berperan mengarah pada Upi.

"Sama Lo lah brengsek, sama siapa lagi? Dasar cewek murahan. Cewek nggak tau diri. Harusnya Lo bersyukur karena gue, Aga, masih mau pacaran sama cewek modelan kayak Lo."

Upi tidak bergumam, dia biarkan Aga terus mengumpat dengan postur tubuh seperti sedang mabuk minuman beberapa botol.

"Lo itu udah gendut, jelek, tapi nggak pernah sadar diri. Emang selama ini Lo pikir gue benar-benar suka sama Lo? Hah?"

Upi masih mematung, meski saat ini Aga tengah berteriak tepat di wajahnya. Bahkan orang-orang tidak ingin mengalihkan perhatian dari mereka berdua.

"MIMPI ...."

"Gue jatuh cinta sama cewek bajingan kayak Lo itu cuma mimpi. Nggak ada cowok yang tertarik sama orang hina kayak Lo. Apa yang bisa Lo banggakan dari diri Lo? Nggak ada sama sekali. Nggak ada yang istimewa. Lo terlahir ke dunia ini percuma, karena manusia kayak Lo nggak berharga, nggak berguna tau nggak?"

"Kita itu nggak sederajat Upi. Lo miskin, apa yang gue punya nggak bisa Lo miliki. Kenapa Lo nggak pernah berkaca di rumah Lo untuk menyaksikan seberapa mengenaskannya hidup Lo.  Kita jauh berbeda. Lo gak pantes buat gue. Lo terlalu rendahan buat gue yang sempurna."

"Kenapa? Sakit liat gue ciuman sama Shena?"

Upi tidak ingin mengeluarkan sepatah katapun. Entah Aga yang tiba-tiba berubah atau memang dia yang tertipu selama ini.

"Pasti Lo udah gak suka lagi sama gue kan? Lo bakalan benci gue setelah mendengar ini kan? Asal Lo tau, itu yang gue tunggu-tunggu."

"Lo benci gue. Lo jauh-jauh dari kehidupan gue."

Shena menuruni tangga. Mendekati di mana ia melihat terjadinya keributan.

"Lo harus ke rumah sakit. Penyakit Lo bisa kambuh nanti," ajak Shena sambil menggandeng tangan Aga. Lalu ia beralih membersihkan hidung cowok itu saat menyadari darah merembes keluar.

Tanpa ada kata penolakan Aga menurut begitu saja. Membiarkan Shena menuntunnya berjalan meninggalkan cafe.

Mereka pikir mereka bisa lolos begitu saja. Namun, ternyata keduanya salah. Bagaimana mungkin Upi hanya diam saja, melihat pacar dan sahabatnya bergandengan di depan mata kepalanya sendiri.

Manusia Berisik✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang