28. Melarikan Diri

499 87 35
                                    

Sebelum membaca, diharapkan untuk vote terlebih dahulu

Valendra sampai di Hanasta saat matahari akan terbenam. Prajurit yang melihat Valendra kembali langsung membukakan pintu gerbang untuk rajanya.

Pasukan Pelindung II turun dari kuda mereka. Karena matahari sudah hampir terbenam, mereka langsung beranjak ke posisi masing-masing.

Enam prajurit Pasukan Pelindung II berjaga di sekitar permukiman warga. Sedangkan empat lainnya berjaga di sekitar kerajaan.

Valendra dengan cepat langsung menuju kamar Aeris. Karena ia diberitahu salah satu dayang, bahwa Aeris baru kembali ke kamarnya setelah beristirahat di kamar teman-temannya.

Setelah sampai di kamar Aeris, ia segera mengetuk pintu kamar sebanyak tiga kali. Ketika sudah mendapat izin untuk masuk, barulah Valendra membuka pintu.

"Kau baik-baik saja?" Valendra bertanya langsung melihat ke arah kaki kanan Aeris yang dibalut oleh kain.

"Aku baik-baik saja. Tidak perlu khawatir," jawab Aeris. Ada perasaan tenang saat melihat Valendra sudah pulang ke Hanasta.

"Tanganmu juga merah-merah." Valendra melirik ke dua tangan Aeris yang memang memerah sembari mendekati perempuan tersebut.

"Kenapa bisa seperti itu?" Ia bertanya.

"Ini bukan apa-apa, hanya digigit semut saat bersembunyi." Aeris menjawab jujur.

Valendra mengembuskan napasnya. "Bisa kau ceritakan kronologinya?"

Aeris mengernyitkan dahinya bingung. "Bukankah lebih baik kau mendengar cerita dari Kak Arjuna dan pasukannya? Karena mereka lebih banyak berhadapan dengan pelaku dibanding aku."

Valendra menggelengkan kepalanya. "Aku ingin dengar cerita dari sudut pandangmu."

"Baiklah." Aeris menjawab setelah diam beberapa saat.

Aeris pun berjalan ke arah kursi untuk duduk, agar enak bercerita. Valendra juga ikut duduk di hadapannya.

"Aku akan bercerita dengan singkat." Valendra mengangguk, mengiyakan ucapan Aeris.

"Awalnya aku ingin tidur setelah makan malam bersama Pangeran Elijah dan Putri Jemimah. Lalu tiba-tiba aku mendengar suara bising dari luar kamar dan memutuskan untuk mengeceknya. Tiba-tiba saja prajurit dari Hanasta sudah melawan prajurit asing yang kami yakini Hantu Malam.

Lalu, salah satu prajurit asing itu melihatku. Ia ingin melempariku dengan batu, tetapi aku langsung kabur dan bersembunyi di tumpukan daun-daun. Dari situ aku mendapat gigitan semut dan luka ini." Aeris menunjuk kaki kanannya.

"Apa yang kau lakukan di tumpukan daun sampai-sampai mendapat luka seperti ini?" Valendra bertanya.

"Prajurit yang melihatku itu ternyata mengejarku. Dia melihat tumpukan daun tempatku bersembunyi lalu memanah tepat di depan wajahku, untung saja tidak kena. Terus dia memanah sekali lagi dan mengenai kaki kananku, untungnya hanya tergores, tidak benar-benar menancap di kakiku," jawab Aeris menjelaskan.

"Kau mengingat wajah prajurit itu?"

Aeris menggeleng. "Wajahnya ditutupi oleh kain hitam. Aku hanya melihat matanya saja, itu menyeramkan, matanya sangat tajam ketika menatap daun-daun tempatku bersembunyi."

"Lalu setelah itu kau pergi ke mana?" Valendra kembali bertanya.

"Aku pergi ke arah berlawanan saat prajurit itu pergi. Di situ aku bertemu Kak Arjuna dan langsung dibawa menuju ruang rahasia. Paginya Pangeran Elijah dan Putri Jemimah kembali ke Vilas, aku menyuruh empat prajurit untuk mengawal mereka, tidak apa-apa, bukan? Aku merasa tak enak saja, Putri Jemimah sampai ketakutan seperti itu tapi kita tidak mengirim prajurit untuk mengawal mereka."

Edith: RetrouvaillesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang