Mengingat Aeris sudah pernah "tinggal" di masa lalu dua tahun yang lalu, Redeia meminta—lebih tepatnya memaksa Aeris untuk ditemani belanja barang-barang keperluan di tahun 1822 nanti sehari sebelum keberangkatan.
Anak satu itu memang ribet sekali, padahal, Aeris sudah bilang untuk membawa barang yang penting-penting saja. Namun, Redeia tetaplah Redeia, tidak akan mendengarkan ucapan Aeris.
"Kau ini mau bertugas atau berlibur, sih?" kesal Aeris yang melihat Redeia mencoba topi sejak lima menit yang lalu.
"Kau diam saja, Kak. Ohh iya, lebih bagus ini atau ini?" tanya Redeia yang mencoba satu topi berwarna merah, lalu mencoba topi berwarna ungu.
"Lebih bagus kau tidak memakai topi. Cepatlah!"
"Iya-iya, sebentar." Redeia lalu menaruh kembali kedua topi yang dipegangnya. Lantas tangan kirinya menggandeng tangan kanan Aeris, karena tangan kanannya sudah penuh dengan tas belanjaannya.
"Aku tidak sabar," gumam Redeia.
"Kau harus tahu, Red, itu tidak seindah yang kau pikirkan. Di sana, teman pun bisa menjadi lawan," jawab Aeris yang tetap memandang ke depan. Teringat tentang pengkhianatan yang dilakukan oleh Bastian kepada Valendra.
•••
Siang hari, Aeris sudah siap dengan koper dan jaketnya di tangan kanan. Sekarang, ia sedang menunggu Loria untuk turun dari kamarnya, entah apa yang sedang dilakukan kakaknya tersebut.
Aeris kembali melirik jam tangan canggihnya itu, sudah pukul satu siang, namun, belum ada tanda-tanda Loria akan turun. Aeris menghela napasnya kesal, lalu berteriak, "Kak Loria bisakah kau turun sekarang?"
"Iya-iya, sebentar!" Tak lama, terlihat Loria yang sedang turun dengan kesusahan karena kopernya.
"Astaga .... " gumam Aeris yang melihatnya dari bawah.
"Apakah taksi sudah datang?" tanya Loria.
"Sudah, maka dari itu cepatlah," jawab Aeris seraya keluar dari rumah. Mereka tidak diantar oleh Mama dan Papa karena mereka sedang ada urusan. Sedangkan Aurora di kamarnya masih galau dan Auzora sedang keluar bersama teman-temannya.
"Maaf ya, Pak, kelamaan," ucap Aeris pada sopir taksi karena tidak enak membuatnya menunggu.
"Tidak apa-apa, Mbak," jawabnya.
Tak lama Loria keluar, dengan cepat kopernya dimasukkan ke dalam bagasi. Aeris dan Loria pun masuk ke dalam taksi flugi. Sopir pun mulai menghidupkan mesinnya, lantas perlahan-lahan mereka mulai naik dan langsung menuju Gedung Edith.
Untung saja tidak ada kemacetan, jadi mereka sampai dengan cepat, karena memang jarak dari rumah Aeris ke Gedung Edith tidak terlalu jauh.
"Terima kasih, Pak," ucap Aeris yang sudah memegang kopernya di tangan kanan.
"Sama-sama, Mbak."
Aeris mulai berjalan menuju pintu utama, di dekat meja resepsionis, terlihat beberapa robot di sana. Segera ia mengeluarkan kartu anggotanya dan melangkahkan kakinya menuju robot tersebut.
"Kartu anggota?'" Robot itu berbicara. Segera Aeris menyerahkan kartu anggotanya.
"Aeris Hysteria Flavio, Edith nomor 72 terdeteksi. Silakan masuk." Aeris segera menyeret kopernya dan kembali melangkah menuju salah satu mesin.
Segera ia taruh kopernya di mesin tersebut dan menempelkan kartu anggotanya. Lampu mesin yang awalnya merah langsung berubah menjadi hijau, koper Aeris pun selesai diantar menuju salah satu ruangan yang akan dipakainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edith: Retrouvailles
Historical FictionKenangan masa lalu kembali hadir di hidup Aeris kala ia ditugaskan menuju tahun 1822. [Edith series #2] Sudah diterbitkan oleh Nebula Publisher dan part masih lengkap. Diharapkan untuk membaca Edith: Survive in Past dahulu jika belum membacanya. 04...