02. Selamanya

705 154 33
                                    

Aeris berjalan cepat menuju pintu keluar perpustakaan. Loria tadi meneleponnya karena ada hal penting yang harus dibicarakan di gedung Edith. Karena jarak perpustakaan dengan gedung Edith dekat, Aeris tidak perlu memesan taksi flugi, ia akan berjalan saja untuk menghemat uang.

"Halo, Kak." Tiba-tiba saja seorang laki-laki yang terlihat seumuran dengan Aeris menggodanya.

Aeris tentu risi, ia tetap berjalan lurus tanpa menjawab.

"Sombong amat sih, Kak. Nanti gak dapat jodoh, lho." Laki-laki itu tertawa.

Aeris berhenti, ia membalikkan tubuhnya. Wajahnya sudah menahan kesal.

"Maaf ya, Mas. Saya sudah punya suami," ucap Aeris sinis lalu membalikkan tubuhnya lagi, melanjutkan perjalanan.

Namun, ia memberhentikan langkahnya kembali. Tanpa membalikkan tubuhnya, Aeris berkata, "Suami saya kejam. Jangan sampai dia tahu kalau saya digoda laki-laki seperti ini. Bisa mati Anda." Setelah selesai mengucapkan kalimatnya, Aeris kembali berjalan menuju gedung Edith.

"Apa-apaan itu," gumam laki-laki tersebut seraya duduk di salah satu kursi yang tersedia.

Setelah Aeris kembali dua tahun lalu, ia baru menyadari perasaannya terhadap Valendra. Tidak bisa tidur karena terus memikirkan apa yang terjadi pada Valendra ketika ia pergi, Aeris memutuskan untuk mengunjungi perpustakaan tiga kali dalam seminggu untuk melihat wajah Valendra dan membaca kisahnya di buku sejarah.

Kegiatan itu rutin Aeris lakukan selama dua tahun terakhir ini. Namun, minggu lalu ia tidak mengunjungi perpustakaan karena berlibur bersama keluarganya di negara lain.

"Kak Aeris!" Seseorang memanggilnya, membuat Aeris menoleh ke belakang, melihat siapa orang yang memanggilnya.

Aeris tersenyum lantas melambaikan tangannya. "Hai, Red!"

"Aku tadi dengar yang Kak Aeris bicarakan dengan laki-laki tadi." Redeia tertawa kala menyelesaikan perkataannya. Berbeda dengan Aeris yang sudah menyembunyikan rona pipinya karena malu.

"Astaga ... Kak Aeris gagal move-on ya," ucap Redeia.

"Ya mau bagaimana lagi Red .... "

Redeia menepuk-nepuk punggung Aeris. "Sabar ya, Kak. Tapi aku yakin sih, kalau Raja Valendra ada di sini, laki-laki tadi bakal langsung dipenggal kepalanya."

"Redeia!" Redeia langsung berlari menuju gedung Edith yang sudah terlihat di depan sana dengan tertawa.

"Anak itu benar-benar," gumam Aeris.

Dengan kesal, Aeris melangkahkan kakinya menuju gedung Edith dan segera mencari salah satu ruangan rapat di lantai 4. Ia menoleh ke kanan dan kiri mencari ruangan bernomor 26. Setelah menemukannya, segera Aeris mengetuk pintunya dan masuk.

Terlihat sudah ada Loria dan beberapa tim penjelajah waktunya di dalam.

"Masuk, Ris," kata Loria.

Aeris mengangguk. "Iya, Kak."

Segera Aeris duduk di salah satu kursi di ruangan tersebut, meja putih berbentuk persegi panjang menjadi pembatas antara dirinya dan Redeia, yang saat ini sedang menatapnya jail.

"Diam kau," ujar Aeris tanpa suara. Redeia menganggukkan kepalanya lantas mangacungkan jempol.

Selang beberapa saat, anggota tim penjelajah waktu—Loria, Aeris, Helios, Redeia, Elvira, dan Altair—lengkap. Loria segera memulai rapatnya.

"Oke ... terima kasih semua, sudah datang ke sini. Jadi ... semalam Elvira bilang sama aku, kalau dia ingin keluar dari Edith." Semua mata pun langsung tertuju pada Elvira dengan tatapan bingung.

Edith: RetrouvaillesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang