Sebelum membaca, diharapkan untuk vote terlebih dahulu.
Pagi hari sekali, bahkan matahari pun belum muncul, Valendra dan Kalandra sudah bersiap-siap untuk kembali ke Hanasta. Beberapa prajurit Kerajaan Hanasta yang ikut ke Daniswara juga sudah bersiap untuk kembali ke Hanasta.
Valendra sedang memeriksa keadaan kudanya, karena jika kuda tersebut sakit, itu akan menyusahkan mereka sewaktu di perjalanan. Tiba-tiba saja, ada yang menepuk pundaknya, membuat raja yang bernama Valendra Adiwangsa Cakara itu menoleh sekilas kepada orang yang menepuk pundaknya.
"Kau serius ingin pulang pagi-pagi sekali? Tidak ingin menunggu matahari terbit terlebih dahulu?" tanya Idris memastikan.
Tanpa menatap Idris, Valendra menjawab, "Tidak. Sengaja aku berangkat sebelum matahari terbit. Mungkin saja bisa langsung bertemu dengan Hantu Malam."
"Tapi itu berbahaya. Kau hanya membawa sepuluh prajurit, ditambah kau dan Kalandra menjadi dua belas. Hantu Malam mungkin dua kali lebih banyak dibanding kalian."
"Sepuluh prajuritku adalah prajurit terbaik di Hanasta. Mereka adalah prajurit-prajurit yang selalu membantuku saat perang, kemampuan mereka tidak usah diragukan lagi. Lalu aku, aku tidak akan mati sebelum menangkap pemimpin dari Hantu Malam itu. Kau tenang saja," jawab Valendra. Ia sudah selesai memeriksa keadaan kuda, untungnya kuda yang akan ia tunggangi tidak memiliki masalah apa pun.
"Dan Hantu Malam juga tidak bisa diremehkan. Bagaimana jika aku mengutus beberapa prajurit Daniswara untuk mengawalmu kembali ke Hanasta?" tanya Idris, tentu saja mendapat penolakan dari Valendra.
"Kau tenang saja. Kami akan kembali dengan selamat." Valendra lalu membalikkan tubuhnya, menatap kesepuluh prajurit terbaiknya yang sudah siap untuk kembali.
"Apa kita pergi sekarang, Kak?" Kalandra yang tak jauh dari Valendra pun bertanya.
Valendra mengangguk, lantas menjawab, "Kita pergi sekarang. Bersiap!"
Idris mundur beberapa langkah, Valendra dengan cepat menaiki kuda berwarna coklat miliknya. Raja dari Hanasta tersebut terlihat gagah saat menaiki kuda, serta tatapan matanya yang dingin itu saat melihat ke depan benar-benar melambangkan seorang pemimpin.
"Hati-hati. Karena masih sangat pagi, tidak usah cepat-cepat," ucap Idris.
"Tenang saja, Idris. Kau ini seperti nenek-nenek saja." Kalandra menjawab.
"Jangan mengomel sepanjang perjalanan, Kalandra," kata Idris, membalas.
"Kau ini, aku sudah mau pergi, malah kau ajak berantem," sinis Kalandra.
"Sudahlah kalian ini. Kita berangkat sekarang," sela Valendra, lalu mulai menjalankan kudanya, diikuti Kalandra, lalu prajurit-prajurit Hanasta.
"Berhati-hatilah!" ujar Idris ketika Valendra sudah keluar dari gerbang kerajaan.
Permukiman sepi, tidak ada yang ingin keluar. Rumah-rumah dikunci oleh pemiliknya karena takut akan menjadi korban Hantu Malam selanjutnya.
Udara yang dingin tidak menghalangi Valendra untuk memperlambat laju kudanya. Berbeda dengan Kalandra di belakangnya yang sudah sedikit memperlambat kudanya karena dingin.
Selang beberapa lama, mereka mulai memasuki hutan. Jarak antara Daniswara dan Hanasta hanya ditempuh beberapa jam kalau menaiki kuda. Terlebih lagi mereka sudah mengetahui jalur tercepatnya.
Ketika memasuki hutan, Valendra mulai melirik ke kanan dan kiri tanpa henti. Jaga-jaga saja siapa tahu ada orang yang mencurigakan.
"Kak, bisakah kau perlambat lajumu? Matahari masih belum terbit, aku tidak bisa melihat sekeliling dengan jelas, takut saja jika menabrak sesuatu," ucap Kalandra di belakang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edith: Retrouvailles
Historical FictionKenangan masa lalu kembali hadir di hidup Aeris kala ia ditugaskan menuju tahun 1822. [Edith series #2] Sudah diterbitkan oleh Nebula Publisher dan part masih lengkap. Diharapkan untuk membaca Edith: Survive in Past dahulu jika belum membacanya. 04...